Saturday, March 15, 2025
HomeSejarahSejarah Singkat Terminologi "Mudik"
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Related Posts

Featured Artist

Sejarah Singkat Terminologi “Mudik”

*
globalcybernews.com – Kata mudik lebih dekat pada pengertian pergi ke “udik”, juga dapat ditelusuri dari kata bentukan dari kata dasar udik: memudik yang bermakna berlayar mudik (ke hulu), dan memudikkan yang bermakna menjalankan perahu ke arah hulu. Mengingat udik berada di daerah atau wilayah hulu yang jauh di pegunungan atau pedalaman, maka kata “udik” mengacu pada suatu daerah atau wilayah yang berada di kawasan pedalaman, pedusunan, pedesaan atau perkampungan. Sampai di sini, sesungguhnya kata “udik” masih berkonotasi netral. Ketika seseorang dikatakan sebagai orang udik, artinya orang itu berasal dari daerah hulu atau daerah pedalaman. Pernyataan orang udik sama sekali tidak berkonotasi negatif.

**
Sampai tahun 1970-an, kata mudik belum dimaknai sebagai pulang ke kampung halaman. Bahkan, mudik tidak ada kaitannya dengan hari raya Idul Fitri atau Lebaran. Ketika itu, mudik dan lebaran adalah dua peristiwa yang tidak ada hubungannya. Setidak-tidaknya, jika kita dapat mencermati sejumlah karya sastra yang bercerita tentang lebaran atau yang secara eksplisit menggunakan judul: lebaran, maka kita akan sia-sia saja mencari kata mudik di sana. Jadi, sampai tahun 1970-an.

Fenomena mudik yang lalu dikaitkan dengan lebaran, terjadi pada awal pertengahan dasawarsa 1970-an ketika Jakarta tampil sebagai kota besar satu-satunya di Indonesia yang mengalami kemajuan luar biasa. Jakarta di bawah kepemimpinan Gubernur Ali Sadikin (1966—1977) berhasil disulap menjadi kota metropolitan. Tanpa disadari, sistem pemerintahan sentralistik yang diterapkan penguasa Orde Baru memperoleh legitimasi sosiologis ketika ibukota negara melesat dengan berbagai kemajuannya dibandingkan kota-kota lain di Tanah Air. Jakarta seketika menjadi pusat orientasi sosial, budaya, politik, dan pemerintahan yang mengundang masyarakat luar Jakarta (pedesaan, kota lain, dll) untuk berkegiatan ekonomi di Jakarta setidak-tidaknya menjadi pekerja industri di kota Jakarta.

Lebaran yang ditetapkan pemerintah sebagai jeda produktif ekonomi (libur) dimamfaatkan para pekerja untuk “pulang sebentar” ke kampung untuk berlebaran bersama keluarga di kampung. Fenomena ini mulai menguat semenjak itu terutama dikalangan masyarakat pekerja di Jakarta dan mulai menyebar dimasyarakat pulau Jawa. Pertumbuhan industri secara nasional membuat kota-kota besar di Luar Jakarta menjadi pusat daya tarik pekerja untuk melakukan urbanisasi ke kota yang akhirnya menguatkan fenomena “mudik”.

Red

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Latest Posts