![](https://globalcybernews.com/wp-content/uploads/2022/08/02a-16-576x1024.jpg)
Global Cyber News.Com|Dalam Sidang Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 14 Agustus 1947 di Lake Success, New York, Amerika Serikat, seorang lelaki muda berwajah Melayu, berambut ikal, usianya 38 tahun, tingginya tidak mencapai 1,60 meter mengurai pandangannya dengan tenang.
Dari caranya berbicara, kelihatan ia tak terpancing pernyataan provokatif Eelco R. Van Kleffens, salah seorang yang mewakili kubu lawannya. Kleffens seorang pejabat senior kementerian luar negeri Belanda.
Ketimbang menyusun argumentasi, Kleffens membeberkan aneka perilaku buruk kalangan Republiken.”Mana yang Anda percaya, mereka atau orang-orang beradab seperti kami,” begitu ia menutup presentasinya, seperti yang terekam dalam dokumentasi video Des Alwi.
Lelaki itu, Sutan Sjahrir, menjawab kalem, argumentasinya tak beringsut dari satu titik: Belanda melanggar perjanjian Linggarjati.
“Saya yakin anggota dewan dapat menilai, apakah tuduhan Belanda tersebut benar atau salah. Namun ada satu fakta yang hendak saya tekankan, pihak Belanda tidak membantah semua fakta yang terungkap pada pernyataan terakhir saya,” kata Sjahrir.
Dimana Belanda mengingkari perjanjian Linggarjati. Ketimbang membantah pernyataan saya, pihak Belanda justru mengajukan tuduhan yang tak terbukti,” jelasnya dalam Bahasa Inggris yang cukup fasih.
Ia bercerita tentang kejayaan Indonesia seribu tahun silam dalam formasi Kerajaan Majapahit, kemudian menampilkan gambaran kontras.
“Namun, karena penjajahan Belanda selama tiga setengah abad, bangsa kami mengalami kemunduran total,” ujarnya.
Sutan Sjahrir menepis anggapan bahwa kemerdekaan Indonesia pemberian Jepang, meminta bantuan PBB untuk bertindak sebagai penengah dalan konflik Indonesia-Belanda.
Dan meminta agar PBB mengeluarkan putusan untuk memaksa Belanda mundur dari daerah republik. Sayang, kedua permintaan itu tidak terpenuhi.
Meski begitu, menurut Charles Wolf, penulis buku The Indonesian Story’: The Birth, Growth, and Structure of the Indonesian, kemenangan tetap berada di pihak republik muda itu.
“Pidato Sjahrir menarik, canggih dan efisien,” tulis Wolf. Itulah sebabnya, surat kabar berpengaruh di negeri Paman Sam, New York Herald Tribune, pada 15 Agustus 1947 menambahkan pidato Sjahrir sebagai “salah satu yang paling menggentarkan di Dewan Keamanan”.
Dari situlah dukungan dunia internasional mengalir. Bukan hanya dari para sahabat seperti India, Filipina, Australia, dan Suriah, tapi juga dari negara seperti Rusia dan Polandia.
Komisi tiga negara yang beranggotakan Australia, Belgia, dan Amerika Serikat pun dibentuk sebagai mediator konflik Indonesia-Belanda. Yang terpenting, Belanda gagal menerapkan keinginannya, melakukan pendekatan unilateral melalui kekuatan bersenjata Red.
Red.