GlobalCyberNews.Com -Pakar Hukum Pidana Universitas Bung Karno (UBK), Hudi Yusuf menyoroti sejumlah pihak yang diduga terlibat dalam kasus korupsi e-KTP, namun luput dari jeratan hukum dimasa lalu.
Mulai Puan Maharani, Pramono Anung, Ganjar Pranowo saat menjadi anggota DPR.
Hingga mantan Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Gamawan Fauzi.
Hudi mendesak, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa keempat orang tersebut, serta pihak lain yang diduga terlibat dalam kasus korupsi e-KTP yang belum diproses hukum, semua yang terlibat harus diperiksa.
Mau jumlahnya besar, ataupun jumlahnya kecil, seperti itu.
Dan yang diperiksa juga sampai ke yang ikut membantu dalam proses korupsi itu begitu,” ujar Hudi
Sabtu, (1/2/2025).
Menurut Hudi, perkara korupsi e-KTP perlu dituntaskan hingga ke akar-akarnya.
Apalagi ditengah momentum ditangkapnya Paulus Tannos diSingapura.
Paulus Tannos merupakan Direktur Utama PT Sandipamla Arthaputra yang sempat menjadi buron dalam perkara e-KTP ini.
Kasus e-KTP perlu diusut sampai ke akar-akarnya, bahkan sampai yang perantara yang memberikan suap dalam perkara yang dinilai ikut serta,” ucapnya.
Hudi kembali mendesak KPK untuk mengungkap kasus e-KTP secara tuntas.
Basmi lingkaran setan korupsi di oligarki.
Kalau bilang oligarki, saya bilang itu black circle.
Mulai dari birokrat, penegak hukum.
Birokrat tadi, penegak hukum, pembuat undang-undang.
Banyak orang-orang itu, banyak yang menyalahgunakan kewenangan,”ucapnya.
Fakta Persidangan
Dalam surat dakwaan eks Ketua DPR, Setya Novanto, Gamawan disebut menerima uang Rp.50 juta, satu unit ruko di Grand Wijaya, dan sebidang tanah di Jalan Brawijaya, Jakarta Selatan, melalui adiknya, Azmin Aulia.
Sementara itu, dalam surat dakwaan terdakwa mantan Anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar, Markus Nari, Gamawan juga disebut sebagai salah satu pihak yang diperkaya dalam proyek pengadaan e-KTP.
Namun, Gawaman selalu membantah terkait fakta persidangan bahwa dirinya tidak terlibat dalam kasus tersebut.
Dalam persidangan pada 2018, Setnov, sapaan akrab Setya Novanto mengaku pernah mendengar adanya uang yang diserahkan kepada Puan Maharani dan Pramono Anung.
Masing-masing sebesar 500.000 dolar Amerika Serikat (AS)
Masih kata Setnov. informasi tersebut didapatkan dari pengusaha Made Oka Masagung dan Andi Narogong.
Keduanya menyampaikan informasi itu di rumah Setnov.
Kala itu, Puan Maharani menjabat sebagai Ketua Fraksi PDIP di DPR, sedangkan Pramono Anung adalah anggota DPR. “Bu Puan Maharani, Ketua Fraksi PDIP, dan Pramono adalah 500.000 dolar AS.
itu keterangan Made Oka,” ujar Setnov kepada majelis hakim, ketika diperiksa sebagai terdakwa.
Pramono Anung sempat membantah tudingan tersebut.
Dia mengatakan tidak pernah ada kaitan apa pun dengan kasus KTP elektronik.
“ini semuanya yang menyangkut orang lain, dia bilang.
Tapi yang menyangkut dirinya sendiri, dia selalu bilang tidak ingat,” kata Pramono kepada awak media
Sementara Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto menyebut Setnov sekadar ingin mendapat status justice collaborator agar mendapat keringanan hukuman.
Di persidangan lainnya, mantan anggota DPR dari Partai Demokrat, M Nazaruddin menyebut, pernah melihat Ganjar Pranowo, Jafar Hafsah, dan Chairuman Harahap menerima uang terkait proyek e-KTP.
Namun, Ganjar disebut sempat menolak.
Saudara menyebutkan ada beberapa orang melihat langsung menerima uang seperti Pak Ganjar.
Saya membaca putusan terdahulu, keterangan saksi memang Pak Ganjar awal menolak?” tanya jaksa KPK Abdul Basir kepada Nazaruddin dalam sidang lanjutan perkara korupsi proyek e-KTP dengan terdakwa Setnov di Pengadilan Tipikor Jakarta senin, (19/2/2018)lalu.
iya, karena waktu itu semua wakil ketua dikasih 100 ribu dolar dan Pak Ganjar enggak mau,” ujar Nazaruddin.
Pak Ganjar minta berapa?” tanya jaksa kembali.
“500 ribu dolar AS,” jawab Nazaruddin.
Setelah itu, Nazaruddin menyebut Ganjar akhirnya menerima USD 500 ribu.
ia bahkan mengaku melihat langsung uang itu diterima Ganjar.
Paulus Tannos Tertangkap
Buronan kasus korupsi pengadaan e-KTP, Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin, ditangkap oleh Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) di Singapura pada 17 Januari 2025.
Saat ini, Paulus Tannos ditahan di Changi Prison setelah Pengadilan Singapura mengabulkan permintaan penahanan sementara.
Penahanan tersebut merupakan bagian dari mekanisme Perjanjian Ekstradisi RI-Singapura.
Pihak KPK, Kementerian Hukum dan HAM, Polri, serta Kejaksaan Agung memulai proses pemenuhan dokumen untuk memulangkan Tannos ke Indonesia.
Pada 13 Agustus 2019, KPK menetapkan empat tersangka baru dalam pengembangan kasus korupsi e-KTP, yakni Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra, Paulus Tannos, Direktur Utama Perum Percetakan Negara RI (PNRI), Isnu Edhi Wijaya, anggota DPR periode (2014–2019) Miryam S Haryani, dan mantan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan KTP elektronik, Husni Fahmi.
Akibat kasus penggarongan ini, diduga merugikan negara hingga Rp2,3 triliun.
Sebelum ditangkap, Tannos melarikan diri ke luar negeri dengan mengganti nama dan menggunakan paspor negara lain.(One/Bayu)
Red