Wednesday, February 5, 2025
HomeOpiniJacob Ereste :Kemiskinan Serta Kebodohan Harus Segera Diatasi oleh Bangsa & Pemerintah...
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Related Posts

Featured Artist

Jacob Ereste :Kemiskinan Serta Kebodohan Harus Segera Diatasi oleh Bangsa & Pemerintah Indonesia

GlobalCyberNews.Com  -Kemiskinan itu karena kebodohan, atau kebodohan itu karena kemiskinan. Ini semacam polemik antara ayam dan telur yang tidak perlu dianalisis, karena tidak lebih penting dari kemiskinan itu sendiri yang harus diatasi. Begitu juga soal kebodohan, tak perlu sibuk menuding kemiskinan yang memang sulit diatasi, termasuk pemerintah Indonesia yang telah diingatkan dalam pembukaan UUD 1945 sampai sekarang masih banyak orang miskin dan tidak pula kalah banyaknya orang yang bodoh. Kendati yang bersangkutan sudah merampungkan studinya di perguruan tinggi sekalipun.

Bedanya kemiskinan dan kebodohan dengan masalah telur dan ayam, yang pertama tidak perlu sibuk untuk memilih tawaran itu. Sebab kemiskinan dan kebodohan adalah dua masalah yang sama getir dan pahit untuk dijadikan pilihan. Berbeda dengan pilihan yang kedua antara telur dan ayam, bisa dipilih untuk dijadikan menu santapan apa saja caranya hingga dapat mengatasi rasa lapar dalam memikirkan Ikhwal kemiskinan dan kebodohan yang harus dienyahkan dari muka bumi.

Begitulah semangat yang heroik untuk memberantas kemiskinan dan kebodohan di negeri ini. Hanya saja kemampuan untuk itu tidak sepenuhnya diarahkan untuk seluruh warga bangsa yang menjadi tugas dan tanggung jawab pemerintah untuk serius dan sungguh-sungguh hendak mengatasinya agar tidak lagi ikut mewarnai pelangi hidup dan kehidupan di negeri yang katanya kaya raya ini. Bahkan geniusitas warga bangsa Indonesia yang bermula dari beragam suku bangsa Nusantara, toh sudah pernah membuktikan keunggulan dan kejayaannya pada masa Sriwijaya dan Majapahit yang bertumpu pada mata pencaharian sebagai petani dan nelayan, bukan dari status buruh yang salah arah sehingga tersesat di kawasan industri yang tidak memiliki akar budaya dari suku bangsa Nusantara yang kini telah sepakat menyebut diri sebagai bangsa Indonesia setelah jenuh dijajah berabad-abad oleh bangsa asing.

Karena itu pilihan pertama perlu dipikirkan untuk kembali kepada basis budaya tradisi bangsa Indonesia sendiri yang patut memposisikan keunggulan dalam segelas bentuk — tak hanya pertanian dan perikanan serta kelautan semata — tapi juga dalam ranah budaya hingga filsafat membumi ke kedalaman jadi diri bangsa bahari. Sehingga nyanyian tentang “Nenek Moyangku Orang Pelaut”, perlu ditelusuri jejak sejarah, budaya dan dalam berbagai dimensi tradisi yang tidak pernah dipikirkan — termasuk tidak pernah dinyanyikan oleh bangsa-bangsa dari belahan dunia yang lain.

Sejara pun tentang kejayaan bangsa bahari telah ditandai oleh Laksamana Keumalahayati dari Aceh, wanita perkasa yang tidak ada tandingannya di dunia pada masa itu dan mungkin juga pada sekarang. Dalam bidang ekonomi pertanian, toh bangsa asing yang datang berbondong-bondong sejak berabad-abad silam satu diantaranya adalah ingin memperoleh hasil bumi dari Nusantara yang melimpah hingga negeri kita disebut gemah Ripah loh jinawi.

Artinya dalam perspektif ekonomi ortodok, bangsa Nusantara sudah pernah mencapai titik keunggulan dalam bidang ekonomi yang tak pernah perduli pada teori dan strategi — apalagi kerakusan dan ambisiusitas — kaum kapitalis yang menguasai Indonesia sekarang ini dengan melahirkan turunannya yang kita sebut neo-lib dan kaum oligarki.

Jadi kekalahan bangsa yang pernah berjaya pada masa lalu itu — agar tidak sekedar menjadi dongeng — perlu mengevaluasi diri untuk segera kembali kepada jatidiri bangsa Nusantara yang telah menjadi Indonesia ini — yang otentik. Agar kedaulatan politik, kemandirian ekonomi dan kepribadian yang kuat — tidak terombang-ambing di samudra peradaban dunia yang gamang untuk mencari bentuk dan formatnya seperti yang diisyaratkan oleh sunnatullah kepada manusia sebagai khalifatullah — wakil Tuhan — di bumi. Panduan utamanya adalah rahmatan lil alamin.

Jadi kemiskinan dan kebodohan yang identik pelik asal usul bermukanya itu, cukup dihadapi dengan tawakal dan tabah tanpa perlu pusing memikirkan bagian mutlak dari otoritas Tuhan yang menentukannya. Sehingga manusia cukup berusaha untuk mengatasinya, tanpa perlu mempersiapkan batas-batas dari kekuasaan Tuhan.

Banten, 4 Februari 2025

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Latest Posts