
Penulis: Rusdianto Samawa, Front Nelayan Indonesia (FNI), Menulis dari Desa Tambak Sari Poto Tano – KSB.
Global Cyber News.Com| “Konflik agraria antara perusahaan (korporasi) dengan masyarakat transmigrasi Tambak Sari Poto Tano masih saja jalan buntu. Belum ada keinginan kuat dari pemerintah daerah dan pusat untuk menyelsaikan konflik ini. Penting, meretas jalan tengah konflik agraria masyarakat Transmigrasi dengan korporasi di Desa Tambak Sari Kec. Poto Tano. Buat PERDA Khusus Tambak Sari yang mengatur pengembalian lahan masyarakat. Butuh Solusi Cepat, Jangan Letoy?.”
Setelah berjalan isu konflik lahan Hak Guna Usaha (HGU) yang berlokasi di Desa Senayan dan Desa Tambak Sari, Kecamatan Poto Tano, Kabupaten Sumbawa Barat dalam beberapa puluh tahun ini, sejak 2002 hingga 2021, hingga kini belum ditemukan solusi yang baik. Keberadaan perusahaan masih ngotot.
Padahal PT. SAJ ini dan kemitraan perusahaan yang ada sekarang, telah memalsukan tanda tangan untuk meminjamkan modal kepada Bank Hafsa. Namun, perjalanan karena PT. SAJ Failid sehingga memindahkan pembukuan keuangannya kepada perusahaan lain melalui skema kerjasama investasi pengelolaan tambak udang windu tersebut.
Setelah PT. SAJ tidak mampu membayar Kredit dan di nyatakan kredit macet oleh pihak PT. Bank Harfa, maka PT. Bank Harfa mengajukan pelelangan ke PUPN Bima untuk segera di lelang semua asset PT. SAJ termasuk tanah rumah milik masyarakat transmigrasi 364 KK dan SHM 50 are milik masyarakat ikut di lelang
Dalam masa tenggang acuan pelelangan oleh PUPN, tiba – tiba PT. SAJ membagikan uang ke masyarakat transmigrasi masing – masing senilai 1 juta dan uang itu tidak jelas dan kami masyarakat transmigrasi beranggapan bahwa uang itu adalah uang santunan kepada plasma (kemitraan) atau biaya gaji yang tertunda selama ini.
Selama PT. SAJ tidak beroperasi karena uang itu tidak jelas peruntukannya sehingga banyak plasma (kemitraan) yang curiga dengan maksud perusahaan untuk menjebak masyarakat sebagai konpensasi pembayaran tanah, sehingga sebagian besar masyarakat transmigrasi menolak pemberian yang dilakukan PT. SAJ tersebut. Mengingat plasma (kemitraan) sebagai penerima uang hanya bertanda tangan diatas kertas kosong tanpa berita acara dan tanpa kata kalimat apapun dalam surat saat tanda tangan.
Tiba – tiba tahun 2013 muncul sebuah perusahaan baru setelah PT. SAJ. Ternyata, perusahaan baru muncul itu mengklaim atas kerjasama antara PT. SAJ dengan PT. Budi Harapan Jaya (BHJ). Kemudian, PT. Sekar Abadi Jaya (SAJ) menjalin mitra strategis dengan mitranya PT. Budi Harapan Jaya (BHJ). Karena, selalu mengalami kerugian. Apalagi, masa 1996 rezim soeharto turun dari keprabon. Tentu, berdampak pada PT. Sekar Abadi Jaya sehingga failid.
Kerjasama investasi untuk mengelola tambak udang tersebut melalui dengan PT. Budi Harapan Jaya (BHJ). Diduga PT Budi Harapan Jaya (BHJ) adalah anak dari perusahaan PT. Sekar Abadi Jaya (SAJ). Perusahaan PT. BHJ masuk kelola budidaya udang windu dan beroperasi pada awal tahun 2013.
Dari tahun 2013 itulah, pihak PT. BHJ klaim sebagai pemenang tender. Namun, kalau dianalisasi ada beberapa dugaan paling kuat atas kerjasama investasi itu, yakni; 1). Dugaan PT. SAJ menjual lahan masyarakat itu kepada PT. BHJ dengan dokumen surat SHM Masyarakat terdiri dari; 5 are dan 50 are; 2). Dugaan PT. SAJ menjual lahan tambak masyarakat transmigrasi kepada PT. BHJ dengan sistem menahan sertifikat lahan milik masyarakat.
Kemudian, 3). Dugaan PT. SAJ melelang lahan milik masyarakat transmigrasi tambak sari kepada Bank Harfa, kemudian tidak bisa bayar. Lalu Bank Harfa menyita asset PT. SAJ. Untuk menutupi itu, lalu PT. SAJ mengumumkan lelang penjualan lahan tanah tambak dan lainnya. Akhirnya, PT. BHJ pemenangnya. Kemudian, seluruh dokumen diambil alih oleh PT. BHJ.
Dengan demikian, 4). dugaan – dugaan diatas, sangat menguat mengingat PT. SAJ itu sudah mulai kolapse dan Failid sekitar tahun 2008 sehingga secara cepat menjual aset – aset tanah transmigrasi tersebut.
Lahan dikuasai PT. Bumi Harapan Jaya (BHJ)
Kemudian, setelah lahan dikuasai PT. Bumi Harapan Jaya (BHJ). Maka, mulai menata dan mengatur kembali kegiatan budidaya udang dengan merekrut tenaga pekerja plasma (kemitraan) yang baru. Sementara plasma (kemitraan) yang lama tidak di libatkan dalam kegiatan usaha budidaya. Berarti tidak semua masyarakat transmigrasi yang di pekerjakan oleh perusahaan PT. Bumi Harapan Jaya (BHJ).
Kemudian, kongkalikong PT. SAJ dengan PT. Bumi Harapan Jaya (BHJ) itu hanya kerjasama kelola, bukan ambil alih saham dan lahan. Mustahilnya lagi, PT. BHJ sebagai pengambil alihan asset tambak tersebut, tidak langsung terlibat dalam usaha budidaya tetapi di limpahkan kepada perusahaan lain dalam hal kegiatan budidaya. Karena masyarakat transmigrasi sebagai pemilik lahan sudah mencurigai dan tahu bahwa PT.SAJ, PT.BHJ dan PT. Bank Harfa masih bernaung satu atap. Ternyata ini kongkalikong paling besar untuk menjajah dan menguasai rakyat Tambak Sari Poto Tano KSB.
Perlawanan Rakyat Tambak Sari dan Pentingnya Keberpihakan Bupati KSB
Masyarakat transmigrasi sebagai pemilik lahan resmi sejak itulah masyarakat trans mulai bereaksi dan melakukan perlawanan dengan melaporkan hal ini kepada Pemerintah Daerah dan DPR, bahkan melaporkan ke kantor Wilayah Transmigrasi NTB di Mataram.
Perjuangan masyarakat Tambak Sari hingga ke Jakarta menemui Presiden Republik Indonesia melalui Kantor Staff Kepresidenan baru-baru ini. Hal itu, dilakukan berbagai cara dan upaya lakukan perlawanan. Masyarakat hingga kini tetap lakukan apapun upaya untuk menguasai kembali lahannya yang diambil oleh PT. SAJ, PT. BHJ dan Bank Harfa.
Kedepan, mestinya pemerintah merespon warga masyarakat secara baik dan benar. Mendahulukan kepentingan rakyat dari pada melindungi korporasi yang merusak usaha-usaha dan lahan masyarakat. Terkait, masalah konflik agraria ini, pemerintah daerah sangat lemah dalam mengambil kebijakan dan melindungi rakyatnya.
Dalam keadaan seperti ini, masyarakat trans akan melawan siapapun yang mencoba mengambil lahan masyarakat. Termasuk, ilegal investasi budidaya tambak udang vaname karena tidak ada ijin operasional dari pemerintah daerah.
Masyarakat Tambak Sari membutuhkan solusi, bahkan kecewa berat karena Bupati Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) yang ternyata tidak mengindahkan surat Perintah dari Dirjen Pengembangan Kawasan Transmigrasi Pusat NO. B.109/DPDTT/DPK Trans 01/2017 untuk kembalikan lahan tersebut kepada masyarakat transmigrasi Tambak Sari.
Red.