globalcybernews.com -Khalid bin Walid menjadi Komandan
Di Madinah kaum muslimin mendapat gambaran jalannya pertempuran dari wahyu yang diturunkan kepada Rasulullah ﷺ. Beliau bersabda, “Zaid mengambil bendera lalu dia gugur. Kemudian Ja’far mengambilnya dan dia pun gugur. Selanjutnya Abu Rawahah mengambilnya dan dia pun gugur…”
Air mata menetes menuruni kedua pipi Rasulullah ﷺ. Setelah itu beliau bersabda lagi, Salah satu dari Pedang Allah mengambil bendera itu dan akhirnya Allah memberikan kemenangan kepada mereka. Siapakah Pedang Allah yang dimaksud Rasulullah ﷺ.
Di Mu’tah, Tsabit bin Akram meraih bendera sambil berseru, “Saudara-saudara kaum muslimin! Mari kita mencalonkan salah seorang dari kita!”
“Engkau sajalah.”
“Tidak saya tidak akan mampu.”
Kaum muslimin kemudian menunjuk Khalid bin Walid yang baru saja memeluk Islam.
Khalid mengubah taktik dengan menimbulkan berbagai pertempuran kecil. Ia mengulur ulur waktu sampai tibanya perang.
Sementara itu Khalid bertempur dengan gagah sampai sembilan pedangnya patah dan yang tersisa hanya sebatang pedang lebar model Yaman.
Malam hari pun tiba, Khalid bin Walid segera menyusun pasukannya untuk menjalankan strategi baru. Keesokan harinya rencana Khalid itu membuat musuh gentar. Mereka melihat debu bertebangan tanda adanya pergerakan pasukan besar yang datang dari mana-mana di belakang pasukan muslim.
“Mereka mendapat bantuan besar!” seru orang-orang Romawi.
Padahal yang tampak sebagai gerakan pasukan besar itu adalah akibat strategi Khalid yang menarik pasukan depan ke belakang dan menaruh pasukan belakang ke depan pasukan yang berada di belakang. Mereka berpencar dan melakukan gerakan seolah-olah datang pasukan besar dari Madinah. Setelah bertempur dengan saling mengintip kekuatan, pelan-pelan Khalid bin Walid menarik mundur pasukannya dengan tetap mempertahankan susunan tempur.
Pasukan Romawi pun mengundurkan diri dengan perasaan lega. Kalau 3.000 orang saja sudah sedemikian tangguh, apalagi jika pasukan bantuannya datang, demikian pikir mereka.
Dampak Pertempuran Mut’ah
Sementara itu rasa haru memenuhi hati Rasulullah ﷺ karena gugurnya ketiga panglima muslim.
Mereka pergi ke rumah Ja’far dan melihat istrinya Asma bin Umair sedang membuat adonan roti sementara itu anak-anaknya sudah dimandikan diminyaki dan dibersihkan. Saat itu Asma belum tahu nasib yang menimpa suaminya. Rasulullah ﷺ memeluk dan mencium anak-anak Ja’far dengan air mata berlinang.
“Ya Rasulullah demi ayah bundaku,” tanya Asma gelisah.
“Mengapa anda menangis? Apakah ada hal-hal yang menimpa Ja’far dan kawan-kawannya?”
“Ya hari ini mereka gugur,” jawab Rasulullah ﷺ dengan air mata yang terus bergulir membasahi pipinya.
Maka menangislah Asma, begitu sedih sehingga para wanita berdatangan menghiburnya.
Rasulullah ﷺ pulang dan berkata kepada para istrinya, “Keluarga Ja’far jangan dilupakan buatkan makanan untuk mereka. Mereka sekarang dalam kesusahan”.
Kemudian ketika dilihatnya putri Zaid bin Haritsah datang, beliau membelainya sampai menangis. Ketika para sahabat bertanya,“Mengapa Rasulullah ﷺ menangisi para syuhada yang masuk surga?” Rasulullah menjawab bahwa itu adalah air mata seseorang yang kehilangan sahabatnya.
Di Madinah orang-orang tidak menyetujui penarikan mundur itu. Pasukan Khalid pun dicemooh,
“Hai orang-orang pelarian! Kamu lari dari jalan Allah!”
Namun Rasulullah ﷺ bersabda,“Mereka bukan pelarian melainkan orang-orang yang akan tampil kembali, Insyaallah.”
Sementara itu pertempuran Mu’tah telah menimbulkan rasa kagum yang luar biasa di kalangan suku-suku Arab kepada kaum muslimin. Selama ini, mereka menganggap siapa pun yang berniat memusuhi Romawi sama saja dengan mencari mati.
Namun melihat pasukan kecil muslim mampu bertempur dan bisa mengundurkan diri tanpa kerugian besar membuat mereka yakin bahwa pasukan muslim pasti mendapat pertolongan Allah dan pemimpin mereka benar-benar utusan Allah.
Maka berbondong- bondonglah Bani Sulaim, Asyja, Ghafatan, Fazarah, dan lainnya masuk Islam. Padahal sebelumnya mereka sangat keras memusuhi Islam.
Rasulullah ﷺ amat prihatin dengan anak-anak Ja’far karena beliau penyayang anak-anak dan sering memberi mereka nasehat.
Diriwayatkan oleh Ibnu Sunni dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah ﷺ pernah menasehati seorang anak yang sedang berjalan dengan ayahnya,
“Ingatlah kamu jangan berjalan di depannya, dan kamu jangan melakukan perbuatan yang dapat membuatnya mengumpatmu karena marah, dan kamu jangan duduk sebelum ia duduk, dan kamu jangan panggil ia dengan namanya.”
آللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيّدنَآ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيّدنَآ مُحَمَّد
Allaahumma sholli ‘alaa sayyidinaa Muhammad wa ‘alaa aali sayyidinaa Muhammad.
Bersambung….
Red