Denny JA
Global Cyber News.Com|“Ini hal yang benar dilakukan. Saya ambil resiko itu. Walau akibatnya, saya harus kehilangan sebagian karyawan saya.”
Itulah yang dikatakan Dr. Eric Berger. Saat itu Ia menerapkan di lingkungan usahanya, Center City Pediatric, kebijakan “vaksinasi sebuah keharusan. “. Wajib bagi semua yang berkerja untuk divaksin Covid-19. Mandatory. (1)
Eric berangkat dari pengalaman pribadi. Betapa tak nyaman dunia usahanya menyaksikan beberapa karyawan terpapar Covid-19.
Ia acapkali was-was, siapa lagi yang akan jatuh sakit karena covid-19? Siapa lagi yang akan tertular? Mungkinkah karyawannya kelak ada yang mati karena Covid-19?
Eric yakin dengan kebijakannya di dunia usaha itu. Apalagi pemerintah federal Amerika Serikat mendukung sepenuhnya hak pemilik usaha menciptakan suasana kerja yang nyaman, termasuk menjadikan vaksinasi sebagai keharusan.
Ketika Itu menjadi keputusan, agar kuat, tentu kebijakan itu harus disertai insentif dan sanksi.
Dalam konteks masih kuatnya pro dan kontra vaksin, di tahun 2021 ini, Eric harus ikhlas kehilangan tujuh karyawannya.
“Ini resiko yang saya pilih. Ini hal benar untuk saya lakukan.” Demikian Eric menegaskan pilihannya sebagia pemilik usaha.
Kisah Eric menyisakan dilema tak hanya bagi lingkungan dunia usaha. Tapi juga bagi masyarakat luas.
Haruskan vaksinasi diwajibkan dengan insentif dan sanksi? Atau sebaiknya vaksinasi dijadikan pilihan saja?
Yang mana yang lebih baik untuk rakyat banyak?
-000-
Saya pun mengambil pilihan yang sama dengan Eric Berger. Di lingkungan kerja LSI Denny JA dan 30 usaha saya, mulai dari bidang properti, food and beverages, hotel, convenience store, hingga tambang, saya menjadikan vaksinasi sebuah kewajiban.
Dan Saya ambil semua resikonya! Tapi tentu dengan perkecualian. Hanya bagi karyawan yang punya alasan sangat kuat untuk tak divaksin, terutama alasan kesehatan yang sah, mereka mendapatkan perkecualian.
Jika alasannya karena agama, bukankah MUI menyatakan bahkan AstraZeneca halal!
Seperti Eric, dengan semua resikonya, dalam hati tertanam rasa kuat sekali. Bahwa saya sudah melakukan hal yang harus untuk ikut serta sekecil apapun, di lingkungan saya sendiri, agar secepatnya terbentuk Herd Immunity. kekebalan Imunitas.
Hingga 21 Juni 2021, sudah sekitar lebih 20 orang karyawan yang bekerja di lingkungan usaha saya, saya kirim ke Wisma Atlet.
Belum lagi saya hitung pimpinan dan karyawan yanh memilih isolasi mandiri, atau dirawat di rumah sakit pilihannya sendiri.
Sungguh secara pribadi saya sangat berterima kasih dengan dokter Arifin, yang populer di sana dengan panggilan kehormatan: Kobra. Terima kasih juga dengan dokter Doni di Wisma Atlet.
Saya bersaksi. Mereka dengan sigap selalu cepat, tangkas, dan memuaskan melayani setiap saya kontak mengirimkan karyawan atau pimpinan usaha yang terkena Covid-19.
Pernah satu kali, Ayah dan Anak saya kirim ke sana. Sang Ayah bekerja di lingkungan LSI. Istri sang Ayah ini, dan keluarga lain, wafat berdua dalam jarak waktu tak lama.
Pernah pula saya mendapat teks jam 2.00 malam. Ia sudah keliling ke berbagai rumah sakit tapi penuh. “Tolong pak Denny. Badan saya semakin terasa ngilu.”
Pernah pula seorang karyawan yang justu takut dirawat. Ketika ia datang ke Wisma Atlet, bergelimpangan begitu banyak yang antri.
Berangkat dari pengalaman itu, di satu malam, saya merenung. Sesuatu harus saya putuskan setidaknya untuk lingkungan kerja saya sendiri. Yaitu di dunia usaha yang sepenuhnya saya kendalikan.
-000-
Di bawah ini adalah cuplikan transkripsi kuliah umum di LSI Denny JA, 21 Juni 2021. Saya undang pimpinan dan perwakilan sekitar 30 usaha saya.
Saya sampaikan tiga data. Mengapa saya mewajibkan vaksin bagi semua karyawan yang masih ingin berkerja di lingkungan saya.
“Teman- teman sekalian. Ini meeting yang tak biasa. Di samping teman teman LSI, juga saya mengundang teman teman usaha saya yang lain
Katakanlah ini semacam kuliah umum. Karena kuliah umum, ia bebas juga untuk dikritik bagi yang tak setuju.
Judulnya; Mengapa Vaksin perlu diwajibkan
Saya mulai dengan hasil akhir: starting by the ending. Hasil akhir apa yang kita harap?
Ini yang kita akan ciptakan di lingkungan kerja kita. Desember 2021 ini kita harap datang pada kita, sebagai modifikasi dari lagu Vina Panduwinata. Vina menyanyi September ceria
Sekarang sudah bulan Juni. September terlalu cepat. Kita modifikasi menjadi Desember saja. Desember yang ceria.
Saat itu kita semua tersenyum. Ekonomi bangkit lagi. Bangkit untuk LSI. Juga untuk usaha yang lain. Dan saat itu kita kabarkan kepada publik luas, agar kita ikut menjadi percontohan.
Bahwa semua di dunia usaha kita sudah divaksin. 100 persen!
Dalam lagu Vina Panduwinata ada lirik: “Kasih kau beri udara untuk nafasku.” Untuk kasus Vina, kasih itu adalah lelaki kekasih hatinya.
Untuk kasus kita di era pandemik, kita modifikasi. Kekasih itu adalah vaksin. Vaksin lah yang sudah lama kita rindukan. Vaksin lah yang kini memberi udara bagi nafasku.
Mengapa saya memilih mewajibkan semua yang bekerja untuk divaksin? Mandatory! Bukan pilihan! Wajib!
Maka kita bicara soal 3 data.
-000-
Data pertama soal kasus pandemik sebelumnya, di tahun 1918. Saat itu Spanish Flu melanda 1/3 penduduk dunia. Jumlah populasi dunia saat itu satu setengah miliar penduduk.
Yang terpapar pandemik: 500 juta. Spanish Flu datang dalam empat gelombang.
Astaga! Yang mati saat iru sekitar 50-100 juta manusia. Itu sekitar 10-20 persen populasi mati dari total yang terpapar. Bahkan di satu wilayah, ada wilayah yang sangat sepi. Sebanyak 80 persen penduduknya mati.
Saat itu belum ditemukan Vaksin dan obat untuk flu. Vaksin yang lain sudah ditemukan 100 tahun sebelumnya. Tapi itu vaksin untuk cacar.
Edward Jenner menemukannya di tahun 1789. Orang pertama yang divaksin dalam sejarah adalah bocah berusia 13 tahun.
Belum ada vaksin dan obat untuk flu.
Kini obat untuk flu sudah ditemukan. Dalam hidup kita, beberapa kali kita terkena flu. Tapi tak lagi mematikan. Itu karena sudah ada obatnya.
Obat diberikan setelah penyakit datang. Vaksin diberikan sebelum penyakit datang. Itulah beda vaksin dan obat.
Obat untuk penyembuhan. Vaksin untuk pencegahan. Tapi pencegahan selalu lebih baik ketimbang penyembuhan.
Dari beberapa kali kasus vaksin, ditemukan konsep yang maha penting. Yaitu Herd Immunity: kekebalan imunitas.
Ini terjadi di tahun 1930. Di baltimore Amerika Serikat. Untuk pandemik yang berbeda, campak, di sanalah pertama kali dikenal kasus penemuan Herd Imunity. Kekebalan Imunitas.
Sudah tiga pandemik yang saya singgung. Cacar. Flu Spanyal dan Campak.
Herd Imunity ditemukan dan dipublikasikan pertama kali oleh AW Hedric.
Juga melalui riset berulang- ulang, ditemukan polanya. Bahwa jika
70 persen populasi sudah divaksin, maka pandemik sudah lewat.
Itulah kuncinya. Itu magic number. Angka 70 persen vaksinasi itu yang harus dikejar oleh setiap negara.
Tak berarti virusnya hilang setelah divaksin. Flu terus hadir. Juga covid-19 akan selalu hadir. Tapi jika 70 persen populasi sudah divaksin, komunitas itu sudah aman dari bahaya pandemik.
-000-
Sekarang data kedua. Mengapa ada aturan di indonesia yang mewajibkan satu wilayah yang ditargetkan, jika ada yang menolak vaksin, mereka bisa dipidana.
Jokowi menerbitkan Peraturan Presiden tahun 2021 soal vaksin. Karena ada unsur sanksi pidana, aturan ini diperkuat dengan UU tahun 84 tentang Wabah Penyakit Menular.
Diatur di sana, mereka yang ditargetkan untuk divaksin; wajib mengikutinya. Tak hanya ada sanksi administratif. Tapi juga ada sanksi pidana.
Mengapa pemerintah mengambil jalan sekeras itu? Apa dasar pembenarnya?
Dua kuncinya. Pertama agar tercipta Herd Immunty: 70 persen populasi divaksin. Jika yang menolak vaksin cukup banyak, Herd Immunity akan gagal.
Ekonomi sudah porak poranda. Kini orang semakin nekad. Daya tahan ekonomi sudah di titik rentan.
Data menunjukkan pengangguran saat ini, prosentasenya termasuk yang tertinggi di sepanjang sejarah dunia sejak Depresi Ekonomi tahun 30-an.
Ekonomi porak poranda. Ini kemerosotan ekonomi terburuk sejak Depresi di tahun 1930an.
Kualitas hidup kita bisa merosot tak hanya karena pandemik. Tapi juga karena krisis ekonomi.
Biaya untuk pandemik di Indonesia sudah 677 trilyun. Pemerintah sudah berhutang. Anggaran deficit parah. Akibatnya kini sebagian sembako harus pula dipajak.
Semua kondisi ini tak akan berhasil jika banyak yang menolak vaksin. Jika tak tercapai Herd Immunity.
Karena itu pemerintah mengambil jalan mewajibkannya. Karena keselamatan rakyat banyak adalah hukum tertinggi.
Pilihan probadi dihargai untuk banyak kasus. Tapi untuk kasus pandemik, kasus yang gawat darurat, pilihan pribadi sah dikalahkan.
Jika efek pilihan pribadi hanya pada dirinya pribadi, itu sah saja. Tapi kasus pandemik, efek tidak mau divaksin juga berimbas pada yang lain. Tak hanya efek pada orang lain, tapi efek pada orang banyak. Sangat banyak.
Ini pilihan moral kita. Apakah kita berada di jalan agar herd imunity berhasil? Ataukah kita berada di jalan agar herd imunitu gagal?
Bayangkan yang kita pilih juga dipilih orang lain.
Jika kita tak mau divaksin dengan aneka alasan, pihak lain juga tak mau divaksin, apa yang terjadi?
Semua pengorbanan dan korban di atas tak membuat pandemik pergi dari Indonesia, jika trend tak mau divaksin yang dipilih.
Ini data kedua mengapa vaksin itu wajib. Mandatory. Harus! Setidaknya di lingkungan yang saya memiliki kontrol.
-000-
Ini data ketiga. Data dari Worldometer, tengah Juni 2021.
Lima negara sudah divaksin minimal satu kali suntik, sebanyak di atas 50 persen. Itu adalah Canada, Israel dan UK, United states dan italy.
Bersamaan dengan semakin meluasnya vaksin, angka kematian karena vaksin menurun drastis di wilayah itu.
Amerika Serikat pernah menjadi negara yang paling parah. Paling banyak terpapar. Paling banyak kematian.
Kini berbalik, di negara itu malah mulai kampanye tak wajib pakai masker. Mengapa? Itu karena situasi sudah aman.
Dengan meluasnya vaksin, mendekati Herd Immunity, semua indikator covid di negara Paman Sam itu menurun. Baik data yang tertular. Baik yang sakit parah. Ataupun data yang mati.
Sudah ada contohnya di masa kini. Pentingnya mengejar kekebalan imunitas: 70 persen populasi sudah divaksin.
Satu hal juga yang perlu disadari. Ketika kita divaksin bukan berarti tak akan kena covid lagi. Ini mustahil. Tapi daya tahan tubuh kita lebih kuat.
Sama dengan makan obat flu. Tak berarti di masa depan kita tak akan kena flu. Kita tetap bisa terkena flu. Tapi flu tak lagi menyebabkan kematian.
Vaksinasi di Indonesia, di bulan ini, Juni 2021, masih 10 persen populasi. Masih jauh dibandingkan target terciptanya Herd Immunity.
Karena itu kita ingin menjadi bagian yang mempercepatnya, bukan memperlambat.
Kita kaum terpelajar. Di era krisis, hidupkan panggilan untuk ikut trend vaksinasi, bukan trend menghindari vaksinasi.
Ini data ketiga, bukti efek vaksinasi. Cukup search di google kita dapati data itu.
-000-
Inilah 3 alasan mengapa saya bersikeras mewajibkan semua pimpinan dan karyawan di sini untuk divaksin.
Global Pandemik hanya datang sekali dalam seumur hidup kita. Sudah 1,5 tahun hidup kita berubah karena pandemik.
Kita ingin semua berakhir. Ilmu pengetahuan sudah memberi jawaban. Agar berhasil, ikutlah vaksin. Jadilah bagian yang membentuk Herd Immunity.
Kita akan menyewa jasa dokter. Jika ada yang ragu divaksin karena alasan kesehatan. Silahkan konsultasi.
Jika perlu test lab. Namun jika dokter mengatakan tak ada masalah, marilah kita mengambil tanggung jawab itu.
Inilah sikap kita sebagai kalangan terpelajar. “
Juni 2021
Red.