Thursday, October 17, 2024
HomeOpiniJacob Ereste :Penerbitan Tiga Buku Bunga Rampai Diharap Tidak Hanya Menjadi Bagian...
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Related Posts

Featured Artist

Jacob Ereste :Penerbitan Tiga Buku Bunga Rampai Diharap Tidak Hanya Menjadi Bagian Dari Ornanen Batu Nisan Semata

globalcybernews.com  -Menulis sebagai kesaksian untuk perubahan dari gerakan kesadaran dan pemahaman spiritual yang masih terus berproses mencari dan menemukan kesempurnaan hidup menjadi pendorong utama untuk melakukannya nyaris tiada lelah yang perlu dikeluarkan. Apalagi kesaksian melalui tulisan itu sendiri sangat disadari kelak akan menjadi bagian dari ornamen penghias batu nisan sendiri yang pada waktunya perlu diziarahi sekedar untuk melepas rindu bagi siapapun yang sempat singgah dalam relung kehidupan yang paling singkat sekalipun.

Sejak lima tahun terakhir, minimal satu tulisan entah dalam bentuk apapun dari perspektif karya jurnalistik modern ala media berbasis online — terus mengalir, bahkan acap kali bisa mencapai tiga karya tulis dalam bentuk dan tampilan yang berbeda ikut meramaikan publikasi dalam berbagai media yang ada di tanah air.

Semua karya tulis itu dibuat menjadi semacam terapi diri agar menjadi pikuk, setidaknya diharap bisa memperlambat proses pelupa yang menjadi semacam sunnattulah bagi setiap orang yang memasuki usia senja.

Idealnya memang semangat menulis tentang berbagai hal — semacam kesaksian sari aktivitas kegiatan sehari-hari pada saat usia mulai merunduk juga beranjak dari hasrat ingin menjaga akal sehat tetap segar dan jernih dengan memanfaatkan koreksi dan kritik yang kritis dari teman-teman dan pembaca yang aktif mengikuti semua jenis dan bentuk tulisan yang disajikan secara terbuka melalui beragam macam bentuk maupun tampilan media massa yang ada di Indonesia. Karena hanya dengan cara seperti itu juga bisa diperoleh usaha untuk mengkoreksi diri, meski lebih banyak diantaranya yang suka memberi pujian, lantaran dalam usia yang relatif uzur masih tetap produktif menyajikan informasi serta publikasi yang mereka anggap cukup segar dan menyerahkan pandangan serta pemahaman dari perspektif yang berbeda.

Sebagai penulis pemula yang memulai karier dari korespondensi, lalu semakin meyakini dapat menjadi pilihan profesi pekerjaan sebagai penulis frelance sejak tahun 1970-an hingga menjadi penulis tetap untuk sejumlah koran dan majalah, guna memantapkan pilihan pekerjaan profesi ini merasa perlu mempersakti diri dengan masuk dalam jajaran redaksi secara formal pada tahun 1989 -1990 setelah bergabung dan mengelola majalah kampus hingga setahun kemudian menguji diri sebagai redaktur budaya dan seni harian umum yang lebih luas sekaligus pengelola utama Koran Mingguan pada tahun 1989-1990.

Meski begitu, profesi sebagai penulis lepas (frelance) terus berjalan hingga akhirnya mampu membagi waktu untuk ikut aktif dalam organisasi buruh sejak tahun 1992 hungga undur diri pada tahun 2022.

Diantara waktu aktif dalam organisasi buruh ini (2000 – 2006) dipercaya jadi pengendali utama sejumlah media Mingguan (Tabloid) sambil terus gencar menulis di berbagai media umum sebagai penulis frekance maupun penulis tetap untuk sejumlah media di daerah.

Jadi usaha untuk menghimpun karya tulis yang telah berserakan di sejumlah media pada lima tahun terakhir ini (2019-2024), karena sudah diperkirakan tudak kurang seribu artikel, nyaris rampung untuk dijadikan semacam bunga ramai seperti yang sudah pernah diterbitkan “Menggugat Sastra, Wanita dan Budaya Kita” oleh PT. Bina Cipta, Bandung pada tahun 1986. Adapun kumpulan tulisan terbaru kali kini terbagi dalam tiga judul : (1) “Kesaksian Perjalanan Spiritual Sri Eko Sriyanto Galgendu”, (2) Kesaksian Perjalanan Budaya Politik Kita” dan (3) “Kesaksian Perjalanan Bangsa dan Negara Indonesia Menjelang Satu Abad”.

Serangkaian dari tiga bagian tulisan tersebut merupakan satu titik fokus perhatian penulis yang dianggap paling kristal menjadi pangkal soal masalah bagi bangsa dan negara Indonesia kemarin, hari ini dan esok yang patut disikapi dengan cara lebih bijak untuk bertarung dibantah global yang tidak mungkin dapat dielak melalui cara apapun. Kecuali masuk dan mencari celah agar tetap dapat tampil dengan kedaulatan politik, ekonomi yang mandiri serta kepribadian yang budaya luhur, setidaknya seperti yang telah disebarkan para leluhur kita.

Harapan dari usaha untuk menerbitkan tiga buku ini pun yang merupakan satu kesatuan juga dapat menandai pengharapan besar bagi bangsa dan negara Indonesia untuk menjadi kiblat peradaban dunia di masa depan. Karena itu, gerakan kebangkitan dan kesadaran serta pemahaman spiritual menjadi pincak simpul dari konsentrasi implementasi, sosialisasi dan realisasi yang perlu dijadikan kesadaran dan kesepakatan bersama untuk dilakukan dalam bentuk dan cara apapun dengan mengedepankan etika, moral dan akhlak mulia manusia sebagai wakil Tuhan — khalifatulah — di bumi.

Sekedar catatan kaki untuk rencana penerbitan bunga ramai dari tiga serangkaian ide dan gagasan yang termuat di dalamnya, dapat berkenan serta dipahami bisa mendapatkan dukungan dalam berbagai bentuk dan senilai apapun wujudnya yang nyata. Sebab dari serangkaian tiga buku bunga rampai ini tidak hanya dapat menjadi bagian dari ornamen batu nisan yang mungkin kelak akan diziarahi, tapi juga diharap mampu memicu gairah elan vital perjuangan serta etos untuk kemaslahatan bersama. San harapan terhadap penerbitan tiga buku bunga rampai ini pun tidak hanya menjadi bagian dari ornamen batu nisan semata.

Banten, 17 September 2024
[14/10 00.49] jacob.ereste@gmaol.com: Jacob Ereste :
Garansi Dari Nama Besar Trah Prabowo Subianto Sungguh Meyakinkan Akan Patuh dan Taat Pada Amanah Rakyat

Membangun dinasty kekuasaan di jaman modern sekarang ini, semakin gampang seperti mau membangun rumah. Cukup membeli sejumlah partai yang sudah banyak dijual di toko material. Soal Amdal pun, bisa lebih gampang menyusul kemudian seperti IKN (Ibu Kota Nusantara) dengan membayar sejumlah instansi yang berfungsi sebagai penggergaji segala bentuk rintangan, sampai para kritisi lelah mengumpat lewat media massa online maupun media mainstream yang sudah semakin loyo karena dihimpit bisnis dan perkembangan teknologi digital yang maunya serba cepat dan instan seperti mie tanpa kuah.

Kerajaan baru pun dalam bentuk dan jenis kelamin yang lain pun bermunculan lewat imbalan konsesi semasa kampanye yang sudah digelontorkan tidak alang kepalang nilainya. Maka itu konsesi pun dapat semakin diperpanjang hingga 190 tahun atau sepuluh generasi yang melampaui secara umum masa kekuasaan raja-raja di Nusantara dahulu. Maka itu ada sedikit rasa penyesalan, mengapa leluhur dahulu mau pasrah bongko’an kepada republik yang cuma mampu janji belaka tanpa pernah dapat mewujudkan kesepakatan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengatasi masalah rakyat miskin hingga nyaris seabad kemerdekaan diproklamasikan.

Sementara Indonesia Emas pada tahun 2045 sudah terus diipuk-ipuk seperti sedang berupaya menenteramkan hati, agar semua rakyat bisa tertidur lelap, meski dengan perut yang kosong.

Atas dasar itulah, harapan besar telah digantung setinggi langit pada Presiden terpilih, Prabowo Subianto untuk mereparasi seluruh bagian yang telah bobrok dan keropos di negeri ini. Mulai dari kaum petani, nelayan dan buruh sangat diharap mampu dijadikan pondasi bangunan ketahanan dan pertahanan pangan yang nyata bagi bangsa dan negara Indonesia.

Biarlah kelak akan kita saksikan ambisi membangun dinasti kekuasaan yang akan runtuh sendiri dengan cara yang akan sangat menyakitkan itu sebagai azab dari kerakusan yang tidak perlu diteladani. Toh, sejarah selalu mencatat, kerakusan dan kepongahan yang berlebihan itu akan luruh dan tumbang dengan sendirinya, akibat bumi dan langit pun ikut memberikan kutukan.

Sebagai putra terbaik bangsa, Prabowo Subianto terpilih menjadi Presiden Indonesia ke-9 yang pantas memperindah sejarah perjalan bangsa dan negara seperti yang telah dilakukan leluhurnya, Raden Mas Margono Djojohadikoesoemo (Kakek), Soemitro Djojohadikoesoemo,l (sang Ayah) serta Letnan Soebianto dan Taruna Soejono ,(sang Paman), keduanya gugur di Medan laga dalam pertempuran yang heroik, di Lengkong, yang di komando Mayor Daan Mogot, pada 25 Januari 1946.

Heroisme nama sang Paman itu melekat dalam dalam jiwa dan raga kemiliteran yang dia tekuni sejak tamat dari Akademi Militer pada tahun 1970 hingga terus meniti karier dan bertugas di Pasukan Khusus (Kopassus) hingga menjabat Pangkostrad (Panglima Komando Strategis Angkatan Darat) tahun 1998.

Dalam bidang ekonomi, tampaknya Prabowo Subianto tidak hanya mewarisi kepakaran sang ayah, Soemitro Djojohadikoesoemo yang terkenal sebagai begawan ekonomi Indonesia yang telah melahirkan seabrek pakar ekonomi di Indonesia. Tetapi juga sang kakek, Raden Mas Margono Djojohadikusumo tercatat dalam sejarah sebagai pendiri Bank Negara Indonesia pada tahun 1946.

Kecuali trah keluarga Prabowo Subianto yang sangat mulia dan terhormat itu, ia pun cukup dominan mendapat dimensi pemahaman sosialis dari lingkungan keluarga besarnya yang tidak diragukan kepeduliannya pada rakyat kecil yang papa untuk mendapat perhatian dan diberdayakan agar dapat menjadi asset nasional guna mengelola sumber alam dan hasil bumi yang subur di negeri ini.

Hasyim Soejono Djojohadikusumo sang adiknya, adalah pengusaha sukses, pemilik Arsari Group, dan aktif berkiprah di politik sebagai Wakil Ketua Pembina Partai Gerindra. Tentu sebagai pengusaha yang terbilang kaya, tak lagi perlu kemaruk seperti kebanyakan orang yang tidak bisa membatasi diri akibat beban masa silam yang kelam. Hasyim Soejono Djojohadikoesoemo juga seorang filantropis yang penuh semangat serta komitmen terhadap NKRI seperti gigih telah dia buktikan untuk menjaga dan melestarikan budaya tradisi bangsa lewat pendidikan dan pelestarian lingkungan hidup hingga satwa langka.

Agaknya, nama besar keluarga ini dapat menjadi garansi sosok Presiden Prabowo Subianto yang akan serius dan tawadhu menjalankan amanah rakyat, minimal seperti yang telah diperjanjikan bersama segenap warga bangsa Indonesia melalui Mukadimah UUD 1945 dan Pancasila.

Topik penting ini, menjadi pembahasan serius bersama Wowok Pranowo, Joyo Yudhantono seorang aktivis pergerakan serta Sri Eko Sriyanto Galgendu, Pemimpin Spiritual Nusantara hingga sangat yakin kelak semua itu akan dilakukan oleh Prabowo Subianto sebagai Presiden Indonesia ke-9 yang berbuat banyak menata Indonesia pada periode 2024-2029. Ibarat kata, kata kawan Bang Jali Pitung yang juga kawan penulis dari Marunda itu, rakyat bisa lebih santai dan nyaman dipimpin Prabowo Subianto. Seakan seperti baik sepeda yang santai, bisa lepas tangan. Artinya, kalangan aktivis dan kritikus boleh sedikit lega, sebab yang dipertaruhkan Prabowo Subianto justru adalah trah. Jadi sangat jauh dari kontaminasi ambisi membangun dinasty.

Acara Diskusi singkat yang intens di Sekretariat GMRI (Gerakan Moral Rekonsiliasi Indonesia) ini pun sungguh memberi semacam angin segar. Setidaknya bagi GMRI untuk melaksanakan pertemuan besar persahabatan dan persaudaraan antar umat beragama sedunia dari berbagai bangsa dalam waktu dekat di Indonesia.

Jakarta, 13 Agustus 2024

Red

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Latest Posts