by : Riza Aslam Khaeron
GlobalCyberNews.Com -Jakarta: Perkembangan teknologi yang pesat membuat penggunaan kecerdasan buatan (AI) dalam sistem senjata nuklir menjadi perdebatan panas. AI terus berkembang di sektor militer, termasuk dalam sistem komando, kontrol, dan komunikasi nuklir.
AI semakin banyak digunakan di sektor militer, termasuk dalam sistem komando, kontrol, dan komunikasi nuklir (NC3)
Bahkan, Presiden AS Joe Biden dan Presiden Tiongkok Xi Jinping pernah membahas topik ini, sepakat bahwa keputusan penggunaan senjata nuklir harus tetap berada di tangan manusia. Jadi, apakah kita benar-benar siap menyerahkan kendali senjata nuklir kepada AI?
- Kekuatan dan Potensi AI dalam Senjata Nuklir
AI menawarkan kemampuan untuk menganalisis data intelijen dalam jumlah besar dengan cepat dan tanpa bias emosi manusia, seperti rasa takut atau kemarahan.
Ini bisa membantu para pemimpin membuat keputusan yang lebih baik saat krisis, ketika risiko kesalahan dan eskalasi konflik nuklir meningkat.
Misalnya, AI bisa digunakan dalam sistem peringatan dini untuk mendeteksi ancaman nuklir dengan lebih akurat dibandingkan manusia.
Menurut Peter Rautenbach dalam Arms Control Association, AI dapat membantu mengurangi kesalahan manusia dan mendukung pemimpin militer dalam pengambilan keputusan, terutama ketika waktu sangat terbatas dan tekanan tinggi.
Menurut Profesor Steffan Puwal, ahli fisika di Universitas Oakland yang berasosiasi dengan NATO Review, AI punya potens untuk memperkuat kemampuan deteren nuklir tanpa perlu memperluas persenjataan.
Ia juga mencatat bahwa larangan penggunaan AI dalam pertahanan nuklir sering kali didasarkan pada kesalahpahaman tentang teknologi AI saat ini, yang sering kali dipengaruhi oleh kesalahpahaman yang berasal dari fiksi populer daripada didasarkan pada bukti ilmiah yang solid.
Banyak orang membayangkan AI seperti “Skynet” dalam film Terminator 2, yang memiliki kesadaran diri dan mengambil keputusan sendiri tanpa kendali manusia.
Padahal, jenis AI yang ada saat ini tidak memiliki kemampuan berpikir independen atau kesadaran diri; AI saat ini hanya mampu menjalankan instruksi yang diberikan manusia tanpa memahami tujuan strategis yang lebih besar.
Profesor Puwal juga mencatat bahwa pengembangan sistem penargetan berbasis AI bisa membawa keuntungan geopolitik yang signifikan, seperti meningkatkan akurasi serangan dan mengurangi jumlah senjata yang diperlukan untuk mencapai efek pencegahan.
Contohnya, pada masa Perang Dingin, peningkatan akurasi senjata nuklir memungkinkan Amerika Serikat untuk mempertahankan kemampuan pencegahan yang efektif dengan jumlah senjata yang lebih sedikit, menghemat biaya dan mengurangi potensi dampak destruktif.
- Risiko dan Tantangan Penggunaan AI
Namun, penggunaan AI dalam senjata nuklir juga membawa risiko besar. AI rentan terhadap kesalahan teknis dan serangan siber, yang dapat menyebabkan informasi salah atau bahkan peluncuran senjata secara tidak sengaja.
Misalnya, serangan siber pada tahun 2010 yang dikenal dengan Stuxnet berhasil merusak fasilitas nuklir Iran dengan mengubah data operasional tanpa terdeteksi.
Dengan semakin meningkatnya serangan siber global, risiko ini menjadi perhatian yang serius bagi banyak negara.
Kesalahan seperti “false positive” atau peringatan palsu bisa sangat berbahaya jika AI salah mengidentifikasi ancaman.
Sejarah menunjukkan bahwa kesalahan dalam sistem peringatan nuklir, seperti yang terjadi pada insiden di tahun 1983 ketika sistem peringatan Uni Soviet salah mendeteksi peluncuran rudal dari Amerika Serikat, hampir memicu konflik nuklir besar.