Wednesday, January 15, 2025
HomeOpiniMenghadapi Corona tanpa Pikiran Corona
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Related Posts

Featured Artist

Menghadapi Corona tanpa Pikiran Corona

Oleh Uten S

Global Cyber News |You are what you think. Kamu adalah apa yang kamu pikirkan. Kalimat ini sama dengan ungkapan filosof Yunani di abad pertengahan, Rene Descartes. Ia berkata : Cogito Ergo Sum (kamu berfikir maka kamu ada).

Pandangan dan sikap eksistensialisme seperti di atas sangat penting. Setidaknya cara itulah dalam banyak contoh kasus-telah menyelamatkan banyak orang dari segala ancaman kesulitan dan bahaya.

Sejalan dengan pikiran di atas, saya teringat dengan seorang guru, kyai dari sebuah pesantren tradisional di sebuah kampung di bawah bukit pinggir kota. Suatu hari ia berkata, jika kamu sakit maka berfikirlah bahwa kamu tidak sakit. Dan bersikaplah seolah kamu seorang yang sehat. Itulah obat dari semua penyakit yang bisa mengalahkan segala macam jenis pil atau suntikan dari seorang dokter.

Cara pandang sang kyai sampai hari ini saya praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Sikap seperti yang saya lakukan ternyata justru lama berkembang di kalangan masyarakat biasa, khususnya yang tinggal di daerah dan kampung-kampung.

Saat musim badai krisis ekonomii melanda negeri dan sebagian besar negara-negara di dunia di waktu lalu, dimana banyak pedagang besar menutup pabrik dan kantornya. Ini ironis, karena para pengusaha besar itu paling mengerti informasi, data, dan trend perkembangan bisnis dalam banyak perspektif.

Senentara di sisi lain, para pedagang kecil di pasar tradisional, Dan kumpulan pedagang kaki lima di jalur non formal, malah tetap survival dan eksis justru saat para pedagang besar tumbang oleh tiupan angin topan krisis ekonomi secara nasional dan global

Kang Kardi misalnya, seorang pedagang pisang dan ubi Cilembu yang saya temui di kawasan wisata puncak Bogor, beberapa hari lalu, berkata: “Lah Pak boro-boro mikirin krisis dan corona, mikirin perut sorangan sareng keluarga geh geus liuer ( Lah Pak boro-boro mikirin corona dan krisis economi, mikiran perut sendiri dan keluarga juga sudah pusing), ” katanya cuek sambil sibuk melayani pembeli.

Krisis ekonomi karena corona di mata Kang Kardi dan juga kebanyakan warga kampung, tak ubah seperti keadaan krisis ekonomi sebelumnya. Oleh karena itu, Kang Kardi dan para pedagang kecil lain, tetap berjualan mencari nafkah untuk menghidupi anak istri, seolah tak terjadi apa-apa.

Di kampung saya sendiri dimana sebagian warganya petani dan pedagang kecil, hiingga saat ini tak ada yang berubah. Setiap pagi warga turun ke sawah, menggembala melepas kambing dan kerbau ternak. Sementara pemilik warung membuka warung kelontongan. Dan para ustadz tetap membuka pengajian tiap malam bersama- sama anak-anak kampung. Saat adzan Maghrib memanggil, warga berdatangan ke mushola, sholat berjamaah dengan posisi baris rapat seperti biasa, dan sujud pada lantai yang tetap masih berkarpet (tak digulung seperti di tempat lain).

Setiap sore warga kumpul di teras rumah, di saung- saung pinggir sawah. Membicarakan soal pupuk padi dan rencana panen sambil menebar senyum ceria. Wajah mereka terbuka tanpa menggunakan masker.

Tak terlihat juga ada kesibukan pejabat RT dan RW menyuruh warganya untuk lockdown, karena memang tak ada satu pun kasus positif covid yang mengena warga.

Fenomena di atas seolah ingin mempertegas apa yang disampaikan oleh filsuf Descartes di awal tulisan ini , bahwa semua hal yang terjadi di dunia adalah produk dari pikiran, termasuk wabah pandemi covid-19 yang banyak memakan korban manusia.

Jika wabah corona saat ini kita yakini sebagai ada, nyata dan kemudian menghantui pikiran pribadi maupun kolektif, maka corona itu pun akan semakin nyata ada dan datang menghantui diri bagaikan monster yang siap menerkam. Ia masuk ke dalam tubuh hingga banyak orang yang jadi mangsa dan mayatpun kemudian bergelimpangan di banyak kota dunia.

Corona itu ibarat syetan kecil. Sebgaimana sifat setan, maka ia akan muncul menjelma mengejar kemanapun kita pergi untuk menyatakan bahwa ia benar-benar ada seperti keyakinan dalam pikiran. Semakin kita takut, ia semakin datang menggoda dan mengganggu. Lalu benar-benar masuk ke dalam tubuh.

Sebaliknya, jika menganggap corona seolah bukan apa -apa, karena itu kita tak ada rasa takut -khawatir, maka seluruh organ tubuh memunculkan kelenjar-kelenjar yang membentengi dan memperkuat daya imun tubuh atas berbagai tekanan dan ancaman jenis penyakit.

Jadi, apa yang membuat corona bisa mewabah secara global?

Corona itu semacam energi negatif yang sedang mencari sarang pada tubuh yang juga penuh dengan ion-ion negatif di dalamnya. Dan isi dunia sudah dipadati tubuh-tubuh dengan ion-ion negatif. Corona sedang mencari sekutu dan ingin berkoloni dengan raga yang kotor (negatif) serta rapuh meskipun terlihat bersih dan gagah.

Mari hadapi wabah ini secara maksimal dengan cara berfikir bersih, jernih, positif dan zero, seolah virus (covid 19) itu benar -benar tak ada.

Get the feeling. (Juli 2020)

*Penulis adalah budayawan tinggal di
BSD city, Kota Tangsel, Provinsi Banten.

Red.

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Latest Posts