
Global Cyber News.Com|Penggangsiran sejumlah dana yang dikumpul dari uang rakyat oken BUMN (Badan Usaha Milik Negara) mulai dari Asuransi Jiwasraya, Asuransi Bumiputra hinga Asabri dan BPJS Ketenagakerjaan ratusan triliun jumlahnya yang ditilep oleh para koruptor di Indknesia yang terkesan diberi peluang seperti bancaan dana bantuan sosial (Bansos) untuk rakyat yang sedang digasak digasak oleh Cobid-19.
Simak saja Jaksa penyidik Jampidsus Kejaksaan Agung telah menetapkan delapan orang tersangka dalam penyidikan kasus dugaan korupsi dalam pengelolaan keuangan dan dana investasi oleh PT. Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri). Delapan orang tersangka itu diantaranya adalah adalah mantan Direktur Utama PT Asabri periode tahun 2011 – Maret 2016, Mayjen Purn. Adam Rachmat Damiri, mantan Direktur Utama PT Asabri periode Maret 2016 – Juli 2020 Letjen Purn. Sonny Widjaja, Eks Direktur Keuangan PT Asabri periode Oktober 2008-Juni 2014, Bachtiar Effendi, mantan Direktur Asabri periode 2013 – 2014 dan 2015 – 2019, Hari Setiono, Kepala Divisi Investasi PT Asabri Juli 2012 – Januari 2017, Ilham W. Siregar dan Direktur Utama PT Prima Jaringan Lukman Purnomosidi.
Jumkah mereka ramsi seperti gerombolan mavia yang terorganisir dengan cara yang sangat sistematis dan canggih menggunakan jurus-jurus bisnis, ekonomi dan perbankan. Para tersangka yang membobol duit Tentara di Asabri itu diabtaranya adalah Dirut PT Hanson International Tbk, Benny Tjokrosaputro dan Komisaris PT Trada Alam Minera, Heru Hidayat.Adapun Benny dan Heru merupakan tersangka dalam kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya.
Perbuatan para tersangka ini bisa dikenakan pasal sangkaan primer, Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP serta subsidair Pasal 3 jo. Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP, menurut Leonard Eben Ezer Simanjuntak.
Akibat perbuatan para tersangka ini menurut Muhamad Idris Leobard diduga telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 23,7 triliun. Informasi yang dirilis oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan perhitungan sementara kerugian negara pada kasus korupsi PT Asabri (Persero) tembus Rp 23,7 triliun. Taksiran jumlah kerugian negara di kasus korupsi Asabri ini benar melampaui kerugian negara dalam skandal korupsi Jiwasraya sebesar Rp 16,81 triliun.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak menjelaskan kronologi kasus dugaan korupsi melalui cara pengelolaan keuangan dan dana investasi oleh Asabri ini, dilakukan dengan cara yang sangat sistematis dan terorganisir.
Kisahnya bermula pada tahun 2012 hingga 2019, Direktur Utama, Direktur Investasi dan Keuangan bersama Kadiv Investasi Asabri bersepakat dengan pihak luar dari Asabri. Dan mereka itu pun bukan konsultan investasi ataupun manajer investasi yaitu Heru Hidayat, Benny Tjokrosaputro dan Lukman Purnomosidi.
Mereka kemudian bersepakat untuk membeli atau menukar saham dalam portofolio Asabri dengan saham-saham milik Heru Hidayat, Benny Tjokrosaputro dan Lukman dengan harga yang telah dimanipulasi sebelumnya hingga menjadi sangat tinggi dengan tujuan agar kinerja portofolio Asabri terlihat baik. Lalu saham-saham tersebut menjadi milik Asabri, kemudian saham-saham itu kembali ditransaksikan lagi dengan pengendalian sepenuhnya oleh Heru, Benny dan Lukman atas dasar kesepakatan dengan Direksi Asabri.
Dalam transaksi saham ini jadi seolah-olah saham tersebut bernilai tinggi dan likuid. Padahal dalam transaksi yang dilakukan itu hanya transaksi semu belaka, dan menguntungkan Heru, Benny dan Lukman saja, serta merugikan investasi dari pihak Asabri.
Begitulah caranya mereka yang licik itu memblender duit Asabri hingga seluruh kegiatan investasi Asabri pada 2012 sampai 2019 yang tidak lagi dikendalikan oleh Asabri, namun seluruhnya hanya dikendalikan oleh Heru, Benny dan Lukman menjagi growong, habis puluhan triluan seperti dugaan yang terjadi pada Asuransi Jiwasraya serta BPJS Tenagakerja.
Cara yang paling sederhana untuk memahami penggerusan dana Asabri ini bisa dipahami seperti kejahatan perbankan yang terkenal dengan kasus BLBI yang tak kunjung terungkap sampai hari ini. Canya menjual bank itu kepada pemerintah dengan harga yang cukup mahal dengan dalih untuk menyelamatkan sejumlah bank yang dinyatakan berbahaya bila sampai bangkrut dan tutup itu, lalu pemerintah menjual kembali bank tersebut kepada pemiliknta dengan harga yang jauh dibawah harga jual tadi. Jadi jelas sisa duit dari penjualan untuk membeli jembali bank tadi itu, bisa dikantongi dengan riang gembira. Bila perlu sebagian dari duit yang sudah dikantongi itu, separo dari jumlah sisanya dapat dibagi-bagi kepada sejumlah mereka yang ikut terlibat memperlancar proses penggerusan dengan cara sustematis dan perkongsian dalam kejahatan menilep duit rakyat. Jadi memang keji dan sadis. Koruptor itu tak perduli duit itu punya siapa dan untuk apa, seperti dana bansos — uang rakyat yang dikelola pemerintah — yang sangat diharap dapat dikucurkan sepenuhnya kepada rakyat yang sedang didera berbagai masalah akibat Cobid-19 yang semakin mengganas sampai hari ini. Sementara PHK terhadap buruh dan karyawan akibat beragam usaha sedang macet tidak pula bisa dibendung.
Jakarta, 3 Maret 2021
Red.