Sunday, September 8, 2024
spot_img
spot_img
HomeOpiniJacob Ereste :Tidak Hanya Kesehahteraan Buruh Yang Miris, TNI-AD pun Perlu Mendapat...
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Related Posts

Featured Artist

Jacob Ereste :Tidak Hanya Kesehahteraan Buruh Yang Miris, TNI-AD pun Perlu Mendapat Perhatian Agar Layak dan Manusiawi

globalcybernews.com  -Upah Minimun Regional (UMR) itu artinya batas minimal dari kebutuhan buruh atau pekerja maupun karyawan patut menerima hasil atau imbalan yang sesuai dengan kebutuhannya atau biaya hidup di wilayahnya. Seperti keperluan hidup sehari-hari di Jakarta tentu saja berbeda dengan biaya hidup di daerah lain — bisa lebih murah — tapi juga bisa lebih mahal biayanya.

Yang runyam, par pengusaha pabrik (manufaktur) dan sejenisnya berani memilih untuk memindahkan lokasi usahanya ke daerah yang lebih murah untuk membayar upah. Karena itu, skala pengupahan di daerah yang bernilai rendah akan diserbu oleh pengusaha, termasuk hasrat untuk memindahkan lokasi usahanya yang sudah mapan — lama — dibangun sejak beberapa tahun silam, seperti di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) seperti yang tampak sejak lima tahun terakhir ini memindahkan lokasi usahanya ke Jawa Tengah.

Keluhan dari pihak pemerintah Karawang misalnya yang diungkap oleh petugas dari Dinas Tenaga Kerja setempat pada tahun 2021 silam, masalah utama yang harus dihadapi adalah soal kepindahan sejumlah perusahaan ke daerah lain untuk mendapat keuntungan yang lebih banyak dengan memindahkan lokasi usahanya ke daerah yang masih memberlakukan upuh murah.

Sampai hari ini — Juli 2024 — di Tangerang arus perpindahan perusahaan ke daerah lain, seperti ke kota Tegal dan sekitarnya hingga Pemalang — masih terus berlangsung. Karena itu, gelombang PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) pun terus terjadi dengan cara senyap. Sebab untuk buruh atau karyawan yang tidak mau ikut pindah — meski tetap akan diberi nilai upah seperti di tempat kerjanya semua — toh dominan yang tidak berkenan ikut, hingga memilih untuk menerima pesangon seadanya, sesuai dengan ketentuan — kebijakan — pihak perusahaan yang banyak tidak bisa memenuhi standar pemberian hak pesangon bagi buruh atau karyawan yang sudah ditawarkan untuk tetap bekerja, tetapi memilih untuk keluar, karena tidak sanggup menanggung biaya hidup jauh dari keluarganya yang sudah menetap lama bersama anak-anak yang masih sekolah.

Informasi yang dapat dihimpun oleh Atlantika Institut Nusantara dalam investigasi dan penelitian di lapangan, ongkos kepindahan masing-masing perusahaan yang mempekerjakan buruh antara 600 hingga 4.000 orang saja mampu mengembalikan biaya perpindahan pabriknya itu hanya dalam tempo tidak lebih dari 6 bulan. Sehingga, setelah itu keuntungan pihak perusahaan dari perbedaan nilai upah dari keharusan yang perlu dibayar saat berada di lokasi yang lama, sudah dapat menjadi keuntungan lebih yang dapat dinikmati selama nilai perubahan besaran upah minimum regional belum juga dinaikkan oleh pemerintah setempat.

Fenomena memindahkan lokasi pabrik ini oleh sejumlah perusahaan yang relatif mempekerjakan buruh dalam jumlah yang banyak, telah menjadi semacam model dari cara untuk menggaruk keuntungan yang tetap melimpah, meski harus tega mengorbankan buruh dengan ulah yang rendah, tak pernah mampu mencapai tahap kesejahteraan yang manusiawi. Fenomena ini pun seperti ditengarai oleh Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD), Jendral Maruli Simanjuntak, berharap agar anggotanya (TNI-AD) bisa ikut berbisnis. Lantaran dia menemukan sejumlah anggotanya yang melakukan pekerjaan tambahan seperti menjadi ojek online. Fenomena ini jelas cukup menerangkan bila kebutuhan hidup anggota TNI-AD pun sungguh sangat memprihatinkan, karena nilai gaji setiap bulan yang mereka terima tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Maka itu
masalah upah minimum regional yang diterima kaum buruh dapat dipahami tidak manusiawi, seperti yang juga di terima Anggita TNI-AD yang sudah diungkap oleh sang Jendral di atas.

Tentu saja lain ceritanya untuk mereka yang nekat seperti banyak dilakukan oleh instansi atau kesatuan lain — yang sejenis — mau dan bisa melakukan tindak kecurangan atau bahkan kejahatan, karena seharusnya mereka yang melakukan pencegahan dan penindakan, justru mereka pula yang mempraktekkan kejahatan atau penyelewengan yang tidak terpuji itu. Dan yang pasti tidak cuma melanggar hukum, tetapi khianat terhadap sumpah sebagai abdi negara yang harus taat dan patut mengembang tugas dan fungsinya.

Dukungan Jendral Maruli Simanjuntak untuk Anggita TNI-AD diberi kesempatan untuk melakukan pekerjaan agar dapat memperoleh uang tambahan untuk biaya hidup serta biaya pendidikan bagi anak-anak mereka di luar jam dinas, terasa sangat miris dan menyedihkan. Karena itu, sebagai petinggi dalam jajaran Angkatan Darat, Jendral Maruli Simanjuntak akan lebih Arief dan bijak ikut memperjuangkan perbaikan kesejahteraan yang sepatutnya diperoleh para prajurit itu dari kesatuan tempatnya bertugas. Toh, tidak semua prajurit TNI -AD itu pun pandai melakukan pekerjaan sambilan.

Jadi bukan cuma upah burih yang tidak layak dan tidak manusiawi, tetapi juga gaji Tentara Nasional Indonesia khususnya TNI-AD seperti diungkap Jendral Maruli Simanjuntak, agar anggota TNI-AD boleh berbisnis. Dan memang — idealnya TNI tidak perlu ikut bisnis — namun tingkat kesejahteraan mereka harus segera diperbaiki dan ditingkatkan. Jika tidak, Anggita TNI-AD pun bisa mbalelo seperti dari kesatuan lain yang sudah cukup banyak terlibat dalam bisnis gelap atau bahkan tindak kejahatan. Alasannya pun, tidak lagi sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidup bersama keluarga, tetapi sudah didorong oleh hasrat untuk kaya raya dan ingin hidup lebih mewah

Banten, 23 Juli 2025

Red

Latest Posts