Monday, October 7, 2024
HomeLINGKUNGANKebohongan Budidaya: Monopoli dan Oligopoli Ekspor Benih Bening Lobster
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Related Posts

Featured Artist

Kebohongan Budidaya: Monopoli dan Oligopoli Ekspor Benih Bening Lobster

Penulis: Rusdianto Samawa, Ketua Umum Asosiasi Nelayan Lobster Indonesia (ANLI).

globalcybernewx.com  -Ombak setinggi 2-4 meter di Penyaringan Jembrana Bali telah membantah narasi keberhasilan budidaya yang dilakukan KKP dan perusahaan ekspor benih bening lobster.

Perusahaan monopoli – oligopoli ekspor ini, memalsukan izin budidaya. Kesampingkan syarat regulasi. Mereka pikir lokasi di Bali enak pulang pergi Indonesia – Vietnam. Intensitas wisata yang bikin mereka tertarik.

Padahal syarat budidaya itu harus dipenuhi; lokasinya sumber benih, asesment dan studi problem situasi, cuaca, lokasi dan angin. Karena berkaitan dengan Survival Rate (SR) lobster.

Perusahaan monopoli – oligopoli benih lobster ini, tidak mau memberi rahasia teknologi ke Indonesia. Mereka hanya ingin keruk sumberdaya alam Benih Lobster Indonesia. Mereka tidak mau bertukar teknologi. Mafia – mafia benih yang menjarah dan menjual ini, sesungguhnya penjahat.

Dalam artikel Radhakrishnan, Bruce F. Phillips dan Gopalakrishnan, berjudul: “Lobsters: Biology, Fisheries and Aquaculture” bahwa selama tujuh dekade terakhir, lobster telah menjadi subjek penelitian fisiologis, biokimia dan molekuler. Lebih dari 15.000 penelitian diterbitkan yang jelaskan; biologi, ekologi, fisiologi, perikanan dan akuakultur lobster.

Mereka tidak mau memberi ilmu pengetahuan kepada masyarakat Indonesia. Mereka hanya keruk mengeruk benih. Padahal siklus mortalitas Lobster di Indonesia lebih baik. Cuma harus di dorong teknologi pembesaran yang canggih. Sungguh berat rancangan budidaya yang masuk pada jalan jurang kerugian.

Apalagi, jarak Indonesia dengan negara tujuan ekspor dengan perjalanan rata-rata menempuh 1,5 jam hingga 10 jam. Sudah jelas cost cargonya sangat tinggi. Belum termasuk mortalitas dalam proses ekspor.

Kalau melihat trend data FAO tahun 2019 – 2024 bahwa kisaran produksi tahunan lobster Indonesia dari perikanan tangkap dan budidaya rata-rata 71juta USD Dolar, disumbang Indonesia. Tetapi, Vietnam selalu ambil untung. Faktor ini, menteri KKP pikirannya picik melihat peluang, gagal bangun budidaya. Bohong dalam regulasi. Layak, menteri KKP dia adili dan ditangkap.

Jika Indonesia sudah suplay Vietnam 493juta sekian benih lobster per tahun dari 11 WPP, akankah Indonesia untung?. Jawabannya tidak, karena menteri KKP dan para penjahat itu lakukan monopoli – oligopoli benih lobster. Mereka bersenyawa.

Dari siklus tersebut, mana lebih untung ekspor benih lobster dengan penangkapan untuk budidaya dan proses budidaya lobster?. Harus seimbang; antara ekspor dengan budidaya.

Kalau menteri KKP tidak mau bermasalah, regulasi ekspor benih lobster diperjelas. Tak usah pakai kedok budidaya. Karena pertimbangan lain dari beratnya budidaya lobster, adalah: daerah (wilayah) tempat pusat budidaya, suhu udara, ombak, dan distribusi pakan. Ketiga hal diatas harus seimbang diperhatikan dan sejalan.

Rencana Budidaya yang dilakukan perusahaan monopoli – oligopoli ekspor benih lobster ini, tidak paham. Karena, ombak di Penyaringan Jembarana sangat tinggi, maka kerentanan lenyap (sink) secara tersendiri. Karena sink population merupakan benih Lobster yang hilang (lenyap) karena ombak tinggi. Tentu kategori populasi yang lenyap itu, kumpul atas limpahan tinggi diarea – area tertentu, tetapi tidak banyak ditemukan populasi dewasanya. Kemana mereka?. Sink! Lenyap!.[]

Red

Latest Posts