Global Cyber News| Perubahan sistem tidak selalu mendatangkan atau mendapatkan hasil yang memuaskan bagi semua orang. Contoh-contohnya sudah banyak di internet dan tinggal di tanya saja sama ‘mbah google’ maka akan dijawab langsung tanpa perlu berlama-lama.
“Elite politik, tokoh masyarakat dan cendikiawan sebagai panutan banyak pihak justru terkadang memancing emosi jiwa diranah publik ada saja yang ‘baper’ (bawa perasaan). Apakah mereka tidak tahu! Saya yakin dan hakul yakin mereka paham dengan semua komentar yang elite-elite ‘pantik’ diruang publik itu,” ujar Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Studi Masyarakat dan Negara (LAKSAMANA) Samuel F Silaen kepada wartawan di Jakarta. Senin (8/6/2020).
Lebih lanjut dikatakan Samuel F Silaen, ada apa dengan sikap mereka… Hhmm…hanya mereka jugalah yang paling tahu (maksud dan tujuan) kenapa sih harus begitu sikap dan komentar mereka terhadap issue atau masalah tertentu itu? Tentu dalam politik itu ada ‘semantik’ jika bukan jargon ‘ga ada loh ga rame’ atau ‘the bad news is good news’ ini bagian dari pencerahan bagi mereka-mereka yang mau dicerahkan dari berbagai sudut pandang yang dipakai.
“Jangan terlalu berharap banyak kepada sosok elite politik tertentu saja, harus berimbanglah agar tidak makan hati jika membaca perdebatan diruang publik, mendengar atau menonton ocehan mereka-mereka itu. Elite politik, tokoh masyarakat tak akan pernah muncul (hitz) jika tidak ada sedikit-sedikit kontroversial. Tonton saja para selebriti beraksi didepan kamera yang menghiasi layar kaca televisi anda, itulah tuntutan profesi mereka,” ungkap Silaen tutur alumni LEMHANAS Pemuda I 2009.
Kita sebagai rakyat biasa dari semua lapisan, jika menonton berita, kata Silaen informasi yang disampaikan elite politik, pengamat dan tokoh masyarakat diruang publik, itu bukan tanpa ‘tembakan’ atau tujuan, maka sikap dan pandangan politik mereka sedang ‘dilaga’ untuk memenangkan pencitraan lewat media.
“Pemerintah pun jangan mudah terpancing emosi hanya oleh karena statement pengamat, elite politik, tokoh masyarakat dan lain-lain yang menyoroti kebijakan yang diambil oleh pemerintah dan birokrasinya. Semua itu dilakukan untuk kebaikan bersama minimal ‘fifty- fifty’lah yang mungkin ada baiknya. Sekedar info saja bahwa bantuan pemerintah itu ada saja yang ‘sunat’ misal didepan mataku bantuan beras DKI Jakarta melalui RT diberikan dalam satu bungkusan karung ada misal 5 sachet tapi yang sampai kepada warga hanya 2 sachet, kemana 3 sachet lagi menguap?
Saya pribadi tidak bisa juga menjamin 100% yang disampaikan pengamat dan elite politik tersebut, ada baiknya! berbaik sangkalah,” papar Silaen aktivis KNPI itu.
Menurutnya, pemerintah harus mau mengoreksi, evaluasi diri sendiri atas semua kebijakan yang sudah diambil dan dikerjakan. Apakah tepat sasaran, tidak melenceng ditingkat implementasi? Ini penting dilakukan agar negeri ini maju dan sejahtera warganya. Tugas dan fungsi Negara itu sederhananya yakni untuk memberikan pelayanan bagi rakyat tanpa diskriminasi.
“Reward dan Punishment” itu wajib dan harus dilakukan agar menjaga rantai ‘komando’ (perintah) dari kebijakan pemerintah pusat sampai ketingkat bawah, supaya kebijakan yang telah diambil terlaksana dengan baik sampai ketingkat yang paling rendah,” imbuh Silaen.
Sekali dibiarkan, lanjut Silaen dan tidak dilakukan penindakan kepada yang melenceng itu, maka itulah awal mula terjadi pembiaran dan akan semakin melenceng lagi rantai kebijakan yang salah itu. Jadi dimasa pandemi covid-19 ini, pemerintah harus lebih bijak dalam melakukan evaluasi, monitoring dan eksekusi hal yang baik dan paling realistis.
“Elite politik dan pemerintah itu sudah punya ‘pakem’ masing-masing yang jika berjalan paralel maka akan saling melengkapi satu dengan yang lain, artinya akan terjadi ‘ceck and balance’ dalam menjalankan pembangunan di Bangsa ini,” tandas Silaen.
Red.