GlobalCyberNews.Com -Aspirasi Emak-emak yang dikomando Bunda Wati Salam dan Jatiningsih sengaja menyambangi warga masyarakat petani Riau dan petani Jambi yang mengusung masalah perampasan lahan oleh perusahaan swasta yang terkesan mendapat pembiaran dari pemerintah daerah maupun pemerintah pusat sejak beberapa tahun silam. Aspirasi Emak-emak yang gigih menggaungkan Hari Anti Islamophobia yang telah dideklarasikan Perserikatan Bangsa- bangsa pada 15 Maret 2022, seusai rapat persiapan untuk memperingati Hari Ibu pada 22 Desember 2024, di Indonesia memberi semangat terhadap perjuangan warga masyarakat Riau dan Jambi yang sudah hampir sepekan berkemah di taman sekitar Kementerian Kehutanan Jakarta Pusat setelah berjalan kaki dari kampung halaman mereka yang berjarak 1.300 km menuju Istana Merdeka Jakarta sejak 2 Desember 2024, hingga kini bermukim di sejumlah kemah darurat di sekitar taman di depan Kantor Kementerian Kehutanan, Jakarta Pusat untuk meminta keadilan atas lahan kebun dan tempat tinggal mereka yang ikut terkena gusuran dari perusahaan PT. Rimba Peranap Indah yang berlokasi di Indra Guri Hulu, PT. Trimitra Lestari di Jambi, PT. WKS (Sinar Mas Group) di Jambi dan PT. Berkat Sawit Utama/ PT. Asiatik Persada untuk meminta kepada pihak yang kompeten, utamanya Kementerian Kehutanan serta Kementerian Agraria dan Tata Ruang dapat segera mengeluarkan lokasi lahan milik masyarakat yang telah dikelola sejak beberapa tahun lali dikeluarkan dari klaim Hak Guna Usaha (HGU) dari PT. Rimba Peranap Indah (RPI) yang ada di tiga Kecamatan di Kabupaten Indra Giri Hulu.
Terus menyelesaikan konflik perampasan lahan seluas 2.500 hektar yang dialami oleh 1.250 warga di Desa Kota Garo, Kabupaten Kampar. Dan menerbitkan sertifikat untuk lahan milik masyarakat yang diklaim lewat izin Hutan Tanaman Industri (HTI) oleh PT. Rimba Peranap Indah (RPI) di areal seluas 2.500 hektar untuk 1.250 kepala keluarga warga Desa Kota Garo, Kabupaten Kampar.
Kecuali itu, warga masyarakat petani Riau dan warga masyarakat petani Jambi meminta pemerintah segera menerbitkan sertifikat tanah milik 520 kepala keluarga seluas 1.503 hektar untuk masyarakat Dusun Delima, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi yang diklaim oleh PT. WKS (Sinar Mas Group.
Yang tidak kalah penting untuk menjadi perhatian pemerintah cq instansi yang kompeten untuk menerbitkan sertifikat bagi Suku Anak Dalam di Dusun Lamo Pinang Tinggi seluas 258 hektar di Kabupaten Batanghari, Jambi yang kini dikuasai PT. Berakat Sawit Utama/ PT. Asiatik Persada. Termasuk harapan kepada aparat penegak hukum untuk mengusut dugaan kegiatan perambahan serta penguasaan kawasan hutan secara masif tanpa izin bersama segelintir oknum yang terlibat dalam persekongkolan mafia tanah tersebut.
Berbagai pihak yang paling bertanggung jawab untuk merevisi kebijakan yang menggusur lahan perkebunan rakyat di Sumatra ini sangat diharap oleh masyarakat petani Riau maupun petani dari Jambi dapat lebih bijak dan tergerak hati nuraninya, ujar Jatiningsih dari Aspirasi dibawah komando Presiden Prabowo Subianto yang memang harus menyelesaikan berbagai masalah warisan pemerintah masa lalu, imbuhnya saat berada di lokasi perkemahan darurat petani Riau dan petani dari Jambi, pada hari Rabu, 18 Desember 2024.
Kunjungan Aspirasi Ema-enak yang terbilang sebagai aktivis yang militan ini, menyambangi keberadaan petani Riau dan petani asal Jambi yang dia anggap cukup solid dan tangguh berjuang bersama satu wadah Komite Pejuang Pertanian Rakyat (KPPR) Riau dan Jambi.
Setelah nyaris sepekan berkemah di taman sekitar Kementerian Kehutanan, Jakarta Pusat ini, warga petani Riau dan petani Jambi yang tergusur lahan pertanian yang telah mereka garap sejak beberapa tahun silam ini juga mengakui telah diterima berdialog dengan pihak Kementerian Kehutanan, tetapi tidak pernah dijumpai langsung oleh Menteri maupun Wakil Menteri Kehutanan. Sehingga petani wakil petani yang ikut hadir mempunyai kesan terhadap Menteri dan Wakil Menteri Kehutanan memang selalu menghindar. Namun untuk menyikapi kesan dari keengganan Menteri Kehutan dan wakilnya yang selalu terkesan menghindar itu, akan mendorong nyali kawan-kawan pada akhirnya nanti terpaksa harus mengadukan langsung kepada Presiden di Istana Negara, Jakarta, tandas Muhammad Ridwan.
“Kami semua yang datang ke Jakarta ini hanya meminta untuk mendapat perlakuan yang adil mengelola lahan yang telah kami garap sejak beberapa tahun silam, imbuh Muhammad Ridwan yang mengaku takut untuk pulang, jika apa yang mereka perjuangkan tidak berhasil. Ketakutan yang sangat dia khawatirkan itu, keluarga petani Riau maupun keluarga petani di Jambi bisa ngamuk, marah dan membuat keonaran bila apa yang kami perjuangkan di Jakarta sejarang ini tidak berhasil, kata lelaki asli Riau ini. Sebab semua keluarga kami di Riau maupun keluarga kami di Jambi sangat berharap apa yang perjuangkan sampai Jakarta ini dapat berhasil. Sebab dia tidak sanggup membayangkan apa yang akan terjadi kemudian, bila apa yang perjuangan yang telah menguras habis semua energi dari seluruh keluarga petani, katanya dengan nada yang penuh kecemasan.
Sebab lahan yang telah dikelola sejak lama oleh rakyat hingga beranak cucu itu sekitar ada sekitar 400 hektar yang masuk dalam HGU (Hak Guna Usaha) yang kini dikuasai oleh perusahaan dari seluruh total luas lagan yang tidak kurang dari 5.000 hektar itu, imbuh Muhammad Ridwan, sambil terbatuk-batuk akibat lelah dan kena angin malam di Jakarta yang juga terkesan semakin tidak bersahabat.
Derita para petani Riau dan Jambi serta sejumlah petani di Indonesia lainnya, dia yakin menghadapi masalah lama yang sama, akibat dari proses penyelesaian yang berlarut-larut tidak kunjung segera diselesaikan, ujarnya seraya menyebut sejumlah kebijakan masalah pertanahan di Indonesia sudah dimulai sejak Orde Baru yang memberi wewenang kepada Kepala Daerah untuk mengeluarjan ijin pemberian HGU yang juga tumpang tindih perizinannya. Karena itu, baru pada pemerintah Indonesia dibawah Presiden Prabowo Subianto, ada semacam keyakinan yang diberikan untuk dapat segera menyelesaikan semua masalah, utamanya masalah pertanahan untuk rakyat yang tergusur dari tempat sumber usahanya — lahan pertanian — karena dirampas secara paksa atas dasar HGU yang mereka miliki dengan menerabas hukum hingga menerabas lahan yang telah digarap sejak lama oleh masyarakat setempat.
Setidak dari 5.000 hektar yang diperoleh pihak perusahaan itu, sudah 400 hektar lahan yang telah digarap warga masyarakat sejak lama dan menjadi sumber bagi penghidupan utama mereka untuk hidup dan memenuhi semua kebutuhan dan keperluan keluarga.
Senayan, 20 Desember 2024.