Sunday, September 8, 2024
spot_img
spot_img
HomeOpiniJacob Ereste :Soal Gaji Prajurit dan Upah Kaum Buruh Cermin Dari Abainya...
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Related Posts

Featured Artist

Jacob Ereste :Soal Gaji Prajurit dan Upah Kaum Buruh Cermin Dari Abainya Pemerintah Terhadap Dera dan Derita Rakyat

globalcybernews.com  -Apresiasi Mas Nurrachman Oerip SH., Dubes Senior yang telah tunai merampungkan tugas mulia diplomatik di berbagai negara, sungguh membuka perluasan wawasan untuk lebih memahami kesejahteraan TNI – AD yang diungkap KSAD (Kepala Staf Angkatan Darat) Jendral Maruli Simanjuntak seperti yang viral diimuat berbagai media, karena memberi perhatian serius pada kesejahteraan prajurit TNI-AD yang terpaksa melakukan pekerjaan tambahan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya bersama keluarga.

Perhatian yang sangat simpatik dan patut dilakukan seorang atasan terhadap bawahan (anak buahnya) seperti yang diungkapkan Jendral Maruli Simanjuntak disanding dengan Upah Minimum Regional (UMR) yang dijadikan patokan untuk membayar jasa bagi kaum buruh Indonesia atas dasar kemampuan daerah atau wilayah setempa. (Baca : Tidak Hanya Kesejahteraan Buruh Yang Miris, TNI-AD Pun Perlu Mendapat Perhatian Agar Bisa Hidup Layak dan Lebih Manusiawi, Jacob Ereste, 23 Juli 2024).

Mas Nurrachman Oerip mencermati keprihatinan KSAD Jendral Maruli Simanjuntak itu perlu diletakkan secara proporsional dan kontekstual dalam Tupoksi TNI. Karena menurutnya, jika ingin memperbaiki kesejahteraan Prajurit TNI-AD perlu dan bisa dilakukan via peningkatan peran Induk Koperasi Angkatan Darat (Inkopad). Sebabnya selama ini para Purnawirawan Pati (Pereira Tinggi) AD sudah melakukan bisnis seperti yang dilakukan melalui PT. Bintang Delapan yang dikelola Sintong Panjaitan.

Kecuali itu kata Mas Nurrachman Oerip ada juga usaha tambang nikel di Indonesia Timur. Demikian juga LBP (Luhur Binsar Panjaitan) sebagai penyelenggara negara secara tidak langsung mengendalikan usaha bisnisnya via pihak ketiga.

Tanggapan Mas Nurrachman Oerip yang terkesan spontan disampaikan setelah sehari ulasan penulis publikasikan secara meluas, dia pun memberi catatan bila anggota TNI aktif boleh ikut berbisnis, Mas Nurrachman Oerip merasa khawatir akan dimanfaatkan para oligarki pemiliki modal untuk memperkokoh penguasaan mereka pada sumber daya hidup bangsa Indonesia, tandasnya.

Dalam ulasan penulis yang dijadikan dasar dari Mas Nurrachman Oerip memang tidak menyoroti bisnis klas kakap yang yang dilakukan oleh Para Perwira Tinggi AD, karena pengetahuan untuk kiprah mereka yang luar biasa sepak terjangnya itu berada di luar jangkauan kemampuan pengetahuan maupun pemahaman penulis yang sejujurnya lebih konsen terhadap wong cilik, termasuk prajurit TNI-AD yang tergolong rendah, seperti kaum buruh yang sungguh perlu mendapat perhatian demi kemanusiaan. Toh, pengabdian mereka — prajurit maupun buruh — tidak kalah mulia dan besar manfaatnya bagi bangsa dan negara Indonesia.

Saran Mas Nurrachman Oerip agar Inkopad, Inkopau dan Inkopal diberi saham dari berbagai usaha koperasi tersebut, sungguh ideal dan baik-baik saja. Namun toh, realitasnya semua koperasi tersebut tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup prajurit yang diakui Jendral Maruli Simanjuntak banyak yang melakukan pekerjaan tambahan sebagai ojek online. Artinya, realitas ini tidak mungkin dilakukan oleh para prajurit dan sejumlah karyawan maupun buruh yang tergolong bergaji rendah itu melakukan pekerjaan tambahan, sekedar untuk “menambal” kekurangan biaya untuk sekedar mencukupi kebutuhan dasar dirinya bersama keluarga.

Hasrat untuk membasmi korupsi dan merampas aset para maling duit rakyat itu sudah sudah diteriakkan, seperti yang kini digagas Mas Nurrachman Oerip. Karena memang kondisi prasyarat (conditio sine qua non) untuk terus memperbaiki nasib rakyat kini tinggal serak dan suara yang parau saja.

Sejumlah pakar sudah merinci bila semua penyimpangan — utamanya dari lahan pertambangan kita bisa dibersihkan, konon setiap orang tanpa kerja bisa mendapat jatah cuma-cuma minimal Rp 30 juta per bulan. Jadi dapatlah disandingkan dengan gaji prajurit atau upah buruh murah yang dipermanenkan di negeri kita ini hanya berkisar Rp 7 atau 8 Juta saja. Sementara ongkos hidup terus digelayuti oleh tarif listrik dan air yang terus merangkak bahkan harga gas dan beras pun seperti dibiarkan mencekik rakyat.

Namun bagaimana pun kalkulasinya kita tetap memelihara budaya dialog — musyawarah — sebab kita tak ingin membiarkan rakyat melakukan eksekusi sendiri, seperti kemarahan mereka yang sudah mentok pada pemerintah daerah Bintang yang tidak perduli pada gundukan sampah yang juga menjadi ancaman bagi rakyat dari sisi kesehatan maupun kebersihan.

Bayangkan, soal membiayai kebersihan sampah pun, pemerintah sudah enggan mengeluarkan dananya. Sehingga patut diduga, duit untuk sampah pun sudah ikut ditilep. Seperti dana haji dan duit asuransi pensiun yang menjadi bancaan. Akibatnya, rakyat yang menonton semakin nelangsa dan menahan amarah yang entah kapan akan meledak.

Meski begitu adanya, toh banyak orang merasa merasa nyaman-nyaman saja. Apalagi saat perayaan Tujuh belas Agustus 1945-2024 yang akan dibuat semeriahkan mungkin, walau perut kosong dan program makan gratis pun masih sebatas wacana yang lebih bijak untuk dibatalkan saja. Sebab memberi lapangan kerja bagi rakyat akan lebih elegan — dibanding memberi makan siang gratis yang sangat bergizi sekalipun — sebab pilihan pragram yang tidak mendidik itu justru semakin memposisikan rakyat bermental sebagai peminta-minta. Tidak mandiri dan tegar untuk berdiri di atas kakinya sendiri.

Banten, 24 Juli 2024

Red

Latest Posts