
globalcybernews.com –Kota tempat tinggal Buhaira
Kota di mana Buhaira tinggal adalah
Jalur yang dilewati kafilah Abu Thalib yakni jalan kafilah Barat yang menyusuri Laut Merah, Madyan, Wadi Al Qurra, Hijir, dan Kota Bushra.
Kota Bushra atau Bostra telah lama didirikan Romawi sebagai ibu kota wilayah Hauran, untuk menahan serbuan Badui pedalaman.
Di kota ini, Romawi memusatkan pasukan dan mengumpulkan pajak dari para kafilah.
Bagi kafilah sendiri, Bostra adalah pusat perdagangan paling ramai sebelum tiba di Syria yang terletak lebih ke Utara.
Percakapan Buhaira
Ketika rombongan Abu Thalib semua masuk rumah, Buhaira merasakan ada sesuatu yang kurang dari rombongan Quraisy itu. Maka, ia kembali mengulangi permintaannya,
“Hai Orang-orang Quraisy, jangan sampai ada yang tidak makan makananku ini.”
Salah seorang Quraisy berkata, “Hai Buhaira, tidak ada seorang pun tertinggal yang layak datang kepadamu, kecuali anak muda yang paling kecil di antara kami. Ia berada di tempat perbekalan rombongan.”
Buhaira menggeleng-geleng kepala, “Kalian jangan seperti itu. Panggil dia untuk makan bersama kalian!.”
Orang-orang Quraisy merasa malu. Salah seorang dari mereka bahkan berkata,
“Demi Lata dan Uzza, adalah aib dari kami kalau putra Abdullah bin Abdul Muthalib tidak ikut makan bersama kami.”
Setelah Muhammad dipanggil, Buhaira memeluknya dan mendudukkannya bersama rombongan Quraisy yang lain. Sambil menyaksikan tamu-tamunya makan, sebenarnya mata Buhaira tertuju kepada Muhammad dengan seksama. Dari hasil pengamatannya itulah, Buhaira mengambil kesimpulan dalam hati, “Anak ini mempunyai sifat-sifat kenabian.”
Setelah jamuan selesai. Buhaira mengucapkan terimakasih, rombongan Quraisy pun membubarkan diri menuju tempat perkemahan mereka untuk beristirahat.
Namun, Buhaira tidak membiarkan Muhammad pergi. Diajaknya anak itu untuk duduk dan bicara.
“Hai anak muda,” panggil Buhaira, “Dengan menyebut nama Lata dan Uzza, aku akan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepadamu dan engkau harus menjawabnya.”
Wajah Muhammad tampak berubah dan ia menjawab,
“Jangan bertanya tentang apa pun kepadaku sambil menyebut nama Lata dan Uzza. Demi Allah, tidak ada yang sangat aku benci melainkan keduanya.”
Buhaira tersenyum dan mengulangi permintaannya, “Baiklah, kalau begitu aku akan bertanya kepadamu dengan menyebut nama Allah dan engkau harus menjawab pertanyaanku.”
Wajah Muhammad berubah cerah dan ia mengangguk,
“Tanyakan kepadaku apa saja yang ingin engkau tanyakan.”
Dalam kesempatan tersebut, Buhaira menanyakan mengenai keadaannya, tidurnya, kegiatannya sehari-hari dan sifat-sifat beliau.
Semua pertanyaan Buhaira dijawab, kemudian dilihatnya punggung beliau ternyata semua jawaban Muhammad berikan cocok (benar) dengan sifat-sifat beliau yang Buhaira ketahui dari kitab-kitab agama yang dipelajarinya. Kemudian memperhatikan postur tubuh dan dilihatnya punggung (antara kedua bahu) Muhammad. Ternyata benar ada tanda kenabian seperti bekas bekam.
Saran Buhaira kepada Abu Thalib
Setelah itu puas dengan jawaban Muhammad, Buhaira mendekati Abu Thalib dan bertanya kepada nya, ”Apakah anak muda ini anakmu? ”
”Iya, dia anakku.” Jawab Abu Thalib
Buhaira menggeleng.
“Tidak, dia bukan anakmu. Anak muda ini tidak pantas mempunyai ayah yang masih hidup”
Abu Thalib agak tercengang, lalu dia pun mengangguk.
“Kau benar. Dia bukan anakku, dia anak saudaraku”
Buhaira mengangguk-angguk puas lalu bertanya lagi.
“Apa yang dikerjakan ayahnya?”
“Ayahnya telah meninggal dunia ketika dia masih berada dalam kandungan ibunya “
“Engkau benar” kata Buhaira menghela nafas dalam- dalam. Kemudian, sambil berbisik, dia menyampaikan sebuah saran dengan sangat sungguh-sungguh.
“Sekarang, dengar saranku baik-baik. Bawa anak saudaramu ini ke negeri asalmu sekarang juga! Jaga dia dari orang-orang Yahudi! Demi Allah, jika mereka melihat padanya seperti apa yang aku lihat, mereka pasti akan membunuhnya. Sesungguhnya akan terjadi sesuatu yang besar pada diri anak saudaramu ini. Karena itu, segera bawa pulang dia ke negeri asalmu!”
Abu Thalib tampak ketakutan dengan peringatan itu. Dia yakin bahwa apa yang dikatakan Buhaira itu benar. Maka dari itu, segera setelah urusan perdagangannya selesai, Abu Thalib segera membawa Muhammad pulang. Sesulit apa pun beban hidupnya, Abu Thalib tidak pernah lagi pergi berdagang ke tempat jauh demi melindungi keponakannya itu.
آللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيّدنَآ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيّدنَآ مُحَمَّد
Allaahumma sholli ‘alaa sayyidinaa Muhammad wa ‘alaa aali sayyidinaa Muhammad.
Bersambung…
Red