Friday, October 18, 2024
HomeOpiniBudaya Agraris dan Maritim Yang Tergerus Oleh Budaya Industrial
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Related Posts

Featured Artist

Budaya Agraris dan Maritim Yang Tergerus Oleh Budaya Industrial

Global Cyber News.Com|Menurut hemat saya budaya kaum buruh Indonesia relatif baru dibanding budaya petani dan nelayan. Karena sejatinya budaya petani dan nelayan Indonesia — sebagai manusia bebas — baru saja mengenal budaya budak atau buruh upahan itu sejak bangsa asing datang dan mulai menjajah bangsa-bangsa Nusantara yang dahulu dikenal sebagai Negeri atau nagari — seperti di Sumatra Barat dan sekutarnya — yang disebut nagari.

Sisanya dari sebutan itu yang seperti yang masih melekat pada sebutan sejumlah Sekolah Dasar Negeri Mataram, Sekolah Teknik Negeri Metro atau Universitas Negeri Jakarta sekarang.

Bahasa ucap semac itu kini semakin langka dan terlupakan dalam khazanah pengetahuan maupun pahanan anak bangaa Indonesia yang semakin habis teegerus oleh budaya milineal masa kini yang semakin kebarat-baratan atau bersifat kapitalistik.

Karena itu budaya industri pun relatif baru. Jika sudah ada yang ditandai oleh rusaha batik di Jawa, saat itu masih bersifat usaha keluarga. Jadi hubungan kerja yang terjalin masih bersifat gotong royong.

Dalam budaya petani kita pun begitu. Belum ada istilah petani upahan. Yang terbangun adalah kerja bersama keluarga dan mendapat pembagian dari hasil panenan yang berhasil dikumpulkan oleh sanak saudara yang ikut memetik buah panenan, semacam saat panen kopi dan lada di daerah Lampung dan sekitarnya yang masih dapat dijumpai hingga tahun 1980-an.

Sekarang cara kerja petani Indonesia pun mulai dirasuki oleh cara kapitalisme, atas pertimbangan untung dan rugi, karena tak lagi berdasar pada ikatan tolong menolong, persis seperti cara kerja petani di Jawa sekarang yang memborongkan sebagian dari pekerjaannya pada orang lain. Saat panen pun tak lagi dilakukan dengan cara gotong royong, karena sudah cenderung diborongkan pekerjaannya, atau bahkan langsung dijual sekalian sebelum hasil panen itu dituai.

Budaya buruh atau budak boleh disebut sejak adanya tanam paksa yang dilakukan bangsa asing di Indonesia. Hingga lambat laun budaya buruh semakin menggeser budaya petani Indonesia yang bebas, mulai dari saat menanam hingga untuk menjual hasil panenannya kapan pun juga. Kebebasan ini jelas ditandai oleh adanya lumbung di sekitar rumah para perani untuk menyimpan hasil panenan itu agar dapat digunakan saat diperlukan sebagai stock pangan hingga keluarga perani Indonesia saat itu tidak akan pernah terancam oleh kelaparan.

Jika pun ada saudara dan anggota keluarga lain memerlukan bahanakanan itu, biasanya dengan senang hati akan diberi secukupnya untuk memenuhi keperluan pangan agar tidak sampai kelaparan.

Begitulah tradisi dan budaya petani kita pada masa lampau yang kini sudah tinggal kenangan saja.

Jadi pergeseran dari budaya agraris dan maritim menjadi budaya industrial di Indonesia memang relatif baru, seperti yang dibawa serta oleh kaum penjajah hingga budaya budak pun muncul sebagai bagian dari ekspresi pemerasan atau penjajahan dalam bentuk lain yang mengeksploitasi tenaga kerja manusia dengan sistem upah murah. Kerja lembur, bahkan sistem kerja kontrak agar mudah menggantikan dengan pekerja lain yang lebih menguntungkan dalam kalkulasi ekonomi maupun politik atau bahkan budaya dari ketergantungan satu pihak dengan pihak lain seperti yang terjadi pada hari ini di negeri kita.(Jacob Ereste)

Banten, 13 Mei 2021

Red.

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Latest Posts