Friday, November 22, 2024
HomeKeuanganDeputi Gubernur BI  :  3 Tantangan SSK Yang Perlu Diperhatikan  Bersama
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Related Posts

Featured Artist

Deputi Gubernur BI  :  3 Tantangan SSK Yang Perlu Diperhatikan  Bersama

globacybernews.com-Jakarta I Stabilitas sistem keuangan (SSK) pada semester I 2024 terjaga di tengah peningkatan tekanan eksternal seiring berlanjutnya ketidakpastian global. Indeks SSK pada level yang terjaga didukung ketahanan perbankan dan Industri Keuangan Nonbank (IKNB), serta terjaganya kinerja korporasi dan Rumah Tangga (RT).

Peningkatan tekanan eksternal berdampak terbatas pada sektor keuangan, sebagaimana tecermin pada akselerasi pertumbuhan intermediasi dan permodalan. Kebijakan makroprudensial akomodatif memberikan ruang bagi pembiayaan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
Dengan demikian, prospek intermediasi perbankan tetap kuat, outlook pertumbuhan kredit pada akhir tahun 2024 diprakirakan terjaga dalam sasaran 10-12% dan terus meningkat pada tahun 2025 dalam kisaran 11-13%.
Demikian fokus utama buku Kajian Stabilitas Keuangan (KSK) No. 43, September 2024 yang bertema “Menjaga Resiliensi, Melanjutkan Momentum Pertumbuhan”, yang diluncurkan bersamaan dengan Kalkulator Hijau.
Peluncuran dilakukan oleh Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) dan Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves), di Jakarta, Selasa (02/10/2024).
Deputi Gubernur Bank Indonesia, Juda Agung menekankan bahwa terdapat 3 tantangan SSK yang perlu menjadi perhatian bersama. Pertama, adanya pergeseran lansekap perekonomian dunia sejalan dengan semakin meredanya ketidakpastian kebijakan moneter negara maju dan melambatnya tekanan inflasi global.
Tentunya siklus keuangan global yang melonggar ini dapat kita manfaatkan untuk mendorong pembiayaan ekonomi di tengah meningkatnya kebutuhan pembiayaan ekonomi domestik.
Kedua, risiko operasional yang muncul dari digitalisasi keuangan dalam bentuk ancaman siber, risiko fraud, dan risiko operasional dari layanan penyedia teknologi kritikal.
Ketiga, risiko perubahan iklim yang termaterialisasi menjadi risiko fisik dan risiko transisi. Laporan Risiko Global 2024 menunjukkan bahwa risiko iklim merupakan risiko terbesar kedua dalam jangka 2 tahun ke depan, dan akan menduduki risiko terbesar dalam 10 tahun ke depan.
Oleh karena itu, BI bersinergi dengan Kemenko Marves menginisiasi Kalkulator Hijau sebagai langkah nasional dalam mencapai target net zero emission.
Kalkulator Hijau menyediakan pendekatan yang mudah dan sistematis dalam menghitung emisi dari aktivitas ekonomi, sekaligus membantu perusahaan memahami dan mengurangi dampak lingkungannya.
Sejalan dengan itu, Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan, Kemenko Marves, Nani Hendiarti menyampaikan pentingnya meningkatkan porsi pembiayaan rendah emisi dimana perbankan berperan sentral.
Dalam rangka pengakuan emisi karbon debitur lembaga keuangan dan investor, maka laporan keberlanjutan yang berisi informasi emisi karbon debitur dapat menjadi pertimbangan pemberian pembiayaan di masa depan.
Kehadiran Kalkulator Hijau menjadi media penghitungan dan pemantauan emisi karbon yang bisa digunakan oleh sektor perbankan dan pelaku usaha sangat penting dalam upaya menuju keuangan berkelanjutan.
Langkah bersama ini, akan mendorong partisipasi aktif perbankan dan pelaku usaha berkontribusi dalam pencapaian target National Determine Contribution (NDC) pada 2030 (32% reduksi CO2) dan Net Zero Emission pada 2060, serta meningkatkan pembiayaan pembangunan dalam proses transisi ke depan.
“Kalkulator Hijau merupakan wujud komitmen BI dan Kemenko Marves mendukung langkah nasional mencapai target tersebut, sesuai mandat UU P2SK untuk melakukan pengaturan dan pengembangan Keuangan Berkelanjutan, “katanya seperti yang dilansir dari situs BI.go.id.
Melalui penggunaan Kalkulator Hijau, diharapkan perbankan dan pelaku usaha dapat melakukan pengukuran emisi karbon yang mengacu pada standar nasional untuk melihat tingkat keberhasilannya menuju transisi ekonomi hijau.
Versi awal dari Kalkulator Hijau akan mengukur emisi karbon yang bersumber dari pemakaian bahan bakar dan listrik. Ke depan, ruang lingkup pengukuran emisi akan terus diperluas mencakup seluruh aktivitas penghasil emisi, sejalan dengan perkembangan global.
Kalkulator Hijau memberikan kemudahan bagi perbankan dan dunia usaha dalam pemenuhan kebutuhan pelaporan keberlanjutan (disclosure) yang diprasyaratkan oleh regulator dan pasar global. Tersedianya pelaporan berkelanjutan tersebut pada akhirnya akan membuka akses lebih luas kepada investasi dan pendanaan hijau.
Momentum peluncuran KSK 43 dan Kalkulator Hijau ini merupakan bentuk nyata upaya Bank Indonesia memperkuat transisi menuju ekonomi hijau di tengah risiko perubahan iklim. Peluncuran dilanjutkan dengan seminar “Peran Keuangan Hijau dalam Mendukung Stabilitas Sistem Keuangan Indonesia. (r/pl)

Red

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Latest Posts