globalcybernews.com -Ini kisah tentang ๐ฃ๐ฎ๐ฝ๐๐ฎ (d/h Irian Barat) kenapa ia merupakan bagian dari NKRI.
Pada jaman Majapahit, ๐ฃ๐ฎ๐ฝ๐๐ฎ ini disebut Majapahit kedelapan, menurut buku karya Mpu Prapanca, ๐๐ข๐จ๐ข๐ณ๐ข๐ฌ๐ณ๐ฆ๐ต๐ข๐จ๐ข๐ฎ๐ข. Dan Cita-cita Majapahit menyatukan seluruh Nusantara terwujud kekal.
๐ฃ๐๐ฃ๐จ๐ ๐ฆ๐จ๐๐๐ ๐ ๐๐ก๐ฌ๐๐ง๐จ ๐๐๐ก๐๐๐ก ๐ก๐จ๐ฆ๐๐ก๐ง๐๐ฅ๐ ๐ฆ๐๐๐๐ ๐ ๐๐๐๐ฃ๐๐๐๐ง
๐พ๐๐๐๐๐ .๐๐, 16 ๐ฝ๐๐๐ข๐๐๐ 2023
๐ emahami Papua bagian dari NKRI tidak lepas dari sejarah Nusantara, dengan Kerajaan Majapahit sebagai pemersatu. Pada masa itu, Irian Barat, atau Papua sekarang, disebut sebagai Majapahit kedelapan. Ini terungkap dalam buku ๐๐ข๐จ๐ข๐ณ๐ข๐ฌ๐ณ๐ฆ๐ต๐ข๐จ๐ข๐ฎ๐ข karya Mpu Prapanca. Belanda hadir di Papua tahun 1528 ditandai dengan pendirian Benteng Fort du Bus di Teluk Triton. Saat kemerdekaan, bangsa Papua pun turut mengambil bagian dalam upaya mengusir penjajahan Belanda.
Prof Mohamad Yamin (1903-1962), sejarawan, sastrawan, budayawan, politikus, dan ahli hukum RI, menulis, Irian Barat, atau Papua sekarang, bagian dari Kerajaan Majapahit pada abad XIV. Hal ini dibuktikan dengan apa yang telah ditulis Mpu Prapanca (1365) dalam buku ๐๐ข๐จ๐ข๐ณ๐ข๐ฌ๐ณ๐ฆ๐ต๐ข๐จ๐ข๐ฎ๐ข, di mana Irian Barat merupakan Kerajaan Majapahit kedelapan.
Bunyi syair dalam buku ๐๐ข๐จ๐ข๐ณ๐ข๐ฌ๐ณ๐ฆ๐ต๐ข๐จ๐ข๐ฎ๐ข itu, antara lain, disebutkan, โ๐๐ถ๐ธ๐ข๐ฉ ๐ต๐ข๐ฏ๐จ ๐ ๐๐ถ๐ณ๐ถ๐ฏ ๐ด๐ข๐ฏ๐ถ๐ด๐ข ๐ฎ๐ข๐ฏ๐จ๐ข๐ณ๐ข๐ฎ ๐ณ๐ช ๐๐ฐ๐ฎ๐ฃ๐ฐ๐ฌ ๐๐ช๐ณ๐ข๐ฉ. ๐๐ข๐ธ๐ข๐ฏ ๐ต๐ช๐ฌ๐ข๐ฏ๐จ ๐ ๐ด๐ข๐ฌ๐ด๐ข๐ฌ๐ข๐ฅ๐ช ๐ฏ๐ช๐ฌ๐ข๐ญ๐ถ๐ฎ ๐ฌ๐ข๐ฉ๐ข๐ช๐บ๐ข๐ฏ ๐ฌ๐ข๐ฃ๐ฆ๐ฉ ๐ฎ๐ถ๐ธ๐ข๐ฉ ๐ต๐ข๐ฏ๐ข๐ฉ ๐ ๐๐ข๐ฏ๐ต๐ข๐บ๐ข๐ฏ ๐ฑ๐ณ๐ข๐ฎ๐ถ๐ฌ๐ข. ๐๐ข๐ฏ๐ต๐ข๐บ๐ข๐ฏ ๐ญ๐ฆ๐ฏ ๐๐ถ๐ธ๐ถ ๐ต๐ฆ๐ฌ๐ฆ๐ฏ
๐๐ฅ๐ข๐ฎ๐ข๐ฌ๐ข๐ต๐ณ๐ข๐บ๐ข๐ฅ๐ฉ๐ช ๐ฏ๐ช๐ฌ๐ข๐ฏ๐ข๐ฏ๐จ ๐ด๐ข๐ฏ๐ถ๐ด๐ข๐ฑ๐ถ๐ฑ๐ถ๐ญ. ๐ ๐ฌ๐ข๐ฏ๐จ ๐ด๐ข๐ฌ๐ข๐ด๐ข๐ฏ๐ถ๐ด๐ข๐ฏ๐ถ๐ด๐ข ๐๐ข๐ฌ๐ข๐ด๐ข๐ณ ๐๐ถ๐ต๐ถ๐ฏ ๐๐ข๐ฏ๐จ๐จ๐ข๐ธ๐ข๐ฏ ๐๐ถ๐ฏ๐ช ๐๐จ๐ข๐ญ๐ช๐บ๐ข๐ฐ ๐๐ธ๐ข๐ฏ๐จ ๐ (๐ฏ๐จ) ๐ด๐ข๐ญ๐ข๐บ๐ถ ๐๐ถ๐ฎ๐ฃ๐ข ๐๐ฐ๐ญ๐ฐ๐ต ๐๐ถ๐ข๐ณ ๐ฎ๐ถ๐ธ๐ข๐ฉ ๐ต๐ช๐ฏ๐จ๐ข๐ฏ๐จ ๐ ๐๐ข๐ฏ๐ฅ๐ข๐ฏ ๐๐ฎ๐ฃ๐ธ๐ข๐ฏ ๐ข๐ต๐ฉ๐ข๐ธ๐ข ๐๐ข๐ญ๐ฐ๐ฌ๐ฐ ๐๐ธ๐ข๐ฏ๐ช๐ฏ ๐ณ๐ช ๐๐ณ๐ข๐ฏ ๐๐ฏ ๐๐ช๐ฎ๐ถ๐ณ ๐ฏ๐ช๐ฏ๐จ ๐ข๐ฏ๐จ๐ฆ๐ฌ๐ข ๐ฏ๐ถ๐ด๐ข๐ต๐ถ๐ต๐ถ๐ณโ
Menurut para ahli bahasa, Majapahit telah menyatukan Nusantara dari Nusa Tenggara sampai Irian Barat, terbukti dari sebutan Lombok, Sumba, Makassar, dan Buton. Kemudian Ewanin, Sran, dan Timur adalah nama lain dari Onim, sedangkan Sran untuk nama daerah Kowiai. Kedua daerah ini terletak di Teluk Bintuni, Papua Barat saat ini, dan masuk daerah paling timur, kekuasaan Majapahit saat itu.
Sayangnya, Papua sejak dulu tidak mengenal kebudayaan tulisan. Tidak satu pun ditemukan prasasti untuk mengungkapkan daerah itu secara lebih rinci. Tidak ada satu petunjuk pun mengenai adanya kerajaan di Papua. Keterangan yang dihimpun sebelum bangsa asing datang ke Papua hanya diperoleh dari cerita rakyat dan adat istiadat masyarakat lokal.
Meski demikian, ada beberapa sumber yang menyebutkan, pada zaman dahulu sudah ada hubungan antara Papua dan sejumlah kerajaan di Nusatenggara. ๐๐๐๐ ๐๐๐๐ ๐๐๐ ๐ฅ๐๐๐๐๐๐ฃ๐-๐ฅ๐๐๐๐๐๐ฃ๐ ๐๐๐ง๐ ๐๐ง๐๐ฌ๐๐๐๐ฎ๐ ๐ฉ๐๐ก๐๐ ๐จ๐๐ข๐ฅ๐๐ ๐๐๐ฅ๐ช๐ ๐๐๐ฃ ๐ข๐๐ฃ๐๐ ๐ก๐๐๐ข ๐๐๐๐ง๐๐ ๐๐ฉ๐ช ๐ข๐๐ก๐๐ ๐ฃ๐ฎ๐ ๐๐๐ฃ๐๐๐ฃ ๐จ๐๐๐ช๐ฉ๐๐ฃ โ๐ ๐๐ฃ๐๐๐โ.
Pada abad itu, Sriwijaya merupakan kerajaan sangat besar dengan armada yang kuat. Mereka melakukan perdagangan sampai Maluku dan Irian Barat. Barang-barang yang diperdagangkan saat itu berupa rempah-rempah, wangi-wangian, mutiara, dan bulu burung cenderawasih. Saat itu, Sriwijaya juga merupakan pusat agama Buddha dan pusat perdagangan dengan China dan India.
Pada zaman pra-sejarah ditemukan peninggalan di Papua yang sama dengan di wilayah lain Indonesia. Benda-benda itu, antara lain, kapak batu atau batu logam dan lukisan-lukisan di dinding goa. Contoh, lukisan berbentuk telapak tangan dan tulang ikan bercat merah di dinding gua seperti ditemukan di beberapa titik di pinggir Teluk Bintuni, Papua Barat. Lukisan itu sama persis dengan lukisan di salah satu dinding goa di Leang Pattae, Sulawesi Selatan.
Selain itu, ditemukan pula kapal batu persegi dan kapak lonjong. Kapal batu persegi ini ditemukan di pinggiran Danau Sentani, Jayapura, yang juga ditemukan di wilayah Pulau Jawa dan Sumatera.
Ini bukti bahwa penyebaran kebudayaan pada masa prasejarah dari Asia Tenggara melalui arah barat dan timur ke Papua telah ada. Ada hubungan erat antara kebudayaan Papua dan kebudayaan Nusantara lain saat zaman prasejarah.
Selain itu, ditemukan pula tembikar, belanga, dan periuk di sejumlah daerah di Papua, yang juga sama dengan tembikar, belanga, dan periuk di wilayah lain di Indonesia. Barang-barang ini bukan asli buatan suku bangsa Papua.
Ada pula penyusunan batu-batu besar sebagai pusat pemujaan dan pemberian sesajen kepada leluhur seperti ditemukan Nias, Bali, dan Sulawesi Selatan, yang juga ditemukan di sejumlah titik di Papua. Juga kepercayaan animisme dan dinamisme yang dimiliki Papua dan daerah lain di Indonesia dalam bentuk pemujaan terhadap arwah nenek moyang, pemujaan tempat keramat, penggunaan benda azimat, dan upacara ritual lain.
Kesamaan lain, yakni alat (musik) tradisional yang dimiliki Papua, juga ditemukan di Maluku, yakni tifa. Tifa memiliki sejumlah makna, yakni persaudaraan, seni tari, dan seni hiburan lain. Kesamaan alat ini memperlihatkan hubungan antara Papua dan Maluku dan daerah lain Indonesia sejak dulu kala sudah terbangun.
Papua, Maluku, Sulawesi, Bali, dan Nusatenggara sama-sama dijajah pemerintah kolonial Belanda. Bangsa Belanda hadir di Papua pada 1528 setelah berhasil mengusir bangsa Eropa lain, yakni Portugal, Spanyol, Perancis, dan Jerman. Empat bangsa Eropa ini lebih dulu ada di Papua.
Nama Papua pertama kali diberi oleh seorang Portugis, Don Jorge de Meneses, 1527. Ia berlayar dari Semenanjung Malaya menuju daerah rempah-rempah, kemudian menemui sebuah pantai dari sebuah pulau besar, dan memberi nama pulau itu dalam bahasa melayu kuno, yakni โ๐๐ข๐ฑ๐ถ๐ธ๐ข๐ฉโ, artinya โorang berambut keritingโ.
Saat yang sama datang seorang pemimpin armada spanyol, Alvaro de Saavedra. Ia menyebut Papua dengan nama โ๐๐ด๐ญ๐ข ๐ฅ๐ฆ๐ญ ๐๐ณ๐ฐโ, artinya Pulau Emas. Ia menemukan pulau itu saat diutus Gubernur Spanyol di Maluku berkedudukan di Tidore untuk pergi ke Meksiko. Ia singgah di Pantai Utara Papua dan melihat pulau itu sangat indah dan kaya sumber daya alam.
Setelah penyebutan pulau emas, bangsa-bangsa Eropa yang disebutkan di atas berdatangan ke Papua. Kehadiran mereka kemudian diusir Belanda. Belanda menilai Papua wilayah jajahannya sama seperti daerah Indonesia lain.
Kehadiran Belanda di Papua pada 1528 ditandai dengan pembangunan Benteng Fort du Bus di Teluk Triton, di Kaki Gunung Lumenciri, Papua Barat. Awalnya Belanda kurang peduli dengan Irian Barat karena dinilai kurang menguntungkan.
Tetapi, setelah ada penemuan dari bangsa Spanyol dengan sebutan Pulau Emas, Belanda mulai tertarik dan menggeser kekuasaan dari Maluku menuju Papua. Saat itu, Inggris dan Jerman menguasai Papua bagian timur atau Irian Timur.
Perhatian Belanda kian terpusat dengan dialokasikan anggaran senilai 115.000 gulden oleh Parlemen Belanda untuk mendirikan pemerintahan Belanda di Irian Barat pada tahun 1898. Saat itu pula Irian Barat dibagi menjadi dua wilayah, yakni Afdeeling Noord Nieuw Guinea (bagian utara), dan Afdeeling West en Zuid Nieuw Guinea (Papua barat dan selatan). Kedua ๐๐ง๐ฅ๐ฆ๐ฆ๐ญ๐ช๐ฏ๐จ ini merupakan bagian dari Keresidenan Maluku.
Sejak saat itu pula VOC mulai berkuasa di Irian Barat. Sistem monopoli yang diterapkan Belanda, selain mengurangi kesempatan rakyat berdagang, juga Belanda sering mencampuri urusan internal suku-suku di Papua. Kebencian terhadap Belanda mulai muncul.
Tahun 1870, Raja Tidore Nuku memimpin perlawanan terhadap Belanda di Raja Ampat. Nuku berhasil mengadu domba Belanda dengan Inggris (Irian Timur) sehingga ia dapat mengusir Belanda dari Tidore, Maluku, dan Raja Ampat dan Irian Barat. Kemenangan Nuku ini didukung rakyat Irian Barat.
Tahun 1934, Raja Kokas di Teluk Bintuni, M Rumagesang Al Alam Umar Sekar, menolak menyerahkan uang hasil tambang yang diterima dari rakyat kepada Belanda. Uang itu dibagi-bagikan kepada rakyat. Rumagesang ditangkap Belanda dan dipenjara di Jayapura pada 1945. Dia adalah orang pertama yang menuntut agar Papua disatukan dengan Indonesia, yang saat itu baru memproklamasikan kemerdekaannya.
Kebencian rakyat Papua kepada Belanda meluas di seluruh Papua, sebagaimana tertulis dalam buku ๐๐ณ๐ช๐ข๐ฏ ๐๐ข๐ฎ๐ข๐ช karya MR Dayoh. Ia seorang saksi mata. Saat rombongan ekspedisi Belanda yang dipimpin Van EE Choud tiba di Lembah Baliem pada 1945, rombongan ini ditolak penduduk Baliem. Van EE Choud sendiri terkena panah. Tim ekspedisi ini pun meninggalkan Baliem menuju Maluku.
Menyusul kemudian sejumlah gerakan melawan Belanda di Irian Barat. Para pemimpin pemberontakan terhadap Belanda saat itu, antara lain, Sugoro dan Kolonel Abdul Kadir Djojoatmojo.
Sementara pemimpin perang dari penduduk asli Irian Barat, antara lain, Martin Indey, Rumkorem, Silas Papare, dan Frans Kaisiepo. Ketika Indey dibuang Belanda di Serui, ia bertemu dengan Dr Samratulangi yang sudah lebih dahulu dibuang di sana. Keduanya pun menyusun strategi mengusir Belanda dari Papua bersama masyarakat Papua lainnya saat itu.
Penyatuan Irian Barat atau Papua ke dalam NKRI sama dengan menjejaki kembali kekuasaan Kerajaan Majapahit kedelapan di wilayah itu. Cita-cita Majapahit menyatukan seluruh Nusantara terwujud kekal. Juga jejak sejarah kerajaan Sriwijaya yang telah membangun hubungan dagang dengan Papua pada abad VII, disatukan, dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika. Berbeda-beda, tetapi tetap satu.
Red