Monday, January 6, 2025
HomeNasionalAGREGAT POLITIK CAPRES VERSUS MANEUVER STRATEGY EFFECT
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Related Posts

Featured Artist

AGREGAT POLITIK CAPRES VERSUS MANEUVER STRATEGY EFFECT

Penulis : Andi Salim

Global Cyber News.Com|Istilah “agregat” dalam sepak bola adalah jumlah skor setelah para tim yang sama melakukan pertandingan kandang dan tandang. Artinya selisih gol kemasukan dan memasukkan ke gawang lawan akan menjadi nilai sebuah kemenangan. Istilah ini pun sering dikenal pada ilmu ekonomi untuk menghitung besaran dampak sebuah permintaan dan proses produksi guna memenuhi permintaan pasar baik dari skala jumlah maupun waktu yang dibutuhkan. Sehingga pada keadaan tertentu guna memenuhi permintaan pasar yang tinggi dimungkinkan pertimbangan lain yang bersifat fleksibel mengingat keadaan permintaan yang cenderung berfluktuasi. Dalam kontestasi politik pun masih memungkinkan istilah ini diambil untuk menggambarkan keadaan politik yang saat ini sedang berkembang.

Coat-tail effect atau efek ekor jas pun sering menjadi istilah umum yang terdengar untuk merujuk kepada hasil yang akan diraih oleh suatu pihak dengan cara melibatkan tokoh penting atau tersohor, baik langsung maupun tidak langsung dapat dimaknai bahwa pengaruh figur atau tokoh tersebut untuk meningkatkan perolehan suara partai di setiap pemilu yang di ikutinya. Figur atau tokoh yang terlibat bisa berasal dari calon presiden atau pun calon wakil presiden yang akan diusung. Sederhananya, partai politik akan mendapatkan limpahan suara dalam pemilihan umum anggota legislatif bila mencalonkan orang-orang yang populer hingga pada akhirnya berdampak terhadap elektabilitas partai tersebut. Cara inilah yang sering dilakukan oleh partai politik guna memenangkan pertarungannya dari pemilu ke pemilu yang diperhelatkan.

Dalam hal menggambarkan dinamika politik, tentu dibutuhkan strategi dan perencanaan yang terukur, sebab hasil dari sebuah proses taktik politik adalah bagaimana merancang kepesertaan masyarakat untuk terlibat secara aktif pada tujuan-tujuan yang dilakukan oleh seseorang atau sebuah organisasi partai politik dalam memasarkan gagasannya. Termasuk menggunakan aspek marketing politik sebagai variasi dari sebuah kebijakan komunikasi politik untuk mempromosikan seseorang atau kerja-kerja politik dengan menggunakan metode serta alat peraga komersial sebagai perangkat strategi yang dapat digunakan oleh organisasi-organisasi politik guna mencapai tujuan melalui program-program politik yang dipasarkan, sekaligus menempatkan orang-orang yang berkompeten guna menajamkan pada tujuan sasarannya.

Kemasan politik inilah yang bertujuan agar figur yang ditawarkan serta janji kampanye yang dilontarkan dapat diterima sebagai produk yang dipasarkan. Sebab bagaimana pun, program-program kerja yang ditawarkan oleh seseorang atau partai politik harus sesuai dengan keinginan masyarakat selaku pihak pemilihnya. Kombinasi antara demand dan supply dari setiap permintaan atau keinginan masyarakat itu akan tercermin dari seberapa besar minat masyarakat yang bersedia menerima tawarannya. Apalagi terdapat perbedaan tingkat keadaan dan status pemilih, apakah mereka sebagai kelompok pemilih tradisional yang sering terdapat di pedesaan atau pemilih rasional yang banyak dijumpai diperkotaan, maka fakta ini membutuhkan ketelitian dan kecermatan khusus untuk mempelajari prilaku serta selera mereka tentunya.

Sekelumit pemikiran diatas menurut penulis menjadi parameter betapa partai politik harus memperhatikan berbagai komponen serta dampak yang positif kearah soliditas dan solidaritas pada iklim kampanye yang disajikan. Sehingga wacana koalisi besar yang saat ini digagas harus harus dijaga dan terjaga pada tujuan dan haluan politik nasionalisme kebangsaan dari saling berhadapannya antara politik yang berakar pada identitas penduduk dengan politik yang berbasis pada ideologi negara, dimana kontestasi pilpres 2024 nanti bukan sekedar pertarungan partai politik namun juga oleh pentingnya segenap warga bangsa indonesia dalam menyikapinya. Sehingga syahwat politik perseorangan atau kelompok menjadi tidak penting jika dikaitkan dengan persatuan dan kesatuan di atas sikap toleransi yang harus tetap dipertahankan.

Sekalipun segala kepentingan itu datangnya dari niat baik dari mereka yang menyampaikannya. Apalagi pasca diumumkan Ganjar Pranowo sebagai Capres PDI Perjuangan, tentu saja ini mendatangkan rivalitas di internal Koalisi Besar yang akan terbangun. Maka, tak heran setiap perhatian masyarakat tertuju pada siapa yang akan mengalah atau malah dikalahkan sebagai capres dan cawapres di atas kepentingan pembentukkan Koalisi Besar tersebut. Sebab lawan bagaimana pun, lawan kubu nasionalisme kebangsaan kali ini adalah mereka-mereka yang menghalalkan segala cara termasuk bersikap intoleransi guna menerapkan politik identitas dari setiap lini kampanye mereka. Indikator itu terlihat, dimana saat ini saja ada beberapa daerah yang mulai dihebohkan atas pelarangan ibadah agama lain demi memunculkan dampak psikologis bagi masyarakat luas.

Hal ini mengkonfirmasi bahwa mereka telah siap dan begitu matang untuk memulai pertarungan pilpres 2024 dengan mendatang cara-cara dan strategi politiknya melalui penyebaran atas penerapan sikap intoleransi secara sepihak yang tentu saja tidak menginginkan persatuan dan kesatuan bangsa ini terjaga secara utuh. Jika mereka membangun sikap intoleransi itu yang datangnya dari upaya politik berbungkus fanatisme beragama yang radikal, maka disadari atau tidak, bahwa negara justru memangkas militansi nasionalisme berbangsa atas warga negaranya, sehingga secara otomatis sikap ini hanya dimiliki generasi-generasi terdahulu yang pernah mendapati pelajaran Pendidikan Moral Pancasila, pendidikan Kewarganegaraan, atau mata pelajaran P-4 serta atas Penataran- penataran lain yang pernah di ikutinya.

Publik tentu menjadi paham tatkala kunjungan Prabowo ke berbagai tokoh senior bangsa ini, mulai dari pertemuannya dengan Wiranto, Abu rizal Bakrie, AM Hendro Priyono, dan yang lainnya. Tentu dicermati dalam upaya penjajakan politik bagi pencalonan dirinya dalam pilpres 2024 kali ini. Termasuk silaturahimnya ke kediaman Jokowi di Solo pada saat lebaran hari pertama yang lalu. Apalagi menyiratkan pernyataan Hasto kristianto yang menyatakan bahwa pencapresan Ganjar Pranowo adalah harga mati bagi PDI Perjuangan. Sehingga “kalau Bu Mega udah ambil keputusan ini tidak akan berubah meskipun matahari terbit dari Barat,” demikian kutipan pernyataan dari Hasto kepada wartawan di Kantor DPP PDIP, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (24/2023) lalu. Tidakkah semua itu menggambarkan situasi yang memanas antar kubu sehingga bukan mustahil mendatangkan keretakan bagi Koalisi Besar nantinya.

Tanpa mengurangi rasa hormat publik terhadap eksistensi Prabowo Subianto selama ini, mengingat usia beliau yang sudah tidak muda lagi bila dibandingkan dengan capres-capres lain yang ada, serta sikap Nasionalisme yang tinggi terhadap bangsa dan negara, serta dengan mengindahkan segala bentuk termasuk latar belakangnya yang sering menjadi isu yang kurang sedap bagi mereka yang berseberangan politik terhadap dirinya. Maka tidak ada salahnya jika masyarakat menilai semua itu secara keseluruhan, sekaligus mengharapkan agar beliau bersedia untuk mendampingi Capres Ganjar Pranowo yang saat ini dimunculkan publik melalui berbagai dorongan yang terkesan menjadi desakkan masyarakat terhadap Ketua Umum PDI Perjuangan hingga pada akhirnya mengabulkan keinginan itu bagi kepentingan masyarakat luas pada umumnya.

Tulisan ini tidak bermaksud menyudutkan siapapun atas berbagai opini yang disampikan. Tentu saja terdapat pro dan kontra yang datang dari berbagai sudut pandang pembacanya. Namun harus pula direnungkan, bahwa jika Megawati dan para tokoh-tokoh lain mampu sekedar mengawasi jalannya pemerintahan, maka, pilpres 2024 nanti diharapkan menjadi putaran akhir dari masa-masa sisa waktu menjelang Prabowo menemukan legacy politiknya bagi negeri tercinta ini. Walau banyak tokoh muda yang saat ini bersedia menjadi Cawapres guna mendampingi Ganjar, namun hal itu tidak berdampak atas pecahnya Koalisi Besar yang menjadi lokomotif bagi kemenangan kubu nasionalisme kebangsaan. Eksistensi Prabowo ini sulit dipungkiri, termasuk partai Gerindra yang mendudukan legislatifnya di Senayan sebanyak 78 anggota dari pemilu 2019 lalu.

Red.

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Latest Posts