Global Cyber News.Com|Resufle Kabinet Joko Widodo di penghujung kekuasaan yang nyaris rampung ditinaikan — terlepas dari kegagalan dan keberhasilan yang sidah dilakulan –sebetulnya seperti orang yang lapar tapi terlanjur telat waktunya untuk makan. Jadi wajar saja bila gairah tidak lagi selahap jika dilakukan pada waktunya yang tepat. Karena lauk pauk dan nasi gurihnya pun sudah dingin.
Jadi semacam ibarat makan siang terlanjur tertunda sampai waktu sore, tak hanya lauk pauk yang sudah terkesan basi, tetapi juga selera makan pun sudah drop ke titik nol. Lalu kebingungan pun bisa terjadi, harus dimulai dilahap dari mana yang terbaik untuk dilakukan. Apalagi perseteruan tentang menu suguhan masih jadi sengketa. Seperti Luhut Binsar Pandjaitan misalnya yang getol membuat kebijakan kontraversial itu langsung menggebrak hendak menghapus minyak goreng curah, sementara Zulkifli Hasan bisa jadi dua kali melakukan kesalahan karena terlanjur berjanji akan membereskan masalah minyak goreng untuk keperluan rakyat kecil, karena kalau tidak bisa diwujudkan jadi sempunanya kesalahan yang bisa diingat rakyat sepanjang hayat dikandung badan.
Karena itu catatan pertama yang patut diingatkan pada semua Menteri hasil resufle janganlah terlalu gampang mengumbar janji. Soalnya bukan karena banyak saja disebabkan oleh janji-janji sebelumnya sudah terlalu diberikan, sebab itu semua akan kenambah rakyat menjadi puyeng.
Sebetulnya, sebagai warga masyarakat kebanyakan sungguh bingung pada tujuan utama dari resufle kabinet ini dilakukan Joko Widodo. Karena resufle itu sendiri telah menjadi bagian dari pekerjaan tambahan yang meyakinkan bila pilihan dari menentukan kabinet sebelumnya tidak atas dasar kapasitas kemampuan yang bersangkutan, sehingga terkesan asal comot atau menerima udulan begitu saja sosok calon menteri yang disodorkan oleh Partai Politik — yang bisa jadi tugas yang dititipkan partai sekedar untuk mecari pundi-pundi semata, bukan hendak mengemban amanah partai yang berasal dari aspirasi konstituen.
Maka itu bila sampai terjadi pengkhianatan — korup dan melakukan tindak kejahatan — sesungguhnya semua itu berasal dari pendidikan kader partai juga adanya.
Akinatnya tentu saja semua itu harus ditanggung oleh partai politik yang menunjuk kadernya itu bukan yang terbaik dalam arti berakhlak mulia serta etika serta moral sungguh teruji dan mumpuni.
Setidaknya, untuk seorang calon menteri yang hendak diajukan oleh partai sebagai jatah dari konsesi koalisi yang telah dijanjikan sebelumnya, bisa saja dibebani tugas untuk mengisi bandkas partai, namun dengan cara yang cantik dan elegan hingga menghilangkan marwah partai seperti yang dicopot ditengah jalan seperti sekarang.
Maka itu kecemasan rakyat kebanyakan seperti saya, cukup memiliki kekhawatiran juga, jangan-jangan akibat resufle dipenghujung kekuasaan ini biasnya akan menjadi beban bagi rakyat yang sudah sempoyongan menghadapi beban hidup yang semakin berat.
Karena itu tolong yakinkah rakyat bila hasil resufle kabinat dalam kondisi dan suasana yang super darurat seperti sekarang ini, tidak semakin menambah kecemasan rakyat yang semakin sulit digambarkan. Sebab wujud kecemasan yang sudah amat sangat mengkhaeatirkan itu, persis lukisan abstrak yang sungguh sulit ditebak maknanya. Jadi kayaknya, membaca abstraksi Indonesia pasca resafle kabinet Joko Widodo dipenghukung kekuasaannya sekarang ini, persis seperti lulisan abstrak yang bisa multi tafsir dalam memandang Indonesia hari ini dan esok seperti yang didedahkan oleh WS. Rendra dalam sajak-sajak Sepatu Tua yang pernah ditulisnya. Atau myngkin pula yang telah dipaparkannya dalam “Potret Pembangunan” dalam karya puisinya yang lain.
Banten, 16 Juni 2022
Red.
