Global Cyber News.Com| “Kadang kampanye lingkungan dan konservasi mengakibatkan nelayan tidak dapat bekerja. Pelarangan pada nelayan senorkeling (penyelaman) karena kekerasan verbal atas kampanye konservasi. Emang program kampanye lingkungan bisa kasi makan dan sekolah anak maupun keluarga nelayan? kan tidak. Bulshit kampanye lingkungan tanpa melihat sisi kemanusiaan dan sosial kesejahteraan.”
Penulis: Rusdianto Samawa, Pendiri Teluk Saleh Institute (TSI), Menulis Pulau Bungin dan Pulau Kaung – Sumbawa.
Beta Salahuddin Labuhan Haji Pulau Moyo sehari-hari beraktivitas sebagai nelayan snorkel (senorkeling) atau penyelam. Tetapi, sampai saat ini masih aman. Nelayan senorkel di Labuhan Haji terbatas populasinya sekitar 30 – 50-an kepala keluarga.
Nelayan snorkel (penyelam) diseluruh Indonesia, populasi sekitar 2 juta lebih kepala keluarga, mulai dari nelayan kompresor dan nelayan snorkel itu sendiri.
Aktivitas mereka sehari-hari menjadi nelayan senorkel. Penghasilan bisa 200-300Kg permalam. Mereka bisa menghidupkan anak, keluarga dan aktivitas dagang. Sementara, nelayan kompresor lebih besar yang terdiri penyelam penangkap ikan dan lobster.
Semua nelayan snorkel (penyelam) ini sedang dalam ujung tanduk. Pasalnya, regulasi sejak dahulu sudah ditetapkan dilarang. Tentu, tekanan yang terjadi hingga sekarang karena justifikasi pemerintah (pemangku) kebijakan bahwa penyelaman dilarang dengan gunakan alat penyelam seperti Peralatan Diving; Masker, Mask Full Face Tali Karet, Kacamata Renang dan kompresor.
Regulasi proses pengawasan, pelaporan, dan penindakan kepada para pelaku destructive fishing membuat nelayan snorkel (penyelam) terancam kehidupannya. Memang, memakai kompresor ditetapkan pemerintah merusak sebagai alat penangkapan tidak ramah.
Padahal, kalau sistem pengawasan, bisa dilakukan secara selektif. Tanpa harus menjustifikasi perusak ekosistem laut. Apakahi terumbu karang. Nelayan bisa diajak berdialog dan penyuluhan secara aktif bahwa penangkapan ikan dengan cara merusak (destructive fishing) menjadi kegiatan yang harus diawasi secara baik dan benar. Tanpa menjustifikasi merusak. Utamanya, tetap mengajak nelayan berkomitmen ingin menjaga kelestarian alam laut.
Pemerintah juga harus memikirkan solusi dan pertimbangan atas larangan terhadap nelayan snorkeling. Karena kebutuhan pangan dan perbelanjaan keluarga masyarakat nelayan snorkel sangat penting juga menjadi perhatian pemerintah. Karena ketergantungan ekonomi nelayan snorkel sangat banyak seperti hutang, modal, perahu, peralatan snorkel dan lainnya.
Semua aktivis dan pemerhati kelautan perikanan memikirkan praktik destructive fishing memang sangat berbahaya masa depan laut itu sendiri. Namun, pemerintah juga bisa pertimbangkan metode penanganan yang baik dan seimbang.
Secara ekonomi, pelarangan nelayan memakai kompresor dan diving berpengaruh pada proses transaksi bisnis dan perputaran ekonomi. Bisa berdampak pada pasar-pasar penjualan ikan dan lobster. Secara regional, ekspor lobster menurun. Pendapatan untuk memenuhi kebutuhan keluarga nelayan snorkel juga pasti menurun.
Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk ikut menjaga keberlanjutan kehidupan nelayan yang pakai kompresor dan snorkel. Tentu, bisa diajak dialog dalam proses penggunaan kompresor dan alat diving itu sendiri, melalui kerja sama regional yang melibatkan banyak stakeholders yang mencakup upaya pengelolaan sumber daya sehingga upaya berkelanjutan, perlindungan, dan ketahanan pangan terwujud.
Red.
