Global Cyber News.Com|Justru memasuki usia pensiun, Eko Sriyanto Galgendu yang lahir di Surakarta, 18 Juli 1967 semakin melesat aktivitas kegiatan serta pengembaraan spiritualnya.
Ia mengaku cuma sempat singgah sejenak di ATMI (Akademi Teknik Mesin Indonesia) Solo untuk pendidikan formal yang ditempunya. Selebihnya hanya akadeni yang diasuh oleh tenaga ahli khusus dari Jerman dan Francis itu yang diarunginya — selebihnya adalah Universitas Jagat Raya — dengan cara melakukan pencarian untuk mebekali dirinya, lalu menjadi asyik menekuni dunia spiritual sampai sekarang.
Begitulah penuturan yang selalu dia ucapkan dalam berbagai kesempatan. Belajar langsung dengan para tokoh agama dan budaya, mulai dari Sinuwun Paku Buwono XII hingga Gus Dur, KH. Profesor Habib Khirzin serta tokoh agama Khatolik, Ignatius Kardinal Suharyo sejak mssih memangku Keuskupan Agung di Semarang Jawa Tengah.
Bahkan sejumlah Raja dan tokoh agama mulai dari Jaea, Bali hingga Ternate, menjadi telah menjadi bagian kawan dan sahabatnya untuk menekuni dan mendalami soal agama dan budaya hingga berujung pada spiritualitas.
Gerakan Moral Rekonsiliasi Indonesia (GMRI) pun dia warisi dari sejumlah tokoh sepuh — ketika itu sekitar 30 tahun silam — Eko Sriyanto Galgendu masih terbilang berusia muda dibangding dengan Paku Buwono XII maupun Gus Dur yang mendirikan GMRI lengkapi dengan Akte Notaris yang tercatat secara formal hingga kini dipegangnya sampai sekarang.
Atas dasar itu pula ia merasa punya kewajiban untuk terus melanjutkan perjuangan yang telah menjadi komitmen mereka bersama sampai sekarang. Yaitu, membangun kebangkitan kesadaran dan pemahaman spiritual bangsa Indonesia untuk menyambut kebangkitan peradaban baru di bumi Nusantara yang telah menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Forum Lintas Agama pun yang dipegangnya sejak 20 tahun silam itu mengemban amanah untuk menjaga kemuliaan para tokoh agama yang ada di Indonesia. Tugas ini pula yang dia rasakan berada di atas pundaknya.
Karena itu tidaklah mengherankan bila Ayah dari dua putri yang cantik ini memiliki sahabat dalam jalur lintas agama yang sangat panjang rentangannya.
Mulai dari Ustad, Pendeta, Bhiku, Uskup bahkan Kardinal termasuk tokoh Penghayat Kepercayaan, jadi rukun dalam besutan yang dilakukannya.
Semua aktivitas kegiatan nirlaba ini sepenuhnya dia tanggung sendiri dengan hanya mengandalkan usaha kuliner yang telah memiliki sejumlah armada dan cabang yang berpusat di Jl. Ir.H. Juanda No. 4 Jakarta Pusat dengan branding RM. Ayam Ancur dan Soto Gubeng.
Menurut Mas Eko, demikian sapaan akrab bagi lelaki “lemu” yang luas berkawan dengan aktivis maupun kaum pergerakan lainnya, sesungguhnya dia memiliki banyak peluang untuk mengembangkan bisnis dalam berbagai sektor usaha yang lebih “kakap” kelasnya. Tapi Mas Eko seperti menikmati betul makna dari istilah “nrimo ing pandum” dengan segenap rasa syukurnya yang telah menjadi semacam ketetapan hati. Karena apa yang sudah dimiliki dan bisa dilakukannya sekarang ini, dia anggap telah lebih dari cukup untuk membiayai semua kegiatan yang dilakukannya tanpa pamrih itu. Karens hasrat dan keinginannya cuma ingin melihat dan menyaksikan segenap warga bangsa Indonesia mempunyai suatu kesadaran serta pemahaman spiritual untuk saling menjaga kelestarian, keserasian dan keseimbangan dan keselarasan antara ruh dan badan seperti yang dipahami oleh banyak orang tenran hal yang bersifat lahir dengan hal lain yang bersifat batin.
Agaknya, demikian itulah upaya pencarian yang sejati dari hasrat besar Eko Sriyanto Galgendu selama ini. Dia mencari dan ingin membangun keseimbangan antara yang lahir dan yang batin itu sepanjang jalan spiritual yang justru terkesan lebih dominan telah diabaikan oleh banyak orang, termasuk para pemimpin di Indonesia yang sepatutnya harus dan wajib menjadi panutan.
Cibubur, 15 Mei 2022
Red.