Global Cyber News|Beberapa waktu lalu Presiden Joko Widodo sempat menyampaikan wacana untuk menggabungkan BUMN sektor aviasi dan sektor pariwisata yang paling terdampak selama pandemic Covid-19. Perencanaan holding BUMN ini sebenarnya bukan wacana baru, Presiden pernah menyampaikan gagasan holding BUMN plat merah seperti Pertamina dan holding BUMN Karya sejak tahun 2015.
Sedangkan gagasan untuk membentuk holding BUMN antara sektor pariwisata dan aviasi sudah muncul sejak awal tahun 2020. Namun hingga saat ini masih dalam penyusunan siapa BUMN yang akan menjadi lead holding tersebut.
Penggabungan dari BUMN sektor pariwisata dan sektor aviasi menjadi ide yang brilian pada saat ini. Industri penerbangan menurun akibat Covid-19, salah satu kendalanya daerah yang menjadi tujuan pariwisata menutup diri untuk wisatawan domestik apalagi wisatawan mancanegara.
Industri pariwisata di berbagai daerah di Indonesia tak dapat disangkal sangat bergantung dengan transportasi udara. Jika dilihat ada sampai 30 bandara internasional tersebar di Indonesia. Awalnya kebijakan ini untuk membuat rute perjalanan internasional menjadi lebih mudah masuk ke daerah-daerah tujuan pariwisata atau tujuan perdagangan. Akan tetapi justru disaat seperti ini, kelayakan bandara-bandara tersebut harus dipertanyakan.
Presiden Joko Widodo sempat menyinggung dari 30 bandara internasional yang ada di Indonesia, 90 persen lalu lintas penerbangan hanya terfokus pada 4 bandara internasional saja. Banyaknya bandara internasional ini malah membuat kas dari sektor penerbangan menjadi membengkak, Pemerintah perlu mengeluarkan biaya lebih untuk operasional bandara dengan status bandara internasional seperti menggaji petugas bea cukai, imigrasi, karantina dan sebagainya.
Hal ini tidak sebanding dengan pemasukan yang diterima oleh bandara-bandara tersebut, dimana ada bandara yang hanya memiliki satu rute perjalanan internasional seperti yang ada di Bandara Internasional Sisingamaraja XII, Tapanuli Utara, Sumatera Utara yang hanya melayani rute perjalanan dari dan ke Singapura. Padahal bandara internasional itu harusnya memiliki banyak rute perjalanan internasional.
Covid-19 telah membuat berkurangnya perjalanan rute internasional yang berdampak terhadap bandara internasional tersebut. Maka usulan Presiden untuk memfokuskan bandara Internasional hanya di 4 bandara saja, sangatlah tepat. Bandara kecil lainnya cukup dijadikan superhub saja, atau bandara pengumpan.
Dalam RKP 2021 yang disusun oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas, terdapat 10 destinasi pariwisata prioritas yang menjadi fokus pembangunan pemerintah. Pemerintah menjadi leading actor dalam pengembangan 10 DPP ini, dan didukung Pemda, BUMN, Badan otoritas dan swasta. Keterpaduan lintas sektor dalam pengembangan 10 DPP akan difasilitasi melalui Integrated Tourism Master Plan. Selain membutuhkan investasi yang besar, di sektor aviasi, bandara-bandara pendukung di destinasi prioritas yang sebagian besar dikelola oleh BUMN ini perlu ditingkatkan kualitasnya.
Mengenai wacana penggabungan BUMN aviasi dan BUMN pariwisata ini ada baiknya juga menilik pada harga tiket pesawat. Sejauh ini harga tiket pesawat ke 10 DPP seperti Labuan Bajo harganya jauh lebih mahal dibandingkan dengan tiket pesawat ke Thailand atau Singapura. Mungkin saja dengan wacana pengerucutan bandara ini dapat membuat tiket perjalanan menjadi lebih murah dan jadwal penerbangannya semakin banyak. Sehingga destinasi di tempat tersebut dapat lebih dijangkau masyarakat.
Sabtu, 8 Agustus 2020
Tim Komunikasi Publik
Kementerian PPN/Bappenas
Red.