Sunday, September 8, 2024
spot_img
spot_img
HomeOpiniJacob Ereste :30 Tahun SBSI : Nostalgia Dengan Orde Baru Menuju Reformasi
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Related Posts

Featured Artist

Jacob Ereste :
30 Tahun SBSI : Nostalgia Dengan Orde Baru Menuju Reformasi

Global Cyber News.Com|Tak terasa usia SBSI (Serikat Buruh Sejahtera Indonesia) telah memasuki tahun yang ketiga puluh untuk menghadang kesemena-menaan Orde Baru, sejak 25 April 1992 hingga 25 April 2022 tahun ini. Ibarat anak remaja yang memasuki usia dewasa, SBSI seharusnya sudah terbilang sujana untuk melahirkan sejumlah generasi baru bersama karya-karya besar yang sepantasnya ikut mengukir sejarah dalam urusan buruh di Indonesia.

Realitasnya bagi sebuah organisasi massa, sejarah yang telah dibuat oleh SBSI seperti tergelam dengan kehadiran era reformasi yang justru bisa dibilang SBSI sebagai bagian dari pembangkit sekaligus pelaku dar gerakan reformasi yang kini banyak disesalkan oleh sebagian orang. Karena reformasi tak tuntas menata keinginan rakyat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik serta lebih elegan.

Keberadaan SBSI dalam konteks reformasi 1998, menjadi sekedar penghantar — bahkan nyaris tak secuilpun — bisa ikut menikmatnya. Jangankan untuk masuk menjadi bagian dari pemerintahan yang baru setelah Orde Baru tumbang — tapi sekedar untuk direkomandasikan saja ide dan gagasannya mengenai cita-cita kaum buruh yang diemban olehnya — seakan tidak secuil pun yang terendus, apalagi oleh segenap eksponen yang ada di dalamnya.

Gagasan besar SBSI untuk ikut mengarahkan Indonesia menuju walfare state tak kunjung berhasil sampai hari ini, setelah 30 tahun diusung dan dijajakan ke mana-mana. Jadi SBSI cuma dapat membuka ruang kebebasan berserikat seperti yang memantik hadirnya sejumlah organisasi buruh hingga menjamur sampai sekarang. Tak cuma pada tingkat pusat, tali membuka peluang munculnya organisasi buruh di daerah.

Padahal saat Orde Baru berkuasa, yang ada cuma organisasi tunggal untuk serikat buruh yang boleh ada oleh penerintah. Maka itu, kekahiran SBSI sejak 25 April 1992 mendapat gelar terhormat dari rezim penguasa sebagai organisasi oposisi yang aksentuasi suaranya berbasis buruh, sebagai satu golongan dari strata masyarakat yang — seakan — harus ditekan agar tidak menjadi kekuatan alternatif –yang mampu mengusik kesemena-menaan yang gandrung dilakukan oleh rezim penguasa yang penuh nafsu burahi untuk melampiaskan segenap hasrat dari syahwatnya yang bejad.

Sekedar ilustrasi penggambarannya seperti kesaksian Dr. H. Satrio Arismunandar, mantan dari salah satu Ketua SBSI semasa Muchtar Pakpahan dipenjara bersama sejumkah aktivis SBSI lainnya akibat dari aksi mogok dan unjuk rasa kaum buruh secara nasional yang lebih heboh di Semarang dan Medan.

Kesaksian Haji Satrio, orang yang baru lahir sesudah Suharto jatuh ya, wajar mengira zaman Orba itu dulu lebih indah…. Lha Rapat internal buruh Sekretariat SBSI saja pada masa itu dihadiri oleh para intel ….

Jadi secara erang-terangan SBSI yang dianggap oposisi pemerintah ketikaitu memang harus dipantau dengan ketat, agar semua gerakan yang dikakukan SBSI bisa dipantau dan dikendalikan.

Tapi lucunya, sejumlah intel yang ditugaskan secara khusus memantau pergerakan SBSI, justru acap mendorong, bahkan ikut membantu secara finansial — jadi bukan hanya sebatas politik — semua aksi serta unjuk rasa yang dilakukan SBSI.

Secara khusus, Satrio Arismundar bahkan menyebut nama Lukman intel berpangkat perwira menengah yang nongkrong dan memantau Sekretariat SBSI Jl Kayu Ramin dahulu itu justru “suka nyuruh kita demo, biar dia juga ada kerjaan dari instansinya … ha….ha…..ha….”.

Pecenongan, 23 April 2022

Red.

Latest Posts