Global Cyber News|Kadivhumas Polri IJP Raden Prabowo Argo Yuwono, S. IK. M. Si., pada awak media menjelaskan tentang Djoko Tjandra pada jumpa pers di Lt 1 Gedung Mabes, Jumat, 17 Juli 2020.
Bahwa red notice Interpol di Lyon Perancis merupakan file notifikasi interpol untuk mencari buronan atas permintaan anggota Interpol.
Tahun 2009 Kejagung mengajukan red notice kepada Set NCB Interpol dengan kelengkapan beberapa surat dalam berbahasa Indonesia dan Inggris seperti Lapju, DPO, penangkapan, pelintasan, sidik jari dan gelar perkara di Bareskrim untuk melihat sejauh mana keterlibatan buronan yang akan dimasukan ke dalam red notice.
Jika sudah dinyatakan benar baru dari Interpol Indonesia mengirimkan red notice ke Lyon Perancis untuk disebarkan ke seluruh negara yang menjadi anggota Interpol.
Terkait isu penghapusan red notice Djoko Tjandra bahwa itu bukan terhapus melainkan pada tahun 2009 – 2014 sudah 5 tahun sehingga delete automatically by system sesuai dengan artikel 51 Interpol Rules On The Processing Of Data, kemudian pada artikel 68 dijelaskan bahwa file memiliki batas waktu 5 tahun.
Selanjutnya, ada isu pada tahun 2015 Djoko Tjandra muncul di Papua Nugini kemudian Kadiv Hubinter mengeluarkan surat kepada Dirjen Imigrasi tertanggal 12 Februari 2015 perihal mohon bantuan agar memasukan nama Djoko Tjandra ke dalam DPO imigrasi dan dilakukan tindakan pengamanan apabila terlacak. Alasan DPO karena telah ter-delete by system tahun 2014.
Kemudian terkait isu adanya surat dari NCB ke Dirjen Imigrasi pada 5 Mei 2020 tentang penyampaian penghapusan Interpol yang ditandatangani oleh Set NCB Interpol. Hal ini bukan penghapusan tapi penyampaian yang ditujukan kepada Dirjen Imigrasi bahwa red notice an. Djoko Tjandra sudah ter-delete by system.
Terkait dengan surat keterangan bebas Covid-19 Djoko Tjandra memang di Pusdokkes Mabes Polri banyak orang yang melakukan rapid test dan kebetulan ada 2 orang yang datang ke RS Kramat Jati lalu diterima oleh dokter dan hasilnya negatif, orang tersebut menyampaikan an. Djoko Tjandra karena tidak menunjukkan KTP dan ada BJP PU yang mendampingi.
Dari Propam tentunya meminta keterangan karena berkaitan dengan kode etik dan disiplin. Inilah yang ditemukan oleh Propam bahwa ada kewenangan yang seharusnya dilaporkan kepada pimpinan tetapi tidak dilaporkan sehingga dikenakan kode etik dan tentunya surat red notice yang berhak menanyakan adalah penyidik yang mengajukan.
Propam yang nanti akan melihat secara administrasi, ada suatu kesalahan yang tidak dilalui di surat administrasi tersebut. Terkait kode etik dan disiplin ada beberapa yang menjadi saksi tapi jika dalam penyidikan reserse berbeda namun tetap koordinasi informasi antara Propam dan Reserse tentang siapa yang mengetahui, yang buat, yang mengajukan dan yang tanda tangan.
BJP PU melakukan komunikasi secara langsung dengan Djoko Tjandra.
Untuk aliran dana akan ditelusuri oleh Reskrim.
Red.