Global Cyber News.Com|JAKARTA, Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pemeriksaan lanjutan untuk perkara perselisihan hasil pemilihan (PHP) Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Lampung Selatan (Lamsel), melalui permohonan perkara nomor ; 61/PHP.BUP-XIX/2021 yang diajukan oleh pasangan calon (Paslon) Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Lamsel nomor urut 2 (dua) H. Tony Eka Candra dan H. Antoni Imam, SE, Senin (8/2/2021).
Hadir dalam sidang pemeriksaan lanjutan ini, termohon (Komisi Pemilihan Umum) KPU Lamsel yaitu melalui kuasa hukum KPU Lamsel, Ahmad Sopriyansyah bersama Komisioner KPU Lamsel Mislamudin, sedangkan tim kuasa hukum pemohon (Tony-Antoni) yakni Ansori, SH, MH secara virtual, Muhammad Ridho Erfansyah, SH, MH, DR.Fedhil Faisal, SH, MH bersama Principal H. Tony Eka Candra (virtual), kemudian Bawaslu Lamsel menghadirkan Divisi Hukum, data dan informasi, Wazaki bersama Divisi Penanganan Pelanggaran, Khairul Anam.
Turut hadir juga, KPU Provinsi Lampung dan Bawaslu Provinsi Lampung secara virtual, kemudian pihak terkait Paslon Nomor urut 1 (satu) yaitu Principal Pandu Kesuma Dewangsa, SIP secara virtual bersama kuasa hukum.
Sidang yang berjalan terbuka ini, guna mendengar jawaban melalui esepsi termohon yang disampaikan oleh kuasa hukum KPU Lamsel.
Dalam jawaban termohon KPU yang dituangkan pada esepsi nomor 61/PHP yaitu menyatakan, “bahwa kewenangan MK adalah memeriksa, mengadili dan memutus perkara PHP sampai dibentuknya Peradilan khsus, kewenangan ini dipertegas dalam Peraturan MK nomor 6 Tahun 2020 tentang tata cara beracara PHP, bahwa pemohon tidak menjelaskan obyek perkara yang menjadi kewenangan MK sesuai PMK nomor 6 tahun 2020, pemohon tidak menguraikan kesalahan hasil perhitungan suara oleh termohon, pemohon juga tidak menguraikan hasil penghitungan suara yang benar dan signifikan, menurut termohon, pemohon tidak memiliki kedudukan hukum bahwa berdasar pasal 2 PMK nomor 6 tahun 2020, obyek PHP adalah mengenai keputusan termohon mengenai penetapan suara hasil perolehan suara adalah hasil yang signifikan, penghitungan persentase perolehan suara diatur dalam PMK nomor 6 tahun 2020 yang menyatakan Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk lebih dari 1 juta jiwa pengajuan PHP dilakukan jika terdapat perbedaan suara paling banyak sebesar 0,5%, dari total perhitungan suara sah tahap akhir KPU Kab/Kota, dengan penduduk Kabupaten Lamsel berjumlah 1.487. 999 jiwa sebagaimana data sesuai website MK, dengan demikian untuk pengajuan PHP berlaku ketentuan perselisihan suara sebesar 0,5 %, sebagaimana ketentuan pasal 158 ayat 2 huruf d UU nomor 10 tahun 2016 dan lampiran PMK 5 tahun 2020, berdasarkan pleno KPU Lamsel tentang penetapan hasil rekapitulasi suara paslon nomor 1 Nanang-Pandu perolehan 159.987 suara, Paslon nomor 2 Tony-Antoni perolehan
146.115 suara, Palson nomor 3 Hipni-Melin perolehan
136 459 suara”, kata Kuasa Hukum KPU Lamsel.
Masih lanjut Ahmad Sopriyansyah, “berdasarkan hasil rekapitulasi termohon tersebut, maka pemohon dapat mengajukan perselisihan jika terdapat perbedaan suara dengan peraih Paslon suara terbanyak yaitu 2.213 (0,5%) namun faktanya selisih suara pemohon dengan peraih suara terbanyak adalah 13.872 suara lebih besar 0,5 % dari suara sah, oleh karena itu, permohonan pemohon tidak memenuhi ambang batas suara yang menjadi hasil pemilihan, bahwa permohonan pemohon tidak jelas, pemohon mendalilkan telah dirugikan tidak dibagikannya seluruh undangan pemilihan dan Daftar Pemilih Tetap (DPT) tapi tidak diuraikan bentuk kerugian yang diderita pemohon, pemohon mendalilkan suara Paslon nomor 1 tidak sah namun pemohon tidak menguraikan fakta-fakta secara detail, yang menjadi penyebab suara tidak sah tersebut. Bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum dalam esepsi maka termohon memohon kepada majelis hakim MK menerima esepsi termohon untuk seluruhnya, dan menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima.
Sementara Bawaslu Lamsel melalui Divisi Hukum, Data dan Informasi Wazaki menguraikan jawabannya dihadapan Hakim panel 2 MK, “berdasarkan hasil pengawasan Bawaslu terhadap DPT Kabupaten Lamsel yang tertuang dalam berita acara nomor 79 tentang rapat pleno rekapitulasi penetapan DPT pemilihan serentak lanjutan tahun 2020 Kabupaten Lamsel,
dengan rincian DPT 704. 367 yang tersebar di 17 Kecamatan”, jelas Wazaki.
Bawaslu juga merinci jumlah formulir C Pemberitahuan KWK atau undangan memilih sebanyak 29. 101 yang dikembalikan ke KPU Lamsel.
“Pada tanggal 8 Desember 2020, hasil penelitian bawaslu terhadap formulir C pemberitahuan KWK yang disampaikan panwaslu Kecamatan belum dilakukan penelitian ditingkat Bawaslu Kabupaten Lamsel, setelah dilakukan penelitian ulang terhadap laporan cepat panwaslu Kecamatan, Bawaslu Kab Lamsel menemukan kekeliruan sebagaimana keterangan yang disampaikan pada halaman 45-47 dalam keterangan kami, berdasarkan laporan cepat panwaslu Kecamatan terhadap formulir C Pemberitahuan KWK dengan rincian meninggal 1.378, pindah alamat 1.765, tidak dikenal 4.633, tidak dapat ditemui 16.837, lain-lain 4.488, jumlah 29.101, bukti PK 06.
Terhadap dugaan pelanggaran, pada tanggal 15 Desember 2020, Bawaslu Lamsel telah menerima laporan pelapor atas nama Sofadli dengan terlapor adalah KPU Lamsel, PPK se-Lamsel dan PPS se-Lamsel, bahwa setelah memenuhi syarat formil dan materil laporan sebagaimana kajian awal Bawaslu Lamsel telah merigstrasi laporan tersebut, pada tanggal 17-20 Desember 2020 Bawaslu telah mengirimkan surat undangan klarifikasi terhadap 1 saksi dan kepada 33 warga yang mengisi dan menandatangani surat pernyataan tidak mendapatkan undangan memilih formulir C Pemberitahuan KWK dan tidak menggunakan hak pilihnya, bukti PK 07″, kata Wazaki membacakan jawaban dari Bawaslu Lamsel.
Masih di tempat yang sama, tim kuasa hukum Tony-Antoni M. Ridho, SH, MH menyampaikan pendapat saat ditanyakan oleh Majelis Hakim panel 2, “Permohonan perselisihan hasil yang diajukan oleh Pemohon tidak semata-mata didasari oleh ketentuan Pasal 158 terkait ambang batas pengajuan permohonan perselisihan hasil pemilukada.
Pemohon mendalilkan bahwa telah terjadi pelanggaran dalam penyelenggaraan pilkada oleh Termohon KPU Lampung Selatan yang berakibat terjadinya perselisihan hasil. Dengan demikian Pemohon memohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim untuk memberikan keadilan yang substansif tidak hanya berdasarkan kalkulasi saja”, pungkas Ridho.
Sedangkan, Hakim panel 2 menjawab akan seutuhnya menyampaikan kepada MK dan hakim konstitusi yang akan memutuskan perkara ini.
Terpisah, setelah sidang M. Ridho menjelaskan kepada awak media, jika dilihat dari keikutsertaan pemilih yang juga masih sangat jauh harapan yang hanya 60 sekian % dari jumlah 1, 4 juta Penduduk yang selalu di jadikan dalil Termohon dan juga Pihak terkait. Tidak bisa dipisahkan dari Substansi Permohonan yang di ajukan pemohon.
“Karena, verifikasi dan data Pemilih itu kan sudah di Validasi oleh KPU Lamsel sebelum pilkada di gelar”, tegasnya.
“Alhamdulillah tambahan alat bukti Kita diterima Majelis Sidang tadi. Semoga bisa jadi tambahan Pertimbangan Majelis dalam Pleno dan Putusan nanti.
Melihat Fakta-Fakta baru dan Alat bukti baru di Persidangan Kami Berkeyakinan Majelis Hakim dapat mengabulkan permohonan”, demikian tutup Akademisi dan Juga Advokad Muda M. Ridho.
Red.