Global Cyber News.Com|Medan I Sampai akhir tahun 2020, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerbitkan POJK 57 tentang Penawaran Efek lewat layanan berbasis teknologi atau Securities Crowd Funding (SCFi) untuk Usaha Kecil dan Menengah (UKM).
“Layanan berbasis tehnologi atau securities crowd funding ini sebagai alternatif untuk pelaku usaha pemula (start-up company) serta pendanan untuk pengembangan UKM,”.kata Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Hoesen dalam siaran persnya, Kamis (4/2/2021).
Di jelaskan Hoesen, SCF hadir merupakan alternatif untul pelaku usaha pemula (start-up company) serta UKM untuk pendanaan bagi usahanya.
Menurut Hoesen, strategi ini sebagai upaya OJK mendorong pelaku UKM yang selama ini masih mengandalkan permodalan dari perbankan untuk mulai mengakses dana publik untuk sumber permodalan. ‘Diantaranya melalui SCFi.
“SCF ini berbeda dengan Fintech peer to peer lending. Di SCF, investor bertindak sebagai pemodal yang keuntungannya berasal dari dividen (jika berjenis saham), misbah (jika berjenis obligasi/sukuk), penjualan efek sekunder serta keuntungan lainnya,” ujarnya.
Sedangkan fintech lending, lanjut Hoesen, biasanya berasal dari bunga bersifat tetap. Untuk SCF ada tiga pihak yang terlibat diantaranya penyelenggara yang memiliki izin dari OJK, penerbit selaku pemilik usaha dan pemodal.
SCF memiliki jangka waktu penawaran selama satu tahun dengan satu atau beberapa kali penawaran. Efek ditawarkan bersifat ekuitas, efek bersifat utang maupun sukuk. Nilai penawaran maksimal Rp10 miliar.
“Dalam menciptakan iklim layanan urun dana yang sehat dengan merumuskan code of conduct maupun yang melakukan pengawasan terhadap anggotanya,” ujarnya seraya menambahkan bahwa saat ini OJK telah menetapkan Asosiasi Layanan Urun Dana Indonesia (ALUDI) yang merupakan asosiasi dalam menjaga ekosistem industri layanan tersebut. (pl)
Red. Pandi Lubis