Friday, October 18, 2024
HomeOpiniJacob Ereste :Kitab I La Galigo Yang Sarat Bernilai Sastra dan Mantra
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Related Posts

Featured Artist

Jacob Ereste :Kitab I La Galigo Yang Sarat Bernilai Sastra dan Mantra

(Bagian II)

globalcybernews.com  -Sungguh terkesan miris, kitab I La Galigo yang sarat muatan nilai spiritual suku bangsa Indonesia justru yang lengkap tersimpan di Perpustakaan Universitas Leiden, Belanda. Meskipun naskah yang terdiri dari dua belas jilid itu diperkirakan hanya sepertiga dari naskah I La Galigo secara keseluruhan. Jadi, dari kitab yang berkisah tentang awal mula manusia serta beragam tata kehidupan manusia di bumi, bisa dipastikan hampir mencapai 20.000 halaman dan sekitar satu juta baik syair, jika mengacu pada naskah yang telah terkumpulkan, 6.000 halaman atau 300.000 baik syair yang mengandung nilai spiritual maupun sastra yang tinggi. Karena kitab I La Galigo itu sendiri menjadi acuan pokok dalam penyampsian petuah, do’a serta semacam zikir dalam upacara adat yang dianggap sakral dan akan sangat menentukan mada depan generasi penerus suku bangsa Bugis berikutnya.

Kitab I La Galigo acap disebut sebagai “Sureq Selleang’ atau “Sureq Bicarrana (Pau Punna) Sawerigading yang dianggap suci oleh masyarakat sejak masa lampau.

Kesakralan Kitab I zla Galigo masih tetap diyakini suku bangsa Bugis sampai sekarang. Sehingga warga masyarakat yang hendak membuka dan membaca Sureq I La Galigo itu untuk keperluan tertentu, termasuk saat hendak mengobati seseorang yang tengah sakit parah, pun acap dibacakan mantra dari ayat-ayat atau syair pilihan yang ada di dalam kitab yang telah mendapat pengakuan sebagai warisan dunia oleh UNESCO sejak tahun 2011 karena dianggap bernilai sejarah dan kitab terbesar (tebal) dibanding kisah yang dimuat Mahabarata.

Kisah awal mula turunnya manusia sebagai putra penguasa langit dan penentu nasib (Patotoqe) bernama La Togeq atau Batara Guru. Sehingga ayat yang menjadi mantra dibuka dengan biasa satu ayat yang dianggap sakral, seperti yang berbunyi berikut ini misalnya: “Tenangkanlah hayimu, anakku Latogeq Langiq. Turunlah ke bumi dengan hatimu yang lapang”, kata salah seorang membaca syair yang menjadi mantra dan sangat diyakini mempunyai kegiatan magis untuk menghindar dari berbagai godaan dan gangguan ruh jahat.

Naskah kitab I La Galigo yang bermula dari karya lisan — lalu ditulis pada kisaran abad ke-14 hingga ditemukan oleh yang tertarik untuk mempelajarinya antara abad ke-16 hingga ke-18, mulai diketahui oleh banyak orang memiliki kandungan nilai sejarah, sastra dan tuntunan agama asli masyarakat setempat — jauh sebelum ada agama Samawi seperti yang ada sekarang.

Meski adaptasi naskah I La Galigo sudah terbilang mendunia lewat pementasan drama kolosal di berbagai negara — toh, I La Galigo sendiri tidak begitu dikenal oleh warga bangsa Indonesia yang memiliki warisan (artefak) budaya kaliber dunia, seperti Candi Borobudur dan Candi Muara Takus yang ada di Sumatra. Agaknya, atas dasar inilah diantaranya Sri Eko Sriyanto Galgendu, sebagai Pemimpin Spiritual Nusantara yakin dan percaya bahwa gerakan kebangkitan dan kesadaran serta pemahaman spiritual sangat potensial diawali dan dipelopori oleh bangsa Indonesia untuk memimpin dunia dan menjadikan Indonesia sebagai pusat sekaligus pelopor dari kebangkitan spiritual dunia yang sangat diperlukan menjadi daya penyeimbang dalan orientasi global manusia yang semakin materialistik.

Sikap dan sifat manusia yang spiritualistik sangat diperlukan dari peradaban milenial sekarang ini untuk jadi penyeimbang ketimpangan etika, moral dan akhlak manusia yang tercerabut dari fitrah kemanusiaan yang mulia sebagai Khalifatullah di muka bumi. Agar manusia tidak semakin terjerembab dan tersuruk dalam suana duniawi.

Pondok Gede, 9 Oktober 2024

Red

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Latest Posts