Global Cyber News.Com|-Karo I Setiap tahunnya, Ongkos Naik Haji (ONH) Indonesia selalu membuat para calon haji (calhaj) di Indonesia, terutama Sumatera Utara ketar ketir untuk memenuhi panggilan Allah SWT ke Tanah Suci, Mekkah.
Pada musim haji 1444-H/tahun 2023 ini, Menag RI, mengusulkan ONH sebesar Rp.69 juta saat RDP dengan Komisi VIII DPR RI beberapa waktu lalu. Usulan ini tentu saja membuat para calhaj di Indonesia merasa gaduh dan resah karena kuatir tidak bakalan terwujud panggilan Illahi ke Tanah Suci.
Selanjutnya, di tengah keresahan tingginya usulan kenaikan ONH, muncul pula pernyataan yang disebut-sebut tidak kalah menyakitkan hati. Datangnya dari Ketua MUI yang menyatakan, bahwa kenaikan ONH menjadi Rp.69 juta, itu wajar dan sah adanya. Karena naik haji itu bagi orang yang mampu. Ini juga disuarakan sejumlah Kakanwil Kemenang provinsi dan Kakan Kemenag kabupaten/kota di Indonesia.
Di tengah kesimpangsiuran kenaikan haji pada tahun 2023, akhirnya setelah beberapa kali pertemuan Menag RI dengan Komisi VIII DPR RI, ONH diputuskan menjadi Rp.49 juta lebih. Itupun setelah terjadi pemangkasan di sana-sini, termasuk living cost bagi calhaj yang semula 1500 rial atau Rp.6 juta, menjadi 750 rial atau sekitar Rp.3 jutaan.
Namun begitu para calhaj di Sumut, terutama kota Medan juga masih bertanya-tanya kenapa Kepres belum juga turun menjelang puasa satu minggu lagi, untuk pelunasan ONH.
Hal ini juga dipertanyakan Anggota Daerah Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Sumut, H.M.Nuh saat dikonfirmasikan masalah tersebut di kediamannya di Medan, Jumat, (17/3/2023).
“Jujur, saya sendiri tidak ikut membahas masalah tersebut. Namun saya heran juga kog kenapa masih ada bahasa subsidi. Karena menurut kata orang yang pernah ikut haji proda atau haji plus, ukuran harga itu ternyata di platation haji, makanya jadi mahal. Jadi antara biaya perorangan dalam platation dengan keputusan ONH, itu ada yang bersubsidi.
Padahal, kalau belajar dari Malaysia, negara itu, melakukan kontrak gedung untuk asrama penginapan itu sudah jauh jauh sebelumnya, 4-5 tahun sebelumnya sudah dilakukan. Jadi harganya nggak mahal. Kalau kita biasanya kan setiap tahun. “Untuk dana haji, paling tidak dari setoran awal Rp.25 juta kan sudah tersimpan di atas 10 tahun, mestinya bisa dikelola,”katanya.
Menyinggung apakah dana haji ada dipakai untuk IKN atau lainnya. M.Nuh tidak mengetahui secara pasti. Karena semuanya terkesan tidak transparan. Umpamanya dana BAZNAS diduga dipakai dan dana haji ada dipakai. Tapi, benar atau tidaknya, kita tidak tahu secara pasti.
Disebutkan, ketika ia masuk di APBN, artinya dana itu kan dimasukkan di kas negara. Mantan Ketua Fraksi FKS DPRD Sumut ini juga mengakui, bahwa memang negara punya kewenangan dan punya kesempatan mengelola itu, kalau ada hal-hal yang darurat.
Cuma, lanjut M.Nuh, publik atau masyarakat jadi ketar-ketir, jadi kuatir. Gimana kalau tidak kembali. Kan gitu, katakanlah dana haji yang tersimpan 10 tahun ke depan. Bisa diberdayakan. Tapi buktinya sekarang ini kan mandeg.
“Kemudian nanti saat diperlukan, tapi duitnya belum ada, kan masyarakat jadi kuatir. Karena ini persoalan tras atau kepercayaan kepada penguasa. Jadi sangat sensitif sifatnya,” pungkasnya. (pl)
Red. Pandi Lubis