Saturday, October 19, 2024
HomeOpiniRAMADHAN 40 H : MENGENANG WAFATNYA SAYYIDINA ALI BIN ABI THALIB RA
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Related Posts

Featured Artist

RAMADHAN 40 H : MENGENANG WAFATNYA SAYYIDINA ALI BIN ABI THALIB RA

Global Cyber News.Com|Sayyidina Ali bin Abi Thalib karramallaahu wajhah, lahir sekitar hari Selasa 13 Rajab 23 SH / 599 M di Mekkah, 21 tahun sebelum hijrah dan wafat pada hari Ahad, 17 Ramadhan 40 H / 24 Januari 661 M. Ada riwayat lain, yg mengatakan wafat 21 Ramadan 40 H. Ada pendapat, beliau wafat tanggal 19 Ramadhan dan 21 ramadhan. Wallahu a’lam.

Ali Bin Abi Thalib RA memiliki beberapa orang saudara laki2 yg lebih tua darinya, mereka adalah: Thalib, Aqil, dan Ja’far. Dan dua orang saudara perempuan Ummu Hani’ dan Jumanah radliyallahu anhum.

Menurut sejarawan, Ali bin Abi Thalib RA dilahirkan 10 tahun sebelum dimulainya kenabian Muhammad, sekitar tahun 599 M atau 600 (perkiraan). Usia Ali terhadap Nabi Muhammad Saw masih diperselisihkan hingga kini, sebagian riwayat menyebut berbeda 25 tahun, ada yg berbeda 27 tahun, ada yg 30 tahun bahkan 32 tahun.

Nama asli

Dia bernama asli ASSAD BIN ABU THALIB, bapaknya Assad adalah salah seorang paman dari Muhammad saw. Assad yg berarti Singa adalah harapan keluarga Abu Thalib untuk mempunyai penerus yg dapat menjadi tokoh pemberani dan disegani di antara kalangan Quraisy Mekkah. Setelah mengetahui anaknya yang baru lahir diberi nama Assad, Ayahnya memanggil dgn Ali, yg berarti Tinggi (derajat di sisi Allah).

Riwayat lainnya, ada saat lahir, sebenarnya Ali bin Abi Thalib bernama HAYDAR bin Abu Thalib yg artinya singa dari keluarga Abu Thalib, namun Rasulullah SAW tidak begitu menyukai nama tsb dan beliau SAW memanggilnya dgn nama Ali yg memiliki arti “yang tinggi derajatnya disisi Allah”.

Kelahiran Ali bin Abi Thalib banyak memberi hiburan bagi Nabi Muhammad Saw, karena dia tidak punya anak laki2, sebab meninggal semua. Uzur dan faqirnya keluarga Abu Thalib, memberi kesempatan bagi Nabi Muhammad saw bersama istri dia Khadijah RA, untuk mengasuh Ali bin Abi Thalib dan menjadikannya putra angkat. Hal ini sekaligus untuk membalas jasa kepada Abu Thalib, yg telah mengasuh Nabi sejak dia kecil hingga dewasa, sehingga sedari kecil Ali bin Abi Thalib sudah bersama dgn Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam.

Dalam buku Muhammad Sang Nabi: Sebuah Biografi Kritis (2011), Karen Amstrong menuliskan bahwa Ali mulai tinggal bersama Nabi Muhammad SAW di usia lima tahun. Karena Ali adalah anak asuh Nabi Muhammad SAW, ia begitu menghormati Rasulullah. Ali banyak belajar karakter mulia melalui teladan Rasulullah SAW. Kira2, di antara usia 8 hingga 16 tahun, ia menyaksikan awal turunnya wahyu kenabian.

Beliau adalah khalifah keempat yg berkuasa kurang lebih selama 5 tahun, pada tahun 656 M sampai 661 M, menggantikan Khalifah Utsman bin Affan Radhiyallahu Anhu. Beliau termasuk golongan pemeluk Islam pertama (As-sabiqunal Awwalun) dari golongan pemuda dari kalangan kaum Quraisy yg masuk Islam. Ali juga yg menggantikan posisi Rasulullah SAW di tempat tidurnya, saat Nabi SAW hijrah. Dan salah satu sahabat utama Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam. Secara silsilah, ‘Ali adalah sepupu dari Nabi Muhammad Saw. Pernikahan ‘Ali dgn Sayyidah Fatimah az-Zahra Radhiyallahu Anha, juga menjadikannya sbg menantu Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam.

Fisikal

Ali bin Abi Thalib adalah laki2 berkulit sawo matang, bola mata beliau besar dan agak kemerah2an. Untuk ukuran orang Arab, beliau termasuk pendek, tidak tinggi dan berjanggut lebat. Dada dan kedua pundaknya putih. Rambut di dada dan pundaknya cukup lebat, berwajah tampan, memiliki gigi yg rapi, dan ringan langkahnya (keterangan dalam kitab ath-Thabaqat al-Kubra, 3: 25, karya Abu Abdullah Muhammad bin Sa’ad bin Mani’ al-Basri al-Hasyimi atau Ibnu Sa’ad rahimahullah (784 – 845 M).

Sebagai salah satu pemeluk Islam awal, ‘Ali bin Abi Thalib RA, telah terlibat dalam berbagai peran besar sejak masa kenabian, meski usianya terbilang muda, bila dibandingkan sahabat utama Nabi yg lain. Beliau mengikuti semua perang, kecuali Perang Tabuk, pengusung panji, juga berperan sbg sekretaris dan pembawa pesan Nabi. Beliau juga pernah ditunjuk sbg pemimpin pasukan pada Perang Khaibar.

Perang Badar

Beberapa saat setelah menikah, pecahlah perang Badar, perang pertama dalam sejarah Islam. Di sini Ali betul2 menjadi pahlawan disamping Hamzah, paman Nabi. Banyaknya Quraisy Mekkah yg tewas di tangan Ali masih dalam perselisihan, tetapi semua sepakat dia menjadi bintang lapangan dalam usia yg masih sangat muda sekitar 25 tahun.

Perang Khandaq

Perang Khandaq juga menjadi saksi nyata keberanian Ali bin Abi Thalib ketika memerangi Amar bin Abdi Wud. Dengan satu tebasan pedangnya yg bernama Dzulfikar, Amar bin Abdi Wud terbelah menjadi dua bagian.

Perang Khaibar

Setelah Perjanjian Hudaibiyah yg memuat perjanjian perdamaian antara kaum Muslimin dgn Yahudi, dikemudian hari Yahudi mengkhianati perjanjian tsb sehingga pecah perang melawan Yahudi yg bertahan di Benteng Khaibar yg sangat kukuh, biasa disebut dgn perang Khaibar. Di saat para sahabat tidak mampu membuka benteng Khaibar, Nabi Muhammad Saw bersabda:

“Besok, akan aku serahkan bendera kepada seseorang yg tidak akan melarikan diri, dia akan menyerang berulang2 dan Allah akan mengaruniakan kemenangan baginya. Allah dan Rasul-Nya mencintainya dan dia mencintai Allah dan Rasul-Nya”.

Maka, seluruh sahabat pun berangan2 untuk mendapatkan kemuliaan tsb. Namun, tenyata Ali bin Abi Thalib yg mendapat kehormatan itu serta mampu menghancurkan benteng Khaibar dan berhasil membunuh seorang prajurit musuh yg berani bernama Marhab, lalu menebasnya dgn sekali pukul hingga terbelah menjadi dua bagian.

Peperangan lainnya, hampir semua peperangan dia ikuti kecuali perang Tabuk, karena mewakili Nabi Muhammad Saw, untuk menjaga kota Madinah.

Gelar Karramallahu Wajhah

Sayidina Ali bin Abi Thalib digelari atau didoakan dgn karromallahu wajhah karena dua alasan:

  1. Wajahnya tidak pernah bersujud kepada selain Allah SWT sejak sebelum memeluk Islam
  2. Mata Sayidina Ali bin Abi Thalib tidak pernah melihat kemaluan sendiri, lebih2 milik orang lain. Walupun beliau istinja’, beliau berusaha memalingkan wajahnya untuk tidak sampai melihat kemaluannya.

Tragedi pembunuhan dan wafatnya

Pada tanggal 17/18/19/21 Ramadan 40 H, atau 27 Januari 661 Masehi, saat sholat di Masjid Agung Kufah, Ali diserang oleh seorang Khawarij bernama Abdurrahman bin Muljam, laknatullah. Dia terluka oleh pedang yg diracuni oleh Abdurrahman bin Muljam, saat ia sedang bersujud ketika sholat subuh. Ali memerintahkan anak2nya untuk tidak menyerang orang Khawarij tsb, Ali malah berkata bahwa jika dia selamat, Abdurrahman bin Muljam akan diampuni, sedangkan jika dia meninggal, Abdurrahman bin Muljam hanya diberi satu pukulan yg sama (terlepas apakah dia akan meninggal karena pukulan itu atau tidak). Ali meninggal dua hari kemudian pada tanggal 29 Januari 661 (21 Ramadan 40 Hijriyah). Hasan bin Ali memenuhi Qisas dan memberikan hukuman yg sama, kepada Abdurrahman bin Muljam atas kematian Ali bin Abi Thalib.

Pembunuhan tsb terjadi pada Jumat Subuh 17/18 Ramadhan tahun 40 Hijriyah. Khalifah Ali bin Abi Thalib wafat pada Sabtu, 19/21 Ramadhan 40 Hijriyah dalam usia 63 tahun. Syahidnya Ali bin Abi Thalib menandai berakhirnya era Khulafaur Rasyidin.

Dalam beberapa literatur, salah satunya dalam Kitab Tarikh Ath Thabari atau Al Rusul Wa Al Muluk (karya Abu Ja’far Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir bin Ghalib al-Amali ath-Thabari, lebih dikenal sebagai Ibnu Jarir atau Imam ath-Thabari rahimahullah, wafat 923 M / 310 H) tercatat, racun yg digunakan untuk membunuh Sayyidina Ali ini seharga 1.000 Dinar.

Peneliti Sejarah Brains Community Muhammad Hafi mengatakan, peristiwa itu terjadi setelah Perang Siffin. Tepatnya pada 19 Ramadan tahun 40 Hijriah di Masjid Najaf. Saat itu Ali bin Abi Tholib sedang mengimami sholat jamaah subuh di Masjid tersebut dan setelah sujud terakhir langsung ditebas seorang pembunuh yg bernama Abdurrahamn bin Muljam. Dan pedangnya itu sudah dilumuri racun yg dahsyat. Namun, ada riwayat bahwa setelah peristiwa itu, Sayydina Ali bin Abi Thalib, masih bisa bertahan selama dua hari akibat racun tsb.

Bahkan, ada riwayat yg menyebutkan bahwa sempat mencari tabib hingga ke Mesir, untuk mencari kesembuhan dari racun tsb. Dan ternyata, tabib dari Mesir itu tidak bisa menyembuhkan dan meminta kepada Ali bin Tholib untuk segera menuliskan wasiat.

Salah satu riwayat menceritakan, bahwa tabib tsb meletakkan daging kambing di atas kepala Ali bin Tholib. Daging tsb langsung menghitam saking ganasnya racun. Maka Tabib itu berpesan kepada Ali bin Abu Tholib untuk segera menulis wasiat karena melihat kondisinya yang seperti itu. Hingga Ali bin Abi Tholib meninggal dunia pada 19/21 Ramadan tahun 40 Hijriah.

Sementara, nasib Abdurrahamn bin Muljam ditangkap oleh orang muslim dan dipenjara. Pernah sempat akan dibunuh oleh para sahabat yg hadir pada waktu itu. Namun, oleh Ali bin Abi Tholib tidak menperbolehkan. Sang pembunuh harus diadili sesuai dgn hukum yg berlaku.

Riwayat lain juga menyatakan, pernah suatu ketika saat Ali bin Abi Tholib sekarat, putra Hasan bin Abi Tholib membawakan segelas susu. Hal ini untuk menjaga kondisi agar Ali bin Abi Tholib tetap sehat. Ini yg membuat terenyuh. Ali bin Abi Tholib menolak susu tsb dan disuruh memberikan kepada Abdurrahman bin Muljam yg saat itu berada dipenjara. Karena dia lebih membutuhkan.

Ali bin Abi Thalib ra., terbunuh pada malam Jum’at waktu sahur pada tanggal 17 Ramadhan tahun 40 H. Ada yg mengatakan pada bulan Rabi’ul Awwal. Namun pendapat pertama lebih shahih dan populer. Ada yg mengatakan beliau wafat pada hari beliau ditikam, ada yang mengatakan pada hari Ahad tanggal 19 Ramadhan.

‘Amr bin Ali bin Bahr bin Kaniz al-Bahili al-Basri al-Fallas atau Imam Al-Fallas rahimahullah (salah satu guru Imam Abu Isa Adh-Dhahhak rahimahullah, wafat Senin, 11 Februari 864 M / 25 Dzul Hijjah 249 H) berkata, “Ada yg mengatakan, Ali bin Abi Thalib ditikam pada malam dua puluh satu Ramadhan dan wafat pada malam dua puluh empat dalam usia 58 atau 59 tahun.

Ada yg mengatakan, wafat dalam usia 63 tahun. Itulah pendapat yg masyhur, demikian dituturkan oleh Muhammad bin al-Hanafiyah, Abu Ja’far al-Baqir, Abu Ishaq as-Sabi’i dan Abu Bakar bin ‘Ayasy. Sebagian ulama lainnya.

Setelah Ali bin Abi Thalib ra. wafat, kedua puteranya yakni al-Hasan dan al-Husein memandikan jenazah beliau dibantu oleh Abdullah bin Ja’far. Kemudian, jenazahnya dishalatkan oleh putera tertua beliau, yakni al-Hasan. Al-Hasan bertakbir sebanyak sembilan kali.

Jenazah beliau dimakamkan di Darul Imarah di Kufah, karena kekhawatiran kaum Khawarij akan membongkar makam beliau. Itulah yg masyhur. Adapun keyakinan mayoritas kaum Rafidhah yg jahil bahwa makam beliau terletak di tempat suci Najaf, maka tidak ada dalil dan dasarnya sama sekali.

Keistimewaan

Alkisah, Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

انا باب العلم و علي مفتاحه

“Aku adalah pintunya ilmu, dan Ali adalah kuncinya”.

Dikisahkan, Nabi merupakan pintu ilmu yg sangat luas. Ia sebagai bekal dunia akhirat sebagaimana pernah disabdakan, kunci ilmu dimiliki oleh sahabat Ali. Hati mana yg tak penasaran mendengar sabda Rasul tsb. Pun dgn gerombolan orang2 Khawarij. Mereka gusar tiada tara, tatkala mendengar kabar hadits ini. Kemudian mendorong mereka berniat menguji kebenaran hadis kepada Rasulullah secara langsung. Dikumpulkanlah tujuh orang dari golongan mereka.

“Jika Ali sebagai kunci ilmu, maka ketika kita beri pertanyaan yg sama tentu jawabannya juga sama”. Salah seorang dari mereka mengawali pembicaraan. “Ya, benar kamu. Tidak mungkin seseorang yg dianggap kuncinya ilmu akan menjawab dgn jawaban yg berbeda2. Jika memang benar ia kuncinya ilmu” yg lain menimpali.

Disusunlah strategi, rencana matang disusun, “mari kita uji dgn memberikan pertanyaan yg sama, namun dari orang yg berbeda2,” usul salah seorang dari ketujuh khawarij tsb dan mereka berakhir pada kata sepakat. Pertanyaan yg akan diajukan, antara ilmu dan harta, manakah yg lebih utama? Setelah mereka memberikan pertanyaan yg sama. Mereka mendapat jawaban yg sama pula. Antara ilmu dan harta, yg lebih utama adalah ilmu.

“Tapi tunggu dulu, apakah Ali juga memberikan alasan tentang jawabannya?” tanya salah seorang dari mereka. “ya, benar” timpal mereka bersama2. “Apa itu?”. “Kalau ilmu menjagamu. Namun, harta, engkau yg harus menjaganya,” orang pertama dari kelompok khawarij menyampaikan alasan yg dikemukakan sahabat Ali bin Abi Thalib karamallahu wajhah. “Jika ilmu adalah warisan nabi, harta adalah warisan Qorun yang terkutuk”.

Orang kedua menambahi kemudian “ilmu jika ditasarufkan, akan bertambah. Sedang harta, jika ditasarufkan akan berkurang,” tambah orang ketiga menyampaikan kutipan argumentasi yg ia terima. Mereka mulai heran akan jawaban yg berbeda2. “Andai kau memilih ilmu, kau akan mendapat julukan yg baik, namun jika harta, julukan buruk yg kau dapat,” demikian orang keempat menjelaskan. Mereka semakin ragu akan alasan yg berbeda2.

“Ilmu itu menerangi hati, sedangkan harta mengeraskan hati,” “Ilmu jika dibiarkan tidak apa2, namun harta jika dibiarkan akan rusak”, “ilmu ketika di hari kiamat akan menolongmu, namun harta akan menjadi penyebab lamanya hisab di hari kiamat.” Demikian mereka bergantian menyampaikan.

Sejenak, mereka tertegun akan alasan yg berbeda2. Bagaimana mungkin, pertanyaan yg diberikan kepada orang satu, menghasilkan jawaban yg memiliki alasan2 tersendiri. Namun, dgn cepat mereka tersadar akan keutamaan ilmu yg dimiliki sahabat Ali bin Abi Thalib. Alasan demi alasan yg diutarakan sahabat Ali bin Abi Thalib berbeda, namun antara satu dan lainnya saling menguatkan, antara ilmu dan harta lebih utama ilmu. Subhanallahil ‘adzim wa shodaqo rasuluhu nabiyyul karim.

Menikah

Setelah masa hijrah dan tinggal di Madinah, Ali bin Abi Thalib menikah dgn Sayyidah Fatimah az-Zahra RA, putri Nabi Muhammad. Ali tidak menikah dgn wanita lain ketika Fatimah masih hidup. Tertulis dalam kitab Tarikh karya Al-Mubarak bin Muhammad bin Muhammad bin Abdul Karim bin Abdul Wahid as-Saibani al-Jazari atau Imam Ibnu Atsir rahimahullah (wafat 606 H / 1209 M), setelah itu Ali menikah dgn Ummu Banin binti Haram, Laila binti Mas’ud, Asma binti Umais, Sahba binti Rabia, Umamah binti Abil Ash, Haulah binti Ja’far, Ummu Said binti Urwah, dan Mahabba binti Imru’ul Qais.

Istri dan anak

Ali menikahi delapan istri setelah meninggalnya Fatimah az-Zahra.

A. Fatimah (615–632). Putri bungsu Nabi Muhammad dan Khadijah binti Khuwailid, memiliki anak :

  1. Hasan (624–670). Menjadi khalifah selama enam atau tujuh bulan pada tahun 661 M.
  2. Husain (625–680). Menikah dengan Syahrbanu, putri Yazdegerd III, Kaisar Sasaniyah terakhir. Terbunuh dalam Pertempuran Karbala.
  3. Zainab (626–681). Menikah dgn sepupunya, ‘Abdullah bin Ja’far bin Abu Thalib.
  4. Zainab As-Sughra (Zainab Kecil), juga dikenal dgn Ummu Kultsum. Menikah dgn Umar bin Khattab. Mahar untuk pernikahannya sebesar 40.000 dirham dan mereka hidup sbg suami istri pada tahun 638. Tercatat Ummu Kultsum pernah memberikan hadiah parfum kepada Permaisuri Martina, istri Kaisar Romawi Timur Heraklius. Sebagai balasan, Martina menghadiahi kalung kepada Ummu Kulstum. Namun ‘Umar yg percaya bahwa istrinya tak seharusnya ikut campur dalam urusan kenegaraan akhirnya menyerahkan kalung tersebut ke dalam perbendaharaan negara.
  5. Muhsin (Terlahir mati).

B. Khaulah binti Ja’far dari Bani Hanifah. Saat masyarakat Yamamah menolak membayar zakat sepeninggal Nabi Muhammad, Khalifah Abu Bakar memerangi mereka. Khaulah dan beberapa wanita lain ditawan sbg budak dan dibawa ke Madinah. Saat sukunya mengetahui nasib Asma, mereka mendatangi ‘Ali bin Abi Thalib untuk membebaskannya dari perbudakan dan melindungi martabat keluarganya. ‘Ali kemudian membeli Asma dan membebaskannya, kemudian menikahinya. Punya anak :

  1. Muhammad bin al-Hanafiyah (637–700 M di Masjid Ibnu Abbas Thaif).
  2. Umamah. Ibunya adalah Zainab, putri tertua Nabi Muhammad dan Khadijah binti Khuwailid. Ayahnya adalah Abu Al-‘Ash bin Ar-Rabi’ dari Bani Abdu Syams.
  3. Hilal. Juga dikenal dgn Muhammad Al-Aswat.
  4. Awn

C. Fatimah binti Hizam. Juga dikenal dgn Ummul-Banin. Berasal dari Bani Kilab. Punya anak :

  1. ‘Abbas (647–680)
    10.. ‘Abdullah
  2. Ja’far
  3. Musa
  4. Ruqayyah. Dikatakan mengungsi ke anak benua India dan mendakwahkan Islam di sana setelah Pertempuran Karbala.

D. Laila binti Mas’ud, punya anak :

  1. Ubaidullah
  2. Abu Bakar

Asma binti Umais. Secara keseluruhan, Asma menikah sebanyak tiga kali dan ‘Ali adalah suami terakhirnya. Suami pertama Asma adalah saudara ‘Ali sendiri, Ja’far bin Abi Thalib. Suami keduanya adalah Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq. Punya anak :

  1. Yahya
  2. Muhammad Ashgar
  3. Sahba binti Rabia
  4. ‘Umar
  5. Rukiyah

E. Ummu Said binti Urwah. Punya anak :

  1. Ummul Hasan
  2. Ramlah Kubra

F. Mahabba binti Imru’ul Qais, punya seorang putri, meninggal ketika masih kecil.

Banyak keturunan Ali yg tewas terbunuh dalam Pertempuran Karbala. Keturunannya yg masih ada saat ini merupakan para keturunan dari Hasan dan Husain (anak Fatimah), Muhammad bin al-Hanafiyah (anak Haulah), Abbas (anak Ummul Banin), dan Umar (anak Sahba).

Keturunan Ali melalui putranya Hassan, umumnya dikenal dgn Syarif atau Sayyid, yg merupakan gelar kehormatan dalam Bahasa Arab, Syarif berarti bangsawan dan Sayyed berarti tuan. Adapun keturunan Ali melalui putranya Husein, umumnya dikenal dgn Habib (jamak – Habaib) yg merupakan gelar kehormatan yg berarti “Kesayangan”. Sebagai keturunan langsung Nabi Muhammad, mereka dihormati oleh Sunni dan Syi’ah.

Wallahu a’lam

Written from various sources www.tirto.id https://id.m.wikipedia.org https://islam.nu.or.id https://www.google.com/amp/s/www.inews.id and others by Al-Faqir Ahmad Zaini Alawi Khodim JAMA’AH SARINYALA

Red.

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Latest Posts