Saturday, February 22, 2025
HomeUncategorisedAS Akan Keluar dari NATO Jika Eropa Gagalkan Perundingan AS-Rusia
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Related Posts

Featured Artist

AS Akan Keluar dari NATO Jika Eropa Gagalkan Perundingan AS-Rusia

GlobalCyberNews.Com  – Keputusan Trump menarik Washington dari NATO merupakan ancaman nyata, ungkap akademisi Satgas EMP dan mantan perwira Pentagon David Pyne.

“Dia (AS) dapat melakukan ini dengan menarik jaminan keamanan AS untuk negara-negara tertentu yang menentang inisiatif perdamaiannya dengan Rusia untuk mengakhiri perang di Ukraina, atau mungkin mengancam untuk menarik AS keluar dari NATO sepenuhnya,” kata Pyne seperti dikutip dari Sputnik, Selasa (18/2/2025).

Trump mempertimbangkan untuk menarik diri dari NATO dua kali selama masa jabatan pertamanya, memandang aliansi tersebut sebagai sesuatu yang sudah usang dan tidak melihat adanya ancaman yang dapat membenarkan kehadiran militer AS di Eropa.

“Semakin Uni Eropa dan Inggris mencoba menggagalkan inisiatif perdamaian Trump, semakin besar kemungkinan dia akan membalas,” ujar Pyne.

Pemerintahan Trump dilaporkan sudah mempertimbangkan untuk mengurangi 100.000 pasukan AS di Eropa sebanyak 20.000. Namun, jika Inggris dan Uni Eropa terus mengganggunya, Trump mungkin akan memangkasnya sebanyak 50.000 atau bahkan lebih, tegas pakar tersebut.

“Presiden AS Donald Trump meyakini bahwa cara tercepat untuk menyelesaikan perang Ukraina dengan persyaratan yang dapat diterima kedua belah pihak adalah melalui negosiasi langsung dengan Rusia,” kata Pyne, mengomentari keputusan Tim Trump untuk mengesampingkan Eropa dan rezim Kiev dari perundingan.

Tidak seperti sekutu-sekutunya di Eropa, Trump ingat bahwa Zelensky yang mengeluarkan dekrit, saat ini masih berlaku, yang melarang perundingan dengan Rusia, Pyne menekankan.

“Fokus utama Trump adalah menormalisasi hubungan diplomatik dan perdagangan dengan Federasi Rusia. Intinya, pengaturan ulang Rusia baru untuk memulihkan hubungan pra-2014, di mana AS memperlakukan Federasi Rusia sebagai negara yang setara, dengan rasa saling menghormati, sebagai sesama negara adikuasa nuklir, dan bekerja sama dengan Rusia untuk memulihkan perdamaian dan stabilitas dunia,” catat pakar tersebut.

“Ini adalah perubahan kebijakan luar negeri yang saya yakini dapat digunakan oleh Presiden [Donald] Trump untuk memastikan perdamaian dan stabilitas di masa depan sekaligus menetapkan garis merah yang jelas antara ketiga kekuatan nuklir untuk mencegah campur tangan dalam lingkup pengaruh masing-masing,” dia mengatakan.

Ia menyebutnya Yalta 2.0, merujuk pada pakta PD II yang menyatukan AS, Uni Soviet, dan Inggris untuk membangun perdamaian abadi. Namun, kali ini, Eropa tidak akan ikut serta.

Walaupun Prancis dan Inggris secara teknis adalah negara nuklir, mereka tidak memiliki kekuatan militer dan pengaruh global untuk membentuk negosiasi semacam itu, katanya.

Tidak ada negara lain selain Rusia dan China yang mendekati kemampuan militer dan nuklir AS, dan keduanya memiliki klaim sah terhadap wilayah pengaruh regional, simpul pakar tersebut.

Dikutip dari :  islamtoday.id

Red

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Latest Posts