
 Oleh : Risvande Lubis,   
Wartawan Media Online Global Cyber News.Com
Global Cyber News.Com. -Sejauh ini Otoritas Jasa Keuangan telah meningkatkan literasi dan inklusi keuangan guna mendorong perekonomian dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, bangsa dan negara. Selain itu, Otoritas Jasa Keuangan juga memegang teguh prinsip “No One Left Behind” dalam menuangkan setiap program literasi dan inklusi keuangan. Artinya tidak boleh satu pun kelompok masyarakat yang tertinggal, termasuk penyandang disabilitas dan masyarakat di wilayah Tertinggal, Terdepan dan Terluar (3 T).
Prinsip “No One Left Behind” yang digelontorkan Otoritas Jasa Keuangan dinilai masyarakat sangat menarik.Karena dalam prinsip tersebut tersirat adanya upaya mencerdaskan masyarakat dengan memanfaatkan keuangan yang benar, tepat sasaran dan berkelanjutan.
Upaya mencerdaskan masyarakat melalui berbagai program yang digelar Otoritas Jasa Keuangan ini juga banyak membuahkan hasil. Meskipun belum sempurna seperti diinginkan bersama. Namun paling tidak masyarakat dapat mengetahui nilai-nilai dasar yang ada dalam literasi dan inklusi keuangan tersebut.
Begitu juga halnya dengan program perlindungan konsumen, masyarakat menilai Otoritas Jasa Keuangan cukup tanggap dan respon terhadap laporan dan pengaduan masyarakat akibat tertipu investasi illegal maupun lainnya melalui Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas Pasti) sebelumnya bernama Satgas Waspada Investasi.
Kehadiran Indonesia Anti Scam Center (IASC) yang dirancang untuk menutup celah perpindahan dana hasil penipuan yang biasanya berlangsung sangat cepat ini dengan serta merta direspon korban penipuan siber di berbagai provinsi di Indonesia. Namun harus diakui banyak juga warga yang berada di perkotaan maupun pinggiran desa yang terjebak dalam pusaran kejahatan siber ini tidak tahu bagaimana dan dimana harus melaporkan tipuan siber yang telah dialaminya.
Sebenarnya Otoritas Jasa Keuangan di Indonesia kerap menghimbau kepada masyarakat agar tetap waspada terhadap tipu daya pinjaman online, investasi illegal dan lainnya di media sosial dengan menawarkan jasa dan produk yang menjanjikan.
Bahkan dalam suatu kesempatan, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan, Friderica Widyassari Dewi menegaskan pentingnya peran aktif masyarakat dalam melaporkan kejahatan siber yang telah dialaminya.
“Intinya semakin cepat melapor semakin besar peluang dana korban bisa diselamatkan,” kata Friderica Widyasari Dewi saat diskusi Perlindungan Konsumen dan Masyarakat Sektor Jasa Keuangan bersama media di Purwokerto, Sabtu (18/10/2025).
Dalam kesempatan yang lain, Friderica Widyasari Dewi juga meminta kepada masyarakat untuk menghubungi keluarga atau teman terdekat bila tiba-tiba muncul di WhatsApp, mengatasnamakan seseorang yang mirip suara dan wajah yang kita kenal meminta dana untuk sesuatu keperluan keluarga maupun lainnya. Sebab dengan memanfaatkan Artificial Intelegence, semua bisa direkayasa.
Menyoroti layanan Otoritas Jasa Keuangan di Indonesia, terutama Provinsi Sumatera Utara terhadap perlindungan konsumen dinilai cukup baik. Ini bukan isapan jempol dan bisa dibuktikan oleh Yanti Niwana Syahfitri Lubis, salah satu korban penipuan siber bernilai Rp.300 juta lebih yang mengadu ke kantor Otoritas Jasa Keuangan Provinsi Sumatera Utara pada 17 Juli 2025.
Pengaduan Yanti Nirwana Syahfitri Lubis, penduduk Kecamatan Medan Sunggal ini diterima oleh Deputi Direktur Pengawas Perilaku Lembaga Jasa Keuangan, Edukasi dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan Provinsi Sumatera Utara, Yovvi Sukandar yang waktu itu selain mengarahkan agar korban penipuan siber tersebut melanjutkan pengaduan ke Indonesia Anti Scam Center (IASC) melalui perangkat laptop di kantor tersebut juga membuat pengaduan yang sama kepada Kepolisian Daerah Sumatera Utara.

Tak cuma itu Yanti Nirwana Syahfitri Lubis kelahiran Medan, 10 September 1977 lalu juga pernah memohon kepada Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, agar dapat menindaklanjuti pengaduan korban penipuan siber di Indonesia yang jumlahnya dinilai cukup signifikan.
Terus terang, Yanti Nirwana Syahfitri Lubis selain berharap para scammer (penipu) yang telah menguras habis harta bendanya itu dapat mengembalikan uangnya, juga dihukum seberat-beratnya. Agar bisa menjadi efek jera bagi mereka (para penipu siber).
“Hal itu sangat wajar, karena kami sudah dimiskinkan dan dibuat sakit yang sesakit-sakitnya,” tandas Yanti Nirwana Syafitri Lubis di Medan seperti dilansir Surat Kabar Pelita Rakyat, Edisi 760/Tahun XX/1-7 September 2025.
Harapan Yanti Nirwana Syahfitri Lubis agar para korban penipuan siber yang jumlahnya cukup besar di Indonesia ini mendapat perhatian dari Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto tidak terwujud.
Padahal maraknya kejahatan siber dewasa ini telah mendunia dan sudah meresahkan masyarakat antar negara. Bayangkan setiap hari tidak sedikit korban penipuan siber ini melapor dan mengadu kepada institusi yang berwenang.
Tak heran bila Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) telah merespon lalu lintas penipuan siber ini dan akan mengadakan pertemuan konvensi dunia di Hanoi Vietnam dalam waktu dekat guna membahas dan mengambil langkah-langkah terbaik untuk menekan dan memberantas kejahatan digital tersebut.
Dalam kerugian masyarakat, Otoritas Jasa Keuangan mencatat sejak 22 November 2024 sampai 16 Oktober 2025, Indonesia Anti Scam Center menerima 299.237 laporan penipuan keuangan digital dan yang berhasil diblokir sebanyak 94.344 rekening scammer berkat koordinasi antara Otoritas Jasa Keuangan dan lembaga-lembaga yanng terkai.
Jadi total kerugian masyarakat melonjak menjadi Rp.7 triliun. Sementara dana yang berhasil diselamatkan berkat sinergi antara 17 perbankan nasional dn sejumlah platform digital yang tergabung dalam Indoneisa Anti Scam Center sebesar Rp.376,8 miliar, Jumlah kerugian masyarakat sebesar itu tentu sangat fantastis.
Karena sebelumnya Otoritas Jasa Keuangan hanya mencatat kerugian masyarakat akibat kerugian penipuan digital sampai Agustus 2025 hanya sebesar Rp.4,8 triliun, namun dalam sebulan atau tepatnya bulan September 2025 totalnya bisa tembus Rp.6 triliun lebih. Jadi tidak tertutup kemungkinan jumlah tersebut akan menggelembung lagi pada bulan-bulan berikutnya.
Pelaku penipuan siber ini sepertinya melebihi komunitas tengkulak. Menghisap darah dan memiskinkan rakyat yang pada gilirannya berujung kematian. Dalam operasionalnya, para penipu siber (scammer) agaknya tidak mengenal yang namanya kaya maupun miskin. Yang penting mereka (para penipu,red) bisa melakukan pengurasan asset dengan menghalalkan segala cara dengan memanfaatkan akses digital bernama Artificial Intelegence (AI).
BUKTI NYATA
Salah satu bukti nyata bahwa scammer tidak pandang bulu adalah adanya seorang tokoh masyarakat Sumatera Utara ternama, DR.H.Rahmat Shah pada bulan Agustus 2025 lalu terkena penipuan siber melalui Artificial Intelegence, dengan menggunakan suara dan wajah yang mirip dengan puterinya Raline Shah meminta uang untuk membeli emas yang semuanya mencapai Rp.254 juta.
Merasa sudah kena tipu scammer, DR.H Rahmat Shah secepatnya mengadukan nasib yang dialaminya kepada Otoritas Jasa Keuangan Sumatera Utara dan Indonesia Anti Scam Center serta Direktorat Siber Kepolisian Daerah Sumatera Utara.
Dengan serta merta, pengaduan tersebut segera direspon sampai akhirnya sejumlah pelaku penipuan siber ini dapat ditangkap Direktorat Siber Kepolisian Daerah Sumatera Utara pada 10 Oktober 2025 lalu. Masyarakat Indonesia, terutama Sumatera Utara tentunya menyambut gembira atas penangkapan pelaku penipuan siber.
Karena hal tersebut merupakan salah satu prestasi membanggakan dan menggambarkan kinerja terbaik yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan di Indonesia dan Direktorat Siber Kepolisian Daerah Sumatera Utara selama ini.
Namun prestasi tersebut tampaknya menjadi pro dan kontra Sebab pihak Kepolisian Daerah Sumatera Utara sepintas seperti melakukan skala prioritas bagi seseorang yang ternama untuk menindaklanjuti kasus kejahatan digital ini. Sementara korban penipuan siber serupa dari status penduduk biasa, perhatian untuk itu terkesan kurang memenuhi harapan.
Hal ini sepertinya wajar dan sah adanya mengingat puluhan ribu korban penipuan siber yang sudah beberapa bulan menanti uangnya dapat kembali ternyata tak kunjung datang. Namun tiba-tiba masyarakat dikejutkan dengan berita adanya penangkapan pelaku penipuan siber yang dilakukan Kepolisian Daerah Sumatera Utara bekerja sama dengan Otoritas Jasa Keuangan. Korbannya adalah tokoh masyarakat terpandang di Indonesia.
Seharusnya memang tidak perlu terjadi hal seperti itu. Karena hal tersebut dapat menimbulkan kekecewaan bagi para korban yang saat ini mungkin dalam kondisi keputusasaan atau apatis dalam menjalani hidup keseharian.
Namun begitu, kita juga harus akui bahwa kinerja Kepolisian Daerah Sumatera Utara bukan seperti yang kira kira. Karena seperti diketahui dewasa ini pergerakan untuk mengungkap sindikat kejahatan siber secara cepat, itu terkendala dengan adanya Undang-Undang Perbankan.
Kepolisian juga tidak bisa meminta nomor rekening seseorang atau pelaku penipuan siber kepada perbankan. Karena hal itu menyangkut kerahasiaan nasabah yang termaktub dalam Undang-Undang Perbankan.
Idealnya, kepolisian harus lebih dulu minta izin kepada Otoritas Jasa Keuangan yang salah satu tugasnya sebagai lembaga pengawasan. Namun permintaan kepolisian demi menyelamatkan dana korban kejahatan digital sepertinya sulit diperoleh.
Dalam satu sisi, seolah-olah para penipu (scammer) ini dilindungi Undang-Undang perbankan. Seharusnya memang harus ada pengecualian yang sifatnya demi kepentingan publik yang telah menjadi korban penipuan siber.
Maka tak heran jika masyarakat Indonesia, terutama para korban kejahatan siber ini merasa was-was dan berharap agar pemerintah, baik Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto maupun Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dapat merevisi Undang-Undang Perbankan secepatnya .Agar penipuan siber dapat dan diberantas sesuai harapan bersama.
Karena keresahan masyarakat terhadap kejahatan digital ini pada gilirannya dapat mengurangi kepercayaan masyarakat untuk menabung di perbankan secara drastis. Apalagi saat ini ekonomi masyarakat Indonesia, terutama di kalangan menengah ke bawah sedang dalam keadaan tidak baik..
Selain itu dampak yang ditimbulkan oleh para pelaku kejahatan siber ini cukup besar bagi para korbannya dan bisa berujung maut akibat stres memikirkan harta sudah terkuras habis sehingga merekaa seperti hidup segan mati tak mau.
Suatu hari di bulan Oktober 2025 dikeheningan malam, Yanti Nirwana Syahfitri Lubis berdo’a kepada Allah lalu bergumam “Jangan ambil nyawaku Scammer”. ***
Tulisan ini diikutsertakan pada Lomba Penulisan Artikel Otoritas Jasa Keuangan, Jurnalis Media Massa 2025.
Red








