Friday, October 4, 2024
HomeNasionalSIAPAKAH KELOMPOK YANG BERPALING DARI KECINTAANNYA TERHADAP NKRI
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Related Posts

Featured Artist

SIAPAKAH KELOMPOK YANG BERPALING DARI KECINTAANNYA TERHADAP NKRI

Penulis : Andi Salim

Global Cyber News.Com|Oposisi adalah satu posisi berseberangan yang datangnya dari partai penentang di dewan perwakilan rakyat berfungsi untuk mengkritik pendapat atau kebijakan politik dari golongan mayoritas yang berkuasa. Sebagai partai penentang penguasa atau koalisi dari partai pendukung pemerintah guna mengkritik segala pendapat atau kebijakan politik yang akan diterapkan. Namun saat ini pun marak suara atau kritik yang diangkat justru datangnya dari kelompok parlemen jalanan, walau hal itu diluar instrumen konstitusi yang semestinya. Sebab mereka pun memiliki kelompok dengan kekuatan massa yang sama kuatnya untuk menggoyang kebijakan pemerintah pula.

Kelompok itu adalah para pemalas yang hidupnya ingin dengan mudah mendapatkan upah atau mendapatkan hasil dari aktifitasnya, dengan cara mendukung gerakan tertentu, namun dibalik itu berharap untuk mendapatkan timbal balik secara instan yang sesuai dengan keinginannya kepada pihak yang mengajak mereka untuk bergabung. Disamping itu, terdapat kelompok lain, dimana kelompok ini yang secara intelektual memiliki latar belakang akademik, dan telah bekerja sebagai ASN namun tidak memperoleh posisi apapun sehingga berharap dengan mendukung gerakan tertentu, mereka akan menciptakan efek positif terhadap karir dan jabatan yang di inginkannya

Sedangkan dari para pekerja swasta, memang terdapat kelompok yang ingin mendapatkan peluang lain sebagai tambahan income dari kepesertaannya dalam organisasi tersebut, dimana celah itu akan dimanfaatkannya sebagai second change bila kondisi perubahan itu akan terjadi dan menjanjikan atas pertisipasi mereka untuk berpindah profesi atau hal-hal lain yang terdapat pada organisasi tersebut. Namun semua itu, tentu saja masih ada kelompok lain, yaitu kelompok campuran, dimana keberadaan mereka dianggap justru sebagai perekat dari semua komponen diatas, dimana mereka berasal dari kelompok organisasi politik yang berstatus oposisi, kelompok keagamaan dari ekstrem kanan jauh dan organisasi kepemudaan yang cenderung layaknya preman pada setiap aksinya.

Dari skenario diatas, tentu masing-masing pihak berupaya mensearching apa yang diharapkannya, entah berupa peluang atau akses lain guna mendapatkan informasi apa yang sekiranya memberikan manfaat bagi diri dan kelompoknya masing-masing. Segala aksinya tentu akan dinyatakan dalam bentuk demonstrasi massa yang berasal dari berbagai kelompok diatas, sehingga benalu bangsa ini tak jarang terlihat kompak dan saling terikat dari komunikasi yang dibangun via media sosial yang saat ini tersedia. Pada lapisan bawah sebenarnya tingkat partisipasi ini mudah untuk dipatahkan, walau keberadaan mereka terbilang banyak diberbagai daerah, namun mereka bukanlah gerakan yang secara ideologis bertujuan ingin merusak NKRI ini.

Partisipasi kehadiran mereka sebenarnya hanya sebatas mencari peluang layaknya untuk memperoleh tambahan untuk meringankan beban hidupnya, yang sebenarnya masih searah dengan target pemerintah, seperti tersedianya lapangan pekerjaan, jenjang karir yang objektif dan menekan politik dinasty yang berdasarkan sistem kroni sehingga jabatan politik pada tumbuhnya karir ASN tidak mengalami kebuntuan, atau sistem pengupahan baik UMR dan UMP yang dirasakan begitu lamban dalam menciptakan efek kesejahteraan. Sehingga, ketika peluang itu datang dari para bohir yang menjanjikan hal-hal tersebut, dengan mudahnya kelompok ini menyediakan dirinya untuk benafit apa yang bisa mereka dapatkan.

Tentu saja mereka tidak melihat keseimbangan lain, semisalnya ketersediaan lapangan pekerjaan dibalik investasi domestik atau PMDN dan investasi asing / PMA yang secara bertahap sedang diupayakan pemerintah. Atau para intelektual yang berprofesi sebagai ASN tersebut menyalurkannya melalui sumbangsih mereka pada gerakan good goverment dan good gevernance agar terjadi reformasi birokrasi ditengah pemerintahan kita yang sarat dengan pola-pola feodal, Atau enggannya para pekerja swasta dalam membangun SDM guna meningkatkan kualitas keterampilan lain agar jenjangnya lebih terbuka dan mendapatkan porsi kesempatan yang sesuai dengan harapannya.

Pengertian yang demikian tentu sebuah proses penularan cara berfikir yang diestafetkan oleh pihak-pihak bohir mereka yang dengan sengaja memberikan shortcut dari sekian mata rantai dari sebuah sistem kebijakan atau paling tidak mengajak berfikir yang secara pragmatis bisa diterapkan kepada punggawa-punggawanya agar bekerja secara politik untuk lebih giat, baik melakukan ajakan pada pemahaman yang seakan-akan segalanya mudah digapai, hingga kesalahan-kesalahan dari sebuah kebijakan pemerintah yang secara dangkal dipahaminya. Maka tak heran, jika saat ini berbagai informasi hoaks berseliweran layaknya lalat yang berdatangan disaat musim buah tiba.

Pada dasarnya tidak begitu sulit untuk mencurigai, siapa dalang atas hadirnya kelompok-kelompok ini, apalagi biaya politik yang dirasakan murah dalam mendapatkan suatu jabatan apapun di republik ini, dimana biayanya tidak akan lebih tinggi dari angka 1% dari total anggaran baik APBN atau pun APBD selama 5 tahun berkuasa. Bahkan sebagai ilustrasi untuk merebut jabatan PRESIDEN saja, diumpamakan APBN kita dalam setahun sekitar 2.000 Trilyun dikalikan 5 tahun selama berkuasa, maka totalnya +/- Rp. 10.000 Trilyun yang jika dikalikan 1% saja, maka angkanya hanya sekitar Rp. 100 Trilyun. Angka inilah yang membuat para capres itu menjadi tergiur. Maka mereka yang membiayai ongkos politik itu dibagi kedalam 3 kelompok besar, yaitu sebagai berikut :

  1. Rezim dari penguasa lama yang sibuk mengamankan hasil korupsinya, baik uang dan investasinya yang berada didalam negeri dan luar negeri, apalagi ditengah berlakunya MLA atau Mutual Legal asisstence yaitu Perjanjian bantuan hukum timbal balik adalah kesepakatan antara dua atau lebih negara untuk tujuan mengumpulkan dan bertukar informasi dalam upaya menegakkan hukum publik atau pidana. Kondisi ini tentu sangat mengancam dari apa yang selama ini telah mereka sembunyikan dari lamanya masa jabatan yang mereka jalani.
  2. Kelompok yang ingin merebut kekuasaan dengan cara mengkonsolidasikan umat Islam sehingga menimbulkan kesadaran agar memilih pemimpin, baik kepala daerah, maupun di tingkat legislatif melalui pemilu atau pun pilpres agar umat Islam memilih pemimpin yang berkualitas baik di pusat dan daerah serta sedapat mungkin mengambil posisi ketua DPR dan DPRD, untuk menegakkan panji-panji khilafah yang mereka usung. Al hasil politik identitas pun bagian yang terus di suntikkan kepada kelompoknya sebagai gerakan yang dirasakan efektif terutama pasca kemenangan pilkada DKI Jakarta yang diduga sarat akan hal demikian.
  3. Para Pengusaha yang selama ini mendapatkan kemudahan serta proyek-proyek strategis nasional dengan cara mendukung pemerintahan lama, sehingga pada rezim Jokowi akses mereka tertutup atau malah tidak lagi ikut kedalam kegiatan pemerintah dari segala sisi, sehingga jaringan diluar pemerintah tersebut sengaja dibentuk untuk memainkan peran keseimbangan secara politik. Dibalik itu kelompok ini sering bergerak sebagai Broker bagi penyediaan proyek lelang dari pemerintah sebelumnya yang selama ini mendapatkan keuntungan, sebut saja petral dan sumber-sumber PMA sebagaimana isu PAPA MINTA SAHAM yang pernah menghebohkan kita semua.

Red.

Latest Posts