Global Cyber News.Com|Kemana pun juntrungan arah atau tujuan yang mau dibidik AHY (Agus Harimurti Yudhoyono), toh letupkan topik kudeta yang digelindingkannya melalui acara jumpa pers di markas besar Partai Demokrat (PD) pada awal
Februari 2021, dari perspektif ilmu publisistik patut diakui sukses menonjok sejumlah tokoh dan pejabat penting di pemerintahan maupun di partai politik yang dinakhodainya.
Minimal adanya gebrakan AHY sebagai Ketua Umum Partai Demokrat yang sunyi dan senyap selama musim penghujan dan pandemi Cobid-19 ini, bisa ikut memanaskan suasana dengan sorotan utama kepada partai warisan dari sang Ayahandanya yang berhasil menghantar SBY ke sanggasana tertinggi di republik ini.
Agaknya, begitulah fenomena dari model atau gaya tampilan politik kaum milineal masa kini yang tak bisa ditolak. Tapi, toh bukan berarti jadi anti kritik. Sebab kritik yang pasti akan menjadi pupuk penyubur, supaya putik dan bunga dapat segera menjadi buah. Sebab kondrat partai yang sejati akan memegang tata demokrasi yang baik dan benar. Hibgga dapat melenggang ikut bermain pada Pemilihan Presiden tahun 2024. Dan nanti tentu saja dapat diharap bisa berbuat lebih banyak, tak cuma buat partai, tapi juga untuk orang banyak.
Faksun politik yang ditarik ke habitat budaya memang jadi terkesan senbelit bila mengabaikan tata krama dan etika, sehingga bisa jadi terkesan bombas ketika harus meminta klarifikasi dari seorang Presiden.
Sebab sejumlah tokoh penghuni istana negara itu tetap punyai hak dalam politik untuk melakukan manuver sejauh tidak menyalahi aturan yang diberlakukan di lingkungannya. Begitu pula bagi mereka yang berasal dari lingkungan partai lain atau Partai Demokrat sendiri, tak ada pasal yang haram bagi mereka jika ingin merebut kekuasaan dari partai manapun, temasuk Demokrat.
Ketika sejumlah klarifikasi dari para tokoh PD sudah diberikan, terutama yang masih berada di dalam, agaknya istilah kudeta jadi sungsang, terlalu berlebihan ketika dipompakan untuk publik. Misalnya sekedar untuk menarik simpati apalagi dukungan, toh yang elok masih banyak cara lain yang dapat dijadikan pilihan.
Keberhasilan AHY meledakkan isu kudeta sungguh sukses. Karena telah mampu menggebrak sejumlah tokoh jadi terperangah dan angkat bicara termasuk media meanstren yang melahapnya jadi sajian santapan bagi pemirsa atau pun pembacanya.
Media sosial pun heboh dan hiruk pikuk memuat komentar para tokoh, baik yang langsung terlibat jadi tudingan atau yang cuma keserempet saja seperti korban dari imbasan letupan dari istilah kudeta yang mungkin saja sengaja dibuat salah.
Minimal masalah internal partai yang telah digelindingkan oleh AHY keluar pagar ini telah menjadi topik pembicaraan publik dan ikut mengingatkan kepada siapa saja bahwa Partai Demokrat masih ada dan selalu siap menjadi peserta Pemilu yang patut untuk diperhitungkan kelak, tahun 2024.
Keberhasilan AHY menggedor mimbar politik Indonesia yang beku dan dingin di masa pandemi Copid-19, telah membuat para tokoh politik harus membuat perhutungan ulang pada eksistensinya sebagai peminpin partai. Minimal untuk yang telah ikut bicara serta memberikan kesaksian dan argumentasi, fenomena dari gaya generasi milineal perlu diperhitungkan juga. Toh, media massa pun jadi bukti telah dibyatnya ikut hiruk-pikuk memuat ragam komentar yang pro maupun yang kontra. Namun pada intinya, jadi promo gratisan partai yang nyaris dilupakan banyak orang.
Tampaknya, begitulah angin politik Indonesia mengarah pada budaya dan gaya serta cara dari generasi milineal seperti AHY yang perlu lebih dalam menakik budaya unggah-ungguh, budaya luhur para leluhurnya.(Jacob Ereste)
Banten, 2 Februari 2021
Red.