globalcybernews.com -Jacob Ereste :
Kementerian Kebudayaan Harus Bisa Meningkatkan Nilai Tambah Karya Budaya Anak Bangsa Indonesia
Budaya itu perlu dijaga, dirawat dan dikembangkan untuk membangun peradaban manusia yang lebih baik, lebih bermutu dan berkualitas dalam meningkatkan derajat dan martabat manusia lebih terhormat dan memiliki daya dorong bagi manusia untuk bekerja, berkarya dan menghasilkan produk kerja, hasil karya yang dapat mendatangkan manfaat bagi orang banyak.
Karya budaya yang dapat diwujudkan itu meliputi segenap sektor kehidupan. Mulai dari karya budaya yang bernilai ekonomi, karya budaya yang berdimensi politik, hingga karya budaya yang padat mempunyai muatan nilai intelektual serta spiritual. Karena itu upaya merawat berbagai bentuk karya budaya dalam beragam jenis dan wujudnya itu harus dipelihara agar tidak punah. Adapun yang penting dan perlu untuk dikembangkan dapat dilakukan untuk lebih memperkaya warna, corak, model dalam bermacam wujudnya pun yang bisa dikembangkan.
Dari beragam macam corak hasil karya yang sarat berisi nilai-nilai budaya yang sudah dilakukan oleh seluruh suku bangsa Nusantara –yang kini kita sebut Indonesia — sungguh banyak ragam macamnya. Mulai dari yang khas tradisional bentuk dan tampilannya, hingga yang bercorak modern, karena memang telah dikembangkan sedemikian rupa dalam bentuk serta tampilannya yang baru dengan nilai yang lebih menarik dan mampu memberi manfaat yang lebih banyak bagi siapa saja yang ingin menikmati atau memanfaatkannya.
Seperti karya budaya masyarakat lokal asli Batak dalam bentuk ulos atau kain tapis karya khas masyarakat Lampung, toh sekarang tidak sedikit yang dipakai untuk membuat baju atau jas yang unik dan khas karena memang memiliki nilai seni tenun yang tinggi.
Karya budaya itu — seperti banyak yang dihasilkan oleh suku bangsa Nusantara — tidak hanya bernilai seni, tetapi lebih dominan mengusung nilai-nilai filosofis dari masyarakat yang membuat atau menciptakannya. Termasuk wayang yang justru lebih menonjolkan nilai-nilai filosofis dalam beragam macam simbol, mulai dari tampilan fisik gambar wayang itu, hingga usungan karakter, sifat dan sikap serta watak dari tampilan wajah tokoh yang diperankannya.
Karena itu upaya pemerintah Presiden Prabowo Subianto memisahkan antara bidang pendidikan dengan kebudayaan — yang Kini dikelola oleh Fadli Zon selaku Kementerian Kebudayaan — sangat diharap bisa membuat suasana yang lebih khusyuk dan fokus merawat dan mengembangkan karya budaya suku bangsa Indonesia yang sangat kaya dan beragam coraknya dalam bentuk barang, makanan olahan serta kreasi seni yang penuh bernilai sastra seperti pantun, cangget, zikir baru dan sejenisnya yang masih berbentuk lisan maupun yang sudah mulai jaga banyak ditulis serta dibukukan.
Upaya menjaga atau melestarikan sejumlah karya budaya suku bangsa Indonesia yang beragam corak dan warnanya ini dapat dimulai dari sastra lisan itu. Termasuk mendokumentasikan aksara daerah serta bahasa daerah yang kini mulai dilupakan masyarakat setempat.
Corak hasil karya budaya dalam bentuk olahan panganan, pun perlu disusun dalam bentuk buku dengan rincian ramuannya yang khas itu. Boleh saja berupa macam jenis atau suka cita menu racikan dari panganan yang disebut pepesan itu, dirinci dari bahan apa saja — ikan atau tahu — serta jenis bahan racikannya dari bahan pangan lainnya.
Seperti dari bahan pangan ubi kayu atau singkong misalnya, toh bisa beragam model olahan dan racikan menu yang dapat dibuat. Mulai dari getuk lindri hingga tiwul dan oyek, jika diolah dengan oleh mereka yang ahli dan piawai dalam soal masak memasak, cita rasanya pasti enak dan mengesankan. Semua hasil karya yang bernilai budaya ini pasti bisa memberi nilai lebih, setidaknya dalam khazanah budaya bangsa sebesar dan sekaya Indonesia yang perlu dibuktikan dalam beragam macam tampilan, bukan cuma sebatas deklamasi atau seni pembacaan puisi hingga pentas drama dan lenong agar tidak berkisar seputar panggung pementasan belaka.
Dalam konteks inilah, gagasan Pemimpin Spiritual Nusantara, Sri Eko Sriyanto Galgendu untuk mengangkat Candi Borobudur serta Candi Muara Takus menjadi pusat ziarah spiritual bagi bangsa-bangsa di dunia perlu diwujudkan. Sehingga aset budaya bangsa dan sejenisnya dapat memberi nilai tambah, tak hanya sekedar nostalgia sejarah, tapi juga bisa mendatang nilai ekonomi, tidak hanya sebatas situs dan artefak yang cuma bisa dibanggakan. Tapi juga patut memberi nilai ekonomi untuk percepatan perbaikan kesejahteraan rakyat
Agaknya tidaklah berlebih, bila Kementerian Kebudayaan — yang telah mendapatkan kavling khusus harus bisa meningkatkan nilai tambah karya budaya anak bangsa, agar tak hanya sekedar menjadi pajangan dan nostalgia masa lalu saja.
Pecenongan, 27 Oktober 2024
Budaya itu perlu dijaga, dirawat dan dikembangkan untuk membangun peradaban manusia yang lebih baik, lebih bermutu dan berkualitas dalam meningkatkan derajat dan martabat manusia lebih terhormat dan memiliki daya dorong bagi manusia untuk bekerja, berkarya dan menghasilkan produk kerja, hasil karya yang dapat mendatangkan manfaat bagi orang banyak.
Karya budaya yang dapat diwujudkan itu meliputi segenap sektor kehidupan. Mulai dari karya budaya yang bernilai ekonomi, karya budaya yang berdimensi politik, hingga karya budaya yang padat mempunyai muatan nilai intelektual serta spiritual. Karena itu upaya merawat berbagai bentuk karya budaya dalam beragam jenis dan wujudnya itu harus dipelihara agar tidak punah. Adapun yang penting dan perlu untuk dikembangkan dapat dilakukan untuk lebih memperkaya warna, corak, model dalam bermacam wujudnya pun yang bisa dikembangkan.
Dari beragam macam corak hasil karya yang sarat berisi nilai-nilai budaya yang sudah dilakukan oleh seluruh suku bangsa Nusantara –yang kini kita sebut Indonesia — sungguh banyak ragam macamnya. Mulai dari yang khas tradisional bentuk dan tampilannya, hingga yang bercorak modern, karena memang telah dikembangkan sedemikian rupa dalam bentuk serta tampilannya yang baru dengan nilai yang lebih menarik dan mampu memberi manfaat yang lebih banyak bagi siapa saja yang ingin menikmati atau memanfaatkannya.
Seperti karya budaya masyarakat lokal asli Batak dalam bentuk ulos atau kain tapis karya khas masyarakat Lampung, toh sekarang tidak sedikit yang dipakai untuk membuat baju atau jas yang unik dan khas karena memang memiliki nilai seni tenun yang tinggi.
Karya budaya itu — seperti banyak yang dihasilkan oleh suku bangsa Nusantara — tidak hanya bernilai seni, tetapi lebih dominan mengusung nilai-nilai filosofis dari masyarakat yang membuat atau menciptakannya. Termasuk wayang yang justru lebih menonjolkan nilai-nilai filosofis dalam beragam macam simbol, mulai dari tampilan fisik gambar wayang itu, hingga usungan karakter, sifat dan sikap serta watak dari tampilan wajah tokoh yang diperankannya.
Karena itu upaya pemerintah Presiden Prabowo Subianto memisahkan antara bidang pendidikan dengan kebudayaan — yang Kini dikelola oleh Fadli Zon selaku Kementerian Kebudayaan — sangat diharap bisa membuat suasana yang lebih khusyuk dan fokus merawat dan mengembangkan karya budaya suku bangsa Indonesia yang sangat kaya dan beragam coraknya dalam bentuk barang, makanan olahan serta kreasi seni yang penuh bernilai sastra seperti pantun, cangget, zikir baru dan sejenisnya yang masih berbentuk lisan maupun yang sudah mulai jaga banyak ditulis serta dibukukan.
Upaya menjaga atau melestarikan sejumlah karya budaya suku bangsa Indonesia yang beragam corak dan warnanya ini dapat dimulai dari sastra lisan itu. Termasuk mendokumentasikan aksara daerah serta bahasa daerah yang kini mulai dilupakan masyarakat setempat.
Corak hasil karya budaya dalam bentuk olahan panganan, pun perlu disusun dalam bentuk buku dengan rincian ramuannya yang khas itu. Boleh saja berupa macam jenis atau suka cita menu racikan dari panganan yang disebut pepesan itu, dirinci dari bahan apa saja — ikan atau tahu — serta jenis bahan racikannya dari bahan pangan lainnya.
Seperti dari bahan pangan ubi kayu atau singkong misalnya, toh bisa beragam model olahan dan racikan menu yang dapat dibuat. Mulai dari getuk lindri hingga tiwul dan oyek, jika diolah dengan oleh mereka yang ahli dan piawai dalam soal masak memasak, cita rasanya pasti enak dan mengesankan. Semua hasil karya yang bernilai budaya ini pasti bisa memberi nilai lebih, setidaknya dalam khazanah budaya bangsa sebesar dan sekaya Indonesia yang perlu dibuktikan dalam beragam macam tampilan, bukan cuma sebatas deklamasi atau seni pembacaan puisi hingga pentas drama dan lenong agar tidak berkisar seputar panggung pementasan belaka.
Dalam konteks inilah, gagasan Pemimpin Spiritual Nusantara, Sri Eko Sriyanto Galgendu untuk mengangkat Candi Borobudur serta Candi Muara Takus menjadi pusat ziarah spiritual bagi bangsa-bangsa di dunia perlu diwujudkan. Sehingga aset budaya bangsa dan sejenisnya dapat memberi nilai tambah, tak hanya sekedar nostalgia sejarah, tapi juga bisa mendatang nilai ekonomi, tidak hanya sebatas situs dan artefak yang cuma bisa dibanggakan. Tapi juga patut memberi nilai ekonomi untuk percepatan perbaikan kesejahteraan rakyat
Agaknya tidaklah berlebih, bila Kementerian Kebudayaan — yang telah mendapatkan kavling khusus harus bisa meningkatkan nilai tambah karya budaya anak bangsa, agar tak hanya sekedar menjadi pajangan dan nostalgia masa lalu saja.
Pecenongan, 29 Oktober 2024