Global Cyber News|-Medan I Hingga tanggal 17 Juli 2020, industri perbankan yang terdiri dari Bank Umum dan BPR/BPRS di Sumut telah menerima pengajuan restrukturisasi kredit sebanyak 310.249 debitur dengan outstanding kredit Rp.24,72 trilliun. Dari pengajuan tersebut, 303.108 debitur (97,70 persen) telah direalisasikan oleh industri perbankan dengan outstanding kredit Rp18,11 trilliun.
“Sisanya masih dalam proses asesmen oleh bank. Secara khusus terkait restrukturisasi pembiayaan syariah, Bank Umum Syariah dan BPRS di Sumut telah menerima pengajuan restrukturisasi kredit sebanyak 148.360 debitur dengan outstanding pembiayaan Rp 714 miliar dengan tingkat realisasi restrukturisasi sudah mencapai 99,82 persen atau sebesar Rp697 miliar dengan 148.094 debitur,” ucap Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional 5 Sumatera Bagian Utara (Sumbagut), Yusup Ansori, Jumat (7/8/2020).
Dalam keterangan tertulisnya, Yusup Ansori mengakui bahwa risiko Kredit/Pembiayaan tetap terkendali, dengan dilaksanakannya kebijakan stimulus perekonomian oleh OJK berupa relaksasi penilaian kualitas kredit dan restrukturisasi kredit tersebut, risiko kredit/pembiayaan industri perbankan di Sumut di tengah pandemi Covid-19 tetap terkendali.
“Sejak munculnya dampak pandemi pada April 2020, sebanyak Rp 247 Miliar kredit bermasalah di bank umum telah berhasil diselesaikan sehingga rasio NPL gross turun dari 3,80 persen pada April 2020 menjadi 3,73 persen pada Juni 2020. Rasio tersebut masih berada dalam kategori sehat di bawah ambang batas 5 persen,” ujarnya.
Sejauh ini, lanjut Yusup Ansori, perkembangan kinerja perbankan di Sumatera Utara (Sumut) secara umum masih tumbuh positif di tengah pandemi Covis-19. Untuk itu, OJK bersama dengan industri jasa keuangan terus berupaya untuk menjaga kinerjanya agar tetap stabil dan berkontribusi dalam upaya pemulihan ekonomi daerah.
“Selain itu di masa pandemi Covid-19 ini, pemantauan kinerja industri jasa keuangan khususnya perbankan dilakukan secara intens dan rutin,” tambahnya.
Menurut dia, dari sisi penggunaan, pembiayaan syariah lebih besar tersalurkan untuk penggunaan konsumtif sebesar Rp.6,30 triliun dibanding untuk modal kerja Rp2,91 triliun dan pembiayaan investasi sebesar Rp.2,78 triliun. Hal serupa juga terlihat di sisi penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) sebesar Rp249 triliun yang bertumbuh sebesar 7,67 persen secara yoy,” kata Yusup Ansori dalam siaran rilisnya.
Dia juga mengakui bahwa dari penghimpunan dana tersebut, sebanyak Rp14,65 triliun merupakan Dana Pihak Ketiga (DPK) kegiatan usaha Syariah dengan pertumbuhan 7,47 persen secara yoy. (pl)
Red.Pandi Lubis