
Jacob Ereste :
Global Cyber News.Com. -Sulitnya upaya memberantas korupsi di Indonesia, karena semua instansi penegak hukum juga banyak terlibat, baik sebagai pelaku langsung tindak pidana korupsi itu, maupun menunggu di hilir dari perilaku korupsi itu saat memasuki proses penyidikan maupun penyelidikan hingga saat kasus korupsi itu sendiri berada dalam proses persidangan.
Apalagi kemudian, para pelaku korupsi itu semakin canggih melibatkan pihak lain — seperti buzzer dan pemeran laku untuk mengalihkan perhatian atau bahkan terlibat dalam melakukan serangan balik — terhadap dugaan atau tuduhan para pelaku tindak kejahatan tersebut yang telah menjadi ekstra ordinary ini.
Keprihatinan terhadap realitas pemberantasan korupsi di Indonesia ini tampak dari upaya penyelesaian masalah kasus korupsi yang terbilang kakap dan melibatkan sejumlah pihak — eksekutif, legislatif bahkan yudikatif sendiri — yang terkesan mundur-maju dan tak menunjukkan perkembangan dari penangan kaus bisa semakin terang terungkap, sebagai contoh Kadus oplosan BBM yang terjadi di Pertamina, dana CSR dari Bank Indonesia serta kadis CPO dan impor gula maupun judol hingga masalah penerbitan SHU dan SHM yang ada di pantai Utara Laut Tangerang, Banten.
Belum lagi catatan dari sebagian kasus korupsi menurut KPK pada tahun 2024 saja setidaknya ada 39 kasus korupsi yang melibatkan kementerian atau lembaga yang ada di pemerintah. Laporan hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) pada tahun 2024 juga menunjukkan 90 persen kementerian dan lembaga masih melakukan praktik suap dan gratifikasi, terutama dalam pengadaan barang dan jasa.
Praktik korupsi di lingkungan kementerian dan lembaga pemerintah ini mengindikasikan praktik korupsi di lingkungan kementerian dan lembaga pemerintah ini masih menjadi bagian dari tantangan yang serius dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia
Belum lagi kasus korupsi yang dilakukan oleh penegak hukum seperti Kepolisian, Kejaksaan yang nyaris tidak ada publikasinya. Namun dari laporan KPK dan Ombudsman dalam 10 tahun terakhir, tidak sedikit oknum Jaksa yang tersangkut kasus korupsi atau pelanggaran etik, seperti menerima suap, penyalahgunaan wewenang hingga kolusi dalam penanganan perkara.
Meski begitu, pada tahun 2024, kepolisian juga mengungkap 1.280 Kadus korupsi dengan 830 orang tersangka. Namun tidak diperoleh penjelasan secara spesifik berapa jumlah dari tersangka itu yang berasal dari anggota kepolisian. Tapi pada tahun 2021 tercatat ada 48 Kadus pelanggaran pidana yang dilakukan oleh anggota kepolisian terkait dengan pungutan liar (pungli), gratifikasi, penyimpangan anggaran dan korupsi. Pada periode 17 Juli hingga 17 Oktober 2016 justru tercatat 235 Kadus pungli yang melibatkan anggota kepolisian di seluruh Indonesia. 12 Kadus diantaranya termasuk katagori pelanggaran pidana.
Berapa kompleks dan sistematiknya korupsi yang dilakukan di Indonesia sampai hari ini — tidak hanya melibatkan pelaku di luar sistem hukum, tetapi juga dilakukan juga oleh aparat penegak hukum. Artinya, perilaku korupsi sudah merasuk ke semua lini dan sektor dengan modus yang semakin canggih. Dari basis data Atlantika Institut Nusantara diperoleh dari KPK menetapkan sejumlah tersangka terkait dengan penetapan anggota DPR RI periode 2019-2024 adanya upaya perintangan penyidikan dan upaya penyuapan untuk menetapkan calon legislatif tertentu sebagai anggota DPR RI. Belum lagi tentang dana hibah bantuan untuk pertanian di Kabupaten Garut dan Tasikmalaya. Dana hibah yang harus diterima oleh kelompok tani itu dientit hingga nyaris separo dari jumlah dana yang seharusnya diterima para petani.
Ada juga anggota Komisi V DPR RI yang menelan suapan terkait proyek pengadaan barang dan jasa dari Direktorat Jendral Perkeretaapian Kementerian Perhubungan. KPK sempat menyita sisa duit sebesar Rp 3 miliar dari kasus suap ini. Dana hibah untuk Jawa Timur pun begitu. Sebanyak 21 orang yang terpilih jadi Anggota DPR RI periode 2024-2029 sudah ditetapkan sebagai tersangka. Tapi kelanjutan proses perkaranya belum jelas bagaimana ujung dari penyelesaiannya.
Ada juga kasus Anggita DPR RI periode 2019-2024 yang terbelit kasus pembelian gas alam oleh PD PDE Sumatra Selatan dan pembangunan Masjid Sriwijaya Palembang, sudah divonis 9 tahun penjara setelah lewat proses hukum yang berlaku dan panjang.
Dari berbagai Kasus di atas menunjukkan bahwa halangan dan rintangan untuk memberantas korupsi di Indonesia sungguh tidak gampang. Setidaknya, pernyataan Presiden Prabowo Subianto hendak membrangus koruptor di Indonesia tanpa pandang bulu, cukup mengisyaratkan bahwa tindak pidana korupsi di Indonesia sungguh telah menjadi semacam geng mafia yang sulit dihadapi. Sehingga — sekali lagi — peran serta masyarakat diperlukan untuk mendukung upaya pemerintah membersihkan korupsi yang telah menjadi wabah penyakit menular. Karena itu, mereka yang telah terkena penyakit bawaan dari rezim penguasa sebelumnya harus segera diisolasi atau bahkan diamputasi dari Kabinet Merah Putih yang harus bersih dan berani, seperti yang harus tercerminkan dari warna bendera pusaka negeri ini.
Jadi memang korupsi di Indonesia persis seperti ban kendaraan yang sudah bocor keliling dan sangat banyak yang masih harus ditambal. Artinya, solusi terbaik akan lebih efektif dan efisien bila diganti saja dengan yang baru, agar penyakit menular yang dibawa itu tidak terlanjur menjalar dan menambah jumlah banyak korban.
Banten, 6 Juni 2025
Red